Keesokan harinya, Prilly terbangun di pagi buta. Prilly mengingat kejadian sepanjang hari kemarin, dan ia sangat bersyukur. Selama ini ia memaklumi suaminya yang menjadi brutal dan kasar, karna ia tau, tak mudah menerima kejadian yang telah dialaminya dua tahun lalu. Sambil memandangi suaminya yang masih pulas tertidur, ia mengingat kembali masa-masa itu.
Saat Prilly sedang mengandung Maliq 7 bulan, Ali telah merencanakan syukuran besar-besaran di rumah mereka yang masih besar dan mewah saat itu. Tak tanggung-tanggung, suaminya mengundang salah satu artis ibukota dan banyak konglomerat yang merupakan kolega bisnis keluarganya. Semuanya telah siap, tinggal menunggu hari-H.
Malam itu, seminggu sebelum acara, ia dan suaminya seperti biasa memghabiskan waktu untuk mengobrol dengan calon bayi mereka, tak sabar menantikan kelahirannya.
"Rayn, kamu kapan keluarnya sih? Ayah uda ngga sabar nih pengen ketemu kamu."
Ali mengelus-elus perut buncit Prilly. Posisi Prilly berbaring bersandarkan bantal dan Ali berbaring di sampingnya.
"Ayah, jangan Rayn dong. Bunda ngga suka ah. Terlalu kebarat-baratan." Prilly merengek manja.
"Habis apa dong, Sayang? Hmmm... Aku pikir-pikir dulu." Ali diam sejenak. "Ah iya! Gimana kalo Maliq aja?"
"Ssstt.. Jangan keras-keras, Yah. Dia lagi bobok nih."
"Eh sori, Bunda. Saking senengnya nih." Ali memelankan suaranya. "Aku pernah baca di internet. Maliq itu artinya raja yang berkuasa. Jadi biar nanti anak kita bisa meneruskan bisnis keluargaku dan merajai saingan-saingan kita."
"Ngga harus meneruskan bisnis keluargamu juga kan, Ayah. Sesuai kemauan dan bakat dia aja nantinya. Jangan terlalu dikekang sama yang namanya bisnis keluarga."
"Iya deh, Bunda. Biar sesuai apa yang dia mau aja." Ali mengusap-usap perut istrinya lagi.
"Ayah, raja yang berkuasa juga bisa berarti Allah yang berkuasa kan? Jadi semoga dia jadi anak yang sholeh dan memasrahkan hidupnya sepenuhnya pada Allah. Aku mau deh nama itu, Maliq Aliandra Gozali. Artinya Maliq Anak Lelaki aliANdo dan pRilly sri RAhayu." Prilly tersenyum puas sambil mengelus-elus perutnya.
"Wah, bagus juga tuh Sayang. Maliq Aliandra Gozali. Maliq, kamu jadi anak sholeh ya. Biar kayak Bunda kamu." Ali menggenggam tangan Prilly yang sedang mengelus perutnya, kemudian menciumnya.
"Amiinn,"sahut Prilly. Mereka saling berpandangan dan tersenyum untuk waktu yang cukup lama.
Hingga Ali tak sadar ponselnya yang terletak di nakas bergetar berkali-kali.
"Eh, ada telepon Sayang. Aku angkat dulu ya." Ali mengambil ponselnya.
"Dari siapa, Sayang?"
"Ngga tau nih." Ali menggeleng karna memang di layar yang tertera hanya nomor saja.
Ali mengangkat telepon. Sesaat ia mengerutkan keningnya, terlihat raut wajahnya cemas. Ia menanyakan sebuah tempat, lalu mengangguk, beberapa kali ia menanyakan hal yang sama seolah memastikan apa yang didengarnya. Setelah cukup lama, akhirnya Ali mematikan teleponnya dan memandang Prilly dengan raut wajah sedih dan penuh kebingungan.
"Ada apa, Sayang?" Prilly memandang dengan perasaan tak enak.
"Rumah papa mama kebakaran, Sayang. Sekarang mereka sekarat di rumah sakit." Mata Ali mulai berkaca-kaca.
"Astagfirullah. Ayo kita cepat ke rumah sakit, Sayang."
Mereka segera bergegas ke rumah sakit. Namun sangat disayangkan, mereka terlambat. Kedua orang tua Ali tak terselamatkan. Ali memeluk kedua jenazah orang tuanya itu dengan sangat terpukul. Ali menangis meraung-raung. Sementara Prilly hanya bisa mengelus punggung Ali menguatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajarku Menjadi Imammu (Remake)
FanficPernikahan Aliando Gozali - Prilly Sri Rahayu mengalami goncangan. Sifat Ali yang berubah membuat suasana rumah tangga mereka menjadi kacau. Namun kesabaran Prilly seolah tak kunjung habis menghadapi sang suami. Apa yang menyebabkan Ali begitu berub...