Chapter 10

2.6K 228 11
                                    

Gitar yang semula diam, beberapa saat kemudian terdengar suara merdu yang keluar dari benda yang terbuat dari kayu tersebut. Gue memetik gitar dengan lihai seperti seorang musisi idola gue, Scrubb. Gue emang suka banget sama band satu ini karena lagu-lagu yang dia ciptain bener-bener sampe ke hati pendengar.

Jika lo ngedenger lagu Scrubb saat suasana hati lo senang, maka lo akan merasa lebih senang dari sebelumnya. Jika lo ngedenger lagu Scrubb saat suasana hati lo sedang kacau atau galau, maka lo akan merasa jauh lebih tenang. Seperti yang gue lakuin saat ini, bermain gitar sambil menyanyikan salah satu dari lagu Scrubb.

Gue mengambil foto polaroid yang masih gue simpen di dompet. Di sana nampak foto gue dengan seorang wanita yang paling gue cintai, pacar gue. Namun, segalanya telah berubah saat dia ninggalin gue tanpa alasan yang jelas. Dia bilang gue punya sifat dan kepribadian yang buruk buat seorang cowok, dia gak mau menjalin hubungan dengan seseorang yang tidak memiliki attitide. Gue hanya bisa melepaskan dia tanpa harus menyalahkan siapa-siapa. Jujur, gue masih punya perasaan cinta ke dia sampe saat ini. Gue gak bisa ngelupain dia yang udah bertahun-tahun hidup di sisi gue lalu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Saat gue dengerin atau nyanyi lagu Scrubb pun gue masih belum bisa ngelupain kesedihan gue akan dirinya. Gue terlalu bucin sama dia.

Tanpa pikir panjang lagi, segera gue robek foto tersebut beserta kenangan yang ada. Gue melemparkan potongan-potongan kertas tersebut ke segala arah. Gue meletakkan gitar yang semula gue mainkan, mata gue beralih ke layar ponsel gue yang berdering.

Gue melihat postingan tentang Tine- jalangnya SMANSA yang gue posting sebelumnya di Instagram. Makin lama postingan gue tentang dia makin banyak yang ngasih komentar, tentu saja komentarnya menghujat si Tine dan gue puas ngeliat hal itu.

Gue kembali menutup layar ponsel gue dan beralih fokus pada gitar yang akan gue mainkan.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu rumah gue, menandakan ada tamu yang berkunjung. Gue terlalu mager buat ngebukain pintu. Gue manggil adek gue, Phukong buat ngebukain pintu namun dia gak ngerespon panggilan gue.

Dengan terpaksa gue sendiri yang ngebukain pintu dan saat gue buka ternyata orang yang mengetuk pintu rumah gue adalah si kembar Tharn dan Thorn, sahabat gue. Gue mempersilahkan mereka masuk namun seseorang di belakang mereka juga ikut masuk, dia adalah Thanya, adek mereka.

"Dia ngapain?" tanya gue ke Tharn dan Thorn.

"Entah tu bocah, ngintil aja kerjaannya. Katanya mau ketemu adek lo, ada sesuatu yang penting" jelas Thorn ke gue. Gue mengangguk paham.

"Tapi adek gua lagi gak ada di rumah" bales gue.

"Hoi Thanya" teriak seseorang dari dapur membuat gue kaget.

Punya adek sialan banget, dipanggil kakaknya daritadi gak nyaut-nyaut, giliran dipanggil Thanya aja dia langsung muncul. Adek laknat

"Yaudah masuk aja" Gue menyuruh Tharn dan Thorn supaya masuk ke kamar gue. Walau agak berantakan, mereka tetep aja nikmatin duduk di atas kasur gue. Mereka kan emang jorok.

"Jadi gimana kabarnya si jalang itu?" tanya Tharn. Yang dia maksud adalah Tine.

"Mana gue tau" bales gue bodo amat.

"Cie pura-pura gak tau, dia kan istri lo, haha" sahut Thorn sambil tertawa.

"Amit-amit gua punya istri cabe macem dia"

"Jangan sok nolak gitu, ntar jodoh gimana?" Tharn membalas omongan gue dengan nada mengejek. Si kembar ini memang sama-sama brengseknya.

"Sialan lo pada! Gue gak bakalan suka sama cabe, hrga diri gue terlalu tinggi buat sampah macem dia" ucap gue mantap. Tharn dan Thorn cuman bisa ngeiyain omongan gue sambil cekikik'an gak jelas.

VACHIRAWIT - BRIGHTWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang