02 Prioritas Kevin

9 1 0
                                        

"Walau terlahir tak punya apa-apa, aku ingin banyak hal. Kenapa kita menyerah sebelum mencobanya sendiri? Tentu harus dicoba dahulu. Orang yang hanya bisa menilai diri sendiri rendah adalah seorang pecundang!"

Audrey membaca dalam hati subtitle pada layar laptopnya dan menikmati setiap adegan pada drama tersebut. Gadis manis ini sedang menonton drama asal Korea Selatan yang sedang hangat diperbincangkan saat ini, Itaewon Class.

Bukan. Gadis ini bukanlah seorang pecinta drama korea ataupun boyband asal korea. Tapi bukan berarti ia adalah seorang hater. Ia tidak membenci korea sama sekali, ia bahkan sesekali mau mendengarkan musik ataupun menonton drama asal Korea Selatan tersebut. Ia hanya suka, tapi tidak sampai fanatik.

Hari ini adalah hari sabtu. Audrey tidak memiliki kelas hari ini. Biasanya gadis ini memanfaatkan waktu liburnya untuk membersihkan kos, menyuci baju, memasak, jalan dengan Kevin, dan seperti yang dilakukannya saat ini, menonton.

Ceklek!

Mendengar suara pintu yang dibuka, Audrey mengalihkan tatapannya dari layar laptop. Tampaklah seorang gadis cantik berambut panjang membawa bungkusan plastik dari salah satu perusahaan ritel.

"Eh udah pulang, Mar? Gimana keadaan sepupu lo?"

Sepupu Maria terkena demam berdarah. Sehingga Maria harus menemani tantenya merawat sepupunya di rumah sakit. Gadis itu bahkan harus berangkat ke kampus dari rumah sakit. Pasalnya jarak rumah sakit ke kampus cukup jauh, sehingga tidak memungkinkan kalau harus pulang balik kost.

Maria melangkah ke tempat tidurnya, "iya, Di. Sepupu gue udah sembuh."

Audrey memang lebih sering dipanggil Audi daripada Audrey. Hal ini dikarenakan saat kecil ada seorang temannya yang tidak bisa mengucapkan huruf R sehingga memanggil namanya menjadi Audi. Lucunya hal ini malah diikuti oleh teman-temannya yang lain sampai saat ini.

"By the way, itu apaan?" tanya Audrey seraya menunjuk bungkusan plastik yang dibawa Maria.

Maria mengangkat plastik tersebut, "oh ini baju kotor gue."

Audrey menggeleng tidak percaya. Hilang sudah imajinasi Audrey menonton seraya memakan snack.

Audrey dan Maria sudah berteman sejak di masa putih abu-abu. Kedua gadis ini secara kebetulan sama-sama di terima di salah satu kampus di Bumi Lancang Kuning ini. Kedua gadis ini lahir di kota Medan sehingga mau tidak mau harus merantau dan memutuskan untuk tinggal bersama. Berbeda dengan Audrey yang mengambil Manajemen karena tidak suka belajar, Maria malah mengambil jurusan Matematika karena sangat suka berhitung.

Mereka tinggal di sebuah kost-kostan kecil dibelakang kampus. Di dalam kamarnya terdapat dua buah tempat tidur yang posisinya saling berseberangan. Ditengah-tengahnya terdapat meja yang cukup besar untuk meletakkan barang-barang milik mereka. Terdapat juga satu buah lemari dengan dua pintu. Dan yang paling mereka suka adalah kamar mandi di dalam kamar. Pasalnya jika hanya ada satu kamar mandi dan untuk bersama pula, yang ada mereka bisa telat ke kampus karena berebut kamar mandi. Walaupun kecil, kost ini sangat nyaman untuk ditinggali.

Maria melirik jam tangan putihnya yang terlihat sangat cantik dikulitnya yang hampir seputih kertas, "udah jam setengah tujuh aja. Lo nggak jalan sama Kevin? Tumben," tanya Maria seraya menatap penampilan Audrey saat ini. Celana pendek putih diatas lutut serta kaos hitam longgar.

"Mampus," Audrey menepuk jidatnya pelan. Gadis ini baru ingat kalau ia ada janji dengan Kevin jam tujuh nanti. Gadis ini buru-buru mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi.

Sementara Maria hanya geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu. Kemudian Maria mengambil piring dan sendok untuk memakan tumis udang yang sudah dimasak Audrey.

"Kayaknya ini kurang cocok deh," ucap Audrey kepada dirinya sendiri.

Gadis ini telah selesai mandi dan sedang mencari baju yang cocok untuk dipakai jalan malam ini. Audrey memang agak susah dalam memilih baju, bukan hanya untuk malam ini saja. Pasalnya banyak baju yang tidak cocok untuk warna kulitnya yang cokelat. Salah salah memakai baju, malah membuatnya terlihat kusam. Dan bodohnya Audrey senang membeli baju yang tidak sesuai dengan warna kulitnya, dengan alasan modelnya bagus. Ujung-ujungnya baju itu terlipat dengan rapih di dalam lemari tanpa pernah disentuh.

Akhirnya pilihannya jatuh pada bluose biru dongker polos dengan leher berbentuk V. Dan mengenakan jeans hitam yang memperlihatkan lekukan kakinya yang indah.

Kevin is Calling...

Biasanya kalau sudah menelpon begini, artinya Kevin sudah berada di depan. Gadis ini pun meraih slingbad mungil berwarna putih dan buru-buru keluar kost.

Saat tiba diluar, gadis ini tidak menemukan Kevin. Tidak perlu menerka-nerka, Audrey sudah tahu jawabannya. Ini sudah biasa baginya.

Audrey merasakan ponselnya kembali bergetar. Sudah bisa Audrey tebak pasti Kevin kembali menghubunginya. Lalu setelah itu laki-laki tampan itu akan meminta maaf karena harus batal jalan dan menjanjikan untuk ganti hari. Audrey sampai hapal dengan kebiasan itu. Dan bodohnya ia masih bertahan dengan ketidakjelasan ini.

"Hallo, Di."

Audrey berdehem sebelum menjawab, "kenapa?"

"Maaf ya, kita jalan lain hari aja ya. Aku mendadak enggak bisa." See, Audrey sudah sangat hapal dengan perilaku Kevin.

"Rapat? Malam minggu gini? Bukannya kamu semalam udah rapat?" sindir Audrey.

"Enggak rapat, cuma ada hal urgent yang harus didiskusikan. Aku juga baru di kabarin Salsha. Emang mendadak banget, Di."

Audrey menggeram pelan mendengar nama Salsha. Mengapa gadis itu selalu saja mengganggu mereka. Salsha itu merupakan sekretarisnya Kevin. Sekretaris yang entah mengapa sangat suka merepotkan Kevin.

"Kamu marah?"

"Enggak. Yaudah aku mau tidur aja." Audrey berusaha menjawab dengan senormal mungkin. Berusaha menutupi rasa kecewanya. Lagipula ia tidak berhak untuk kecewa.

"Tumben. Biasa tidur diatas jam sepuluh."

"Udah ngantuk aja. Soalnya semalam kurang tidur."

Audrey pun langsung mematikan ponselnya dan kembali ke kamarnya. Sungguh ini bukan kali pertama atau kali kedua mereka batal jalan. Ini sudah kesekian kalinya, sampai Audrey tidak mengingat jumlahnya. Audrey pun dapat menyakini satu hal.

Bahwa dirinya bukan prioritas Kevin.

Laki-laki itu lebih mencintai organisasinya melebihi apapun. Hampir seluruh waktunya lebih banyak dihabiskan untuk kuliah dan organisasi. Sesekali mereka jalan atau Kevin yang bertamu ke kost Audrey.

Lagipula apa yang diharapkan olehnya? Kevin akan pelan-pelan berubah dan menjadikannya prioritas? Sepertinya harapan Audrey terlalu tinggi. Sangat kecil kemungkinan hal itu akan terjadi.

Karena dirinya bukan siapa-siapa.

Bersambung...

Hai. Gimana sama chapter duanya? Semoga suka ya. Jangan lupa vote dan komen ya, biar aku semangat nulisnya😁

May 16th, 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HOLD ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang