Cit! Cit!
Bugh!!!
Decitan sepatu di lantai gym terdengar jelas. Suara spike keras barusan juga berhasil membuat seseorang berteriak sambil berlari dengan penuh semangat ke arahku. Sepertinya ia sudah merasa cukup puas memukul bola untuk kesekian kalinya hari ini.
"ARGHKAAASHEEE!! "
Suara memekik Bokuto-san memasuki gendang telinga dengan kasar. Sepertinya akan masuk rekor suara paling nyaring di akademi Fukurodani, itupun jika memang ada kontes seperti itu, tapi sepertinya mustahil ada.
"Tolong pelankan suaramu Bokuto-san," aku mencoba bersabarーmenahan diri yang sebenarnya ingin mengomelーlalu memberikan botol minum kepadanya.
Ini Bokuto Koutarou, murid kelas tiga sekaligus kapten tim voli Akademi Fukurodani. Kuakui, skill bermainnya memang sangat baik.
Tapi aku heran, setelah berlatih sejak tadi, energinya terlihat tak terkuras sama sekali. Bahkan berteriak sekencang itu Bokuto-san juga tampak masih sangat sanggup.
Keiji sepertinya sudah terbiasa menghadapi Bokuto-san yang seperti ini, jadi wajah tampannya tetap terlihat tenang walaupun suara tersebut nyaris membuat seisi gym menutup telinga secara spontan.
"HEY HEY HEYY!! Arigatou, Arghkaashee-chan! "
Bokuto tertawa keras setelah meneguk air minumnya dengan penuh semangat.
Ia menyerahkan botol yang telah kosong itu setelahnya.
Aku membalikkan badan, hendak mencari handuk bersih untuk kuberikan pada Bokuto-san, tapi entah kenapa, rasanya tubuh ini tak bisa diajak kompromi lagi.
Pandanganku mulai buram, warna pudar dan efek cahaya yang silau dan memusingkan muncul bersamaan. Kompak sekali.
Botol minuman yang ada di tanganku, berhasil meloloskan diri ke lantai.
Brukkk!
Suara di sekitar semakin riuh, rasanya sangat memusingkan, dan setelah itu, aku tak dengar apa-apa lagi.
...
"Kelas 1-1, ano-- Misaki-kun, kau sekelas dengan adikku, kan?"
Misaki Shiori yang tadinya sibuk melatih receive-nya segera berlari mendekat kearah Keiji, kemudian mengangguk cepat.
"Ah, ano-- apa hari ini ada mapel olahraga? " Keiji sudah cemas, ia segera menyingkirkan Kiirei dari lapangan.
Misaki mengangguk, untuk kedua kalinya.
"Hari ini mapel olahraga, kelas kami penilaian lari estafet dengan jarak yang cukup jauh, Akaashi-san."
Dahi Keiji mengernyit, tangannya memegangi pelipis dan memijatnya perlahan.
"Ah sudah kuduga pasti karena itu, " Keiji berkata pelan, "aku akan membawanya ke UKS, kalian lanjutkan saja latihannya. "
Keiji mengangkat tubuh lemas Kiirei perlahan ke punggungnya.
Tatapan sangat khawatir terpancar jelas dari mata biru miliknya, kepada satu-satunya keluarga yang paling ia sayangi, setidaknya.
"Ayolah, jangan terjadi lagi...kumohon.."
...
"Selanjutnya, Akaashi Kiirei, Naomi Furuichi, dan Azuma Tamane, silahkan bersiap di garis start. "
Aku mendengus kesal. Pemanasan mengelilingi lapangan tiga kali saja sudah cukup banyak menguras tenaga, dan kali ini penilaian lari estafet? Yang benar saja.
Sensei pastinya bergurau, kan? Apalagi di cuaca terik seperti ini. Ah, menyebalkan.
"Ayo Rei-chan, kita pasti bisa! " Rekan lari estafet ku, Nagashi Hikari, berteriak dari jarak yang cukup jauh. Dia yang akan menerima tongkat dari tanganku setelah ini.
Aku mengangguk, berusaha tersenyum kecil, walaupun ku paksakan, sih.
"Ichi, ni, sannn!"
Prittttt!
Suara peluit melengking sampai ke telinga kecilku.
Aku, berlari, dengan segenap tenaga dan kekuatan yang tersisa, sambil merutuki betapa lemahnya tubuh ini.
"Akaashi-san, apa kau tak bisa lari lebih cepat?! "
"Astaga, jadi hanya segini saja kekuatan dan kecepatan adik kapten voli kita?! "
Siapa sih, yang tidak marah setelah mendengarkan kata-kata seperti itu, dibanding-bandingkan dengan orang lain?
Aku ya aku, nii-san ya nii-san.
Tolong, ya, jangan bandingkan dua orang yang berbeda untuk disamakan.
Walaupun kami kakak beradik pun, tak semua hal yang ada pada kakak akan sama dengan adiknya. Berlaku juga sebaliknya.
Mereka tidak tahu seperti apa kondisi tubuhku, taunya hanya bisa berisik saja.
Mengganggu.
Berisik.
Aku berdecih pelan, masih sambil tetap berlari, tapi kali ini dengan kecepatan yang 'sangat' ku paksakan.
Sepertinya aku berhasil melewati Furui dan Tamane, tapi aku tetap tidak memperlambat langkah lari.
Tongkat sudah berpindah tangan, kepada Hikari.
"Yosh! "
Aku berteriak, kemudian, menyoraki Hikari yang sedang berlari ke pelari selanjutnya, pelari terakhir.
Aku berhasil sampai dengan cepat,dengan segenap sisa kekuatan yang kupunya tentu.
Hikari juga, sepertinya sangat bersemangat.
Nagisa-kun tak lama kemudian berteriak kencang dari arah sana. Ia berhasil menjadi pemain yang pertama mencapai garis finish, sebagai perwakilan terakhir dari tim penilaian lari estafet ku.
Semua penonton yang tadi sudah berteriak mengintimidasi dan menyepelekan ku bungkam.
Aku tersenyum tipis, rasanya puas sekali.
Ah, tapi bukankah sepertinya aku kelupaan sesuatu?
Tapi apa, ya?
....
Next ga?
Aneh ya ceritanya'-' jangan nanya kenapa disini belum ada inarizaki²nya, mau kubuat kalian mengenal oc nya dulu pelan pelan:"v
Sekali lagi saia minta bantuan untuk sekedar vote :)
Di prolog saia melihat banyak reader yang belum sudi meninggalkan jejak hikd T.T
Oke keknya navan dah banyak bacot ya '-'
Dahlah, pokoknya makasi mau baca^^
ーSalam sayang, navan
KAMU SEDANG MEMBACA
(r/m)iddle | Fukurodani x Inarizaki
Teen FictionBagaimana bisa beberapa jiwa terhubung melalui untaian kata? Akaashi Kiirei, tenggelam dalam riddle yang terus bermunculan dalam harinya yang kelam. Bertemu dengan dua rubah yang juga tersesat di dalam teka teki adalah sebuah kebetulan. Kebetulan...