Chapter 2: Murid Terakhir

623 93 12
                                    

Pesan singkat dari penjaga pos hari itu tersebar dengan sangat cepat. Dalam sekejap seluruh kastil penuh dengan bisik-bisik dan hiruk-pikuk dari murid-murid yang ingin tahu. Semua orang sibuk membicarakan satu topik yang sama, kedatangan kereta.

Kedatangan kereta hanya menandakan satu hal; murid baru. Dan seluruh kastil tahu dengan jelas, yang dibawa kereta kali ini adalah murid ke-21, murid terakhir untuk angkatan ke-13, dan murid pertama yang dibawa pulang kereta sejak 12 bulan yang lalu.

21 adalah angka yang istimewa di akademi ini. Akademi tidak pernah sekalipun menerima murid lebih dari 21 orang untuk setiap angkatan. Biasanya setiap angkatan akan terisi penuh dalam kurun waktu paling lama satu bulan, namun tiba-tiba saja kereta tak pernah kembali lagi sejak membawa murid ke-20 tepat satu tahun yang lalu.

Semua orang bingung, tentu saja. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dan tidak ada yang bisa dilakukan tentang itu, bahkan para pengajar dan para tetua sekalipun. Akademi merekrut murid dengan caranya sendiri, ada hal-hal magis yang bahkan tak diketahui oleh para tetua.

Anak-anak yang terdeteksi memiliki bakat khusus akan mendapatkan surat undangan beserta secarik tiket kereta. Calon murid yang mendapat surat tentu saja bisa memilih, apakah ia akan datang ke akademi, atau lebih memilih untuk mengabaikannya. Jika si calon murid lebih memilih untuk mengabaikannya, secara natural ingatan tentang surat dan akademi akan hilang secara perlahan-lahan.

"Apakah berita itu benar? Kereta benar-benar datang?" Seorang anak dengan lesung pipit memekik riang dari sofa ruang santai asrama ketika pintu terbuka dari luar. Anak yang membuka pintu dan baru saja datang itu tersenyum tipis lalu menjawab

"Ya, berita itu benar, Chenle. Kali ini kereta benar-benar datang."

"Akhirnya! Momen yang kutunggu-tunggu datang juga!" Anak yang bernama Chenle tadi terlonjak gembira dari tempat duduknya.

"Nah, sekarang, kalian semua bersiaplah. Kita akan segera melakukan acara penyambutan untuk anak itu. Ah! Renjun, ikutlah denganku ke aula." Ucap anak itu lagi. Raut wajahnya tampak tenang dan tak menunjukkan banyak ekspresi, sangat berbeda dengan anak-anak lain yang jelas menunjukkan ekspresi gembira, atau bahkan ekspresi malas mendengar berita kedatangan kereta. Anak bernama Renjun mengikutinya dengan patuh.

***

***

***

Pintu kereta terbuka. Dengan gugup Jaemin melepaskan seat belt nya dan melangkah perlahan menuju pintu kereta. Jaemin melangkahkan kaki keluar sembari memperhatikan sekitarnya. Sepi. Hanya ada satu pos jaga dan sebuah kursi panjang disampingnya. Walaupun tidak tahu pasti dimana tepatnya posisinya saat ini, namun ia tahu benar jalur kereta api ini berada di tengah rimba.

"Halo!!!" tiba-tiba seorang anak bertubuh jangkung muncul entah darimana. Menyambutnya dengan wajah sumringah yang terlampau dilebih-lebihkan menurut Jaemin. Ia kelihatan beberapa tahun lebih muda dibanding Jaemin.

"Uh.. H-hai" jawab Jaemin agak kikuk.

"Wow! Aku masih tidak menyangka akhirnya kau datang juga!" Ucapnya dengan sangat antusias. Jaemin mengernyit, kebingungan.

Seakan mengerti raut bingung Jaemin, anak itu langsung menambahkan

"Kau pastilah si murid terakhir. Ah, benar-benar. Kami harus menunggu selama satu tahun sejak murid ke 20 tiba" dan jelas, perkataan anak ini hanya membuat Jaemin tambah sakit kepala.

Apa-apaan. Dia baru saja menerima sebuah surat misterius satu minggu yang lalu, kemudian dengan dorongan rasa marah terhadap ayahnya serta sedikit rasa penasaran, ia membuat keputusan gila dengan mempercayai surat itu, dan menaiki kereta menuju akademi ini. Lalu sekarang ia dicecoki dengan pernyataan bahwa ia -seorang anak yang tak pernah dianggap di keluarganya, seorang tukang onar (ya, setidaknya itulah yang selalu dikatakan ayahnya kepadanya, bahwa ia adalah tukang buat masalah)- adalah orang yang sudah ditunggu kedatangannya sejak setahun yang lalu di akademi ini. Hah. Entah Jaemin mesti merasa bangga atau apa. Ia tidak tahu. Sampai-sampai ia hanya ternganga mendengar perkataan anak itu.

The Academy - NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang