Sabtu pagiku yang suram, aku hanya duduk memangku putra tampanku Rio. Dengan sebelah tangan yang sibuk mengganti channel televisi.
Aku mengabaikan suamiku yang baru saja turun dengan pakaian formalnya, masih sibuk merapikan dasi merah maroon nya. Rasa kesal menjalar ke seluruh sisi tubuhku. Bahkan, di hari sabtu dia masih bekerja. Dia melupakan janjinya untuk tidak bekerja di hari libur.
"Sayang, tolong pakaikan dasiku" aku mengabaikan dasi yang dia ulurkan tepat di depan wajahku.
Aku melengos mengangkat Rio dan menciumi pipi gembulnya, Rio tertawa geli dan ikut mencium hidung mancungku.
Menghela nafas, Darren duduk di sebelahku mengambil alih Rio kepangkuannya dan mengecup pipiku."Sayang kali ini ak.."
"Kamu sudah terlambat lima belas menit untuk rapat penting mu sir, jadi berhenti menebar janji dan segera pergi" aku memotong ucapannya yang bisa kutebak akan menjanjikan hal-hal yang sudah pasti tidak bisa dia tepati.
Aku berdiri dan berjalan menuju dapur, menengok ke meja makan yang masih terdapat banyak makanan. See, bahkan dia tidak menyentuh makanan yang ku siapkan sedikitpun.
Aku berbalik dan menemukan Darren dengan Rio yang bergelayut manja di lehernya, dia menatapku penuh penyesalan. Dan aku hanya bisa memutar bola mataku, malas. Ini sudah sering terjadi, harusnya aku tidak sekesal ini kan?
"Maaf sayang, tapi aku harus pergi. Makan siang nanti aku sudah kembali" dia kembali menyerahkan Rio ke pelukanku.
"Ya semoga saja benar" jawabku, malas.
Dia menggeram. "Anna, kita sudah membicarakan ini kan. Aku tidak suka nada bicaramu" dia menyentak daguku kearahnya.
"Mengertilah sayang" nada suaranya melembut, ketika menangkap mataku yang merah dan berkabut. Jemarinya menangkup pipiku mengelusnya lembut."Apa selama ini aku kurang mengerti dirimu, huh?" Air mataku mengalir, kali ini dia sangat keterlaluan. Bahkan dia melupakan hari ulang tahun ku.
Dia gelagapan, "kumohon jangan menangis sayang, jangan" jemarinya gencar menghapus cucuran air mataku seakan tak rela satu tetes pun jatuh menyentuh lantai.
"Aku tak mau kita berdebat sepagi ini. Aku ingin ciuman dan pelukan darimu sayang. Jangan membuatku gelisah meninggalkanmu seperti ini" bisiknya."Maka pergilah, dan jangan ingat apapun tentangku" aku melepaskan rengkuhannya, memantapkan posisi pangkuanku pada Rio dan beranjak pergi ke lantai dua rumahku.
Di pijakan terakhir tangga, aku melihat dia masih ada disana dan mendengar umpatan yang keluar dari mulut yang selalu memberiku kepuasan itu.
***
Harusnya aku sudah tidak berharap lagi kan?
Ini memang sering terjadi, harusnya aku tak sekecewa ini. Harusnya aku mengerti pekerjaan nya. Aku istri yang bodoh bukan?
Tapi sisi lain dalam hatiku sesak oleh rasa kecewa. Aku selalu mengingat semua tentangnya, semuanya. Tanpa terkecuali.Kalian pasti menganggap aku kekanakan? Tapi, hei. Ini bahkan baru dua tahun setelah menikah dan dia seakan sudah melupakan semuanya.
Malam ini hujan deras, dan Darren belum kembali bahkan saat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Rasa kecewaku hilang tertekan rasa khawatir, cemas, dan rasa takut.
Kemana dia?
Saat mendengar deru mesin mobil, aku langsung beranjak dari ranjang, menyelimuti tubuh Rio putraku. Lalu turun kebawah.
Darren basah kuyup dengan jas yang tersampir di sisi kanan lengannya, kemeja putih nya yang basah mencetak jelas apa yang ada di dalamnya.
Aku mencoba biasa saja dan berjalan melewatinya ke dapur, aku berpura-pura mengambil air mineral yang biasa aku minum sebelum tidur. Dia menyusul setelahnya, saat sadar akan keberadaan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sexy Girl
RomanceSemua memujiku, dan berharap memiliki kehidupan seperti ku. Mempunyai suami tampan dengan kekayaan yang berlimpah, romantis, setia, dan bertanggung jawab. Tapi, apakah mereka mau bertukar kehidupan denganku setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya d...