Chapter:3

696 141 34
                                    

Ini adalah hari kedua Alana kembali bersekolah. Dia merasa sedikit aman karena semalam tidak terjadi apa-apa padanya oleh orang suruhan Alister. Semoga masalah ini sudah selesai, pikirannnya.

Dan sekarang ialah waktu istirahat bagi semua siswa setelah merelakan otak mereka untuk menyerap pelajaran. Elisa dan Roni sedari tadi telah membujuk Alana untuk mengikuti mereka ke kantin, tetapi gadis manis itu kekeh ingin di kelas saja dan menyalin catatan pelajaran selanjutnya mengingat masih banyak yang belum dia lakukan. Maka jadilah Elisa dan Roni saja yang pergi kekantin dan berjanji akan kembali secepat mungkin.

Saat Alana sedang sibuk dan serius menyalin catatan milik Roni, tiba-tiba saja dua orang siswa berandalan menghampirinya. Seketika hal itu membuat Alana bergidik ngeri. Mengapa mereka menghampirinya dikelas seperti ini? Mereka..

Mereka kan anak buah dari Alister?..

"Alana, kami disuruh membawamu ke markas sekarang." ucap salah seorang siswa berandal tersebut.

Alana menelan ludahnya gugup. Markas? Berarti..urusannya dengan Alister belum selesai?

"Ba-baiklah." Alana tak mau menolak karena dia takut diseret seperti kemarin. Ini masih jam sekolah dan akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan jika para siswa melihatnya diseret seperti kemarin. Dengan menyimpan sejuta pertanyaan, Alana pun menyimpan bukunya dan melepaskan kacamata yang sedadi dia pakai untuk mencatat.

Menghirup udara sebentar, gadis manis itu bangun dari kursi dan mulai berjalan diikuti oleh kedua siswa berandalan tadi di belakangnya. Perasaannya bisa dibilang begitu takut sekarang. Mengapa dirinya harus kembali lagi ketempat mengerikan yang mereka sebut dengan markas itu? Tempat itu ialah neraka.

Setelah lima menit berjalan, dia sampai di depan pintu markas para berandalan ini. Dia melihat banyak siswa yang merokok didepan pintu. Salah satu siswa membukakan pintu gudang dan memberikan gestur seperti menyuruh Alana masuk kedalam.

Tidak Alana pungkiri, dia merasa ingin menangis sekarang juga. Dengan langkah kaki yang bergetar dia mulai masuk ke dalam markas.

Dan sekarang matanya bisa melihat tempat yang membuatnya takut dan trauma. Tempat dimana harga dirinya hancur. Tempat dimana dia merasa begitu tersiksa dan segala hal buruk yang terjadi padanya disini, berasal dari seorang pria yang tengah duduk sembari menghisap rokok di sofa besar tak jauh didepannya. Dengan tambahan sepasang mata yang terus menatap Alana intens.

Sedangkan di sebelah kiri, Gio dan Hansel tampak sedang bermain billiard dengan kedua matanya yang juga menatap Alana. Siapapun orangnya pasti akan dapat melihat bahwa gadis bertubuh kecil itu begitu ketakutan sekarang. Dan Alana memilih untuk menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tak ingin melihat apa yang ada di ruangan itu. Ruangan yang di bencinya. Ruangan yang masih menyimpan seluruh traumannya.

Alister sedari tadi tak melepaskan pandangan nya pada gadis didepannya. Dia meneliti tubuh si kecil dari atas sampai bawah. Menelanjangi Alana dengan setiap tatapannya. Dia juga bisa melihat wajah pucat dan pias pada gadis itu. Dan detik kemudian Alister menyeringai serta menjilat bibirnya.

Gio dan Hansel yang menyadari ekspresi Alister berubah segera memutuskan untuk menghentikan permainan dan beranjak keluar. Mereka tau apa yang diinginkan Alister sekarang.

Begitu keduanya sudah keluar dan meninggalkan Alana dengan Alister di ruangan besar, bagus dan lengkap seperti itu, lelaki tampan itu segera mematikkan rokoknya. Dia langsung berdiri dan melangkah menuju Alana yang masih terus menundukkan kepala. Dan sekarang pria yang lebih kecil dapat merasakan Alister yang berjalan mendekatinya. Tetapi dia tak berani untuk sekedar mengangkat kepala atau memandang. Hingga Alister berdiri tepat dibelakangnya dengan wajah yang mendekati dan mendengus tengkuk si manis yang medinding setengah mati.

HURTFULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang