Rambut yang biasanya digulung rapi itu telah menjuntai. Darah yang mengalir di pelipis tatkala ia terus berjalan ke arahku. Pula mata yang teperjam sebelah dengan aliran merah yang keluar dari sana. Tangannya terbalik tetapi ia tidak kesakitan, juga kakinya yang pincang membuatku ingin melemparinya sesuatu agar ia berhenti mendekatiku.
Sampai pada satu kata, yang membuat hatiku mencelus mendengarnya.
"MATI."
Seseorang menggoyangkan badanku, aku menoleh mendapati Elta menatapku heran.
"Ada apa dengamu, Fris?"
Aku menyadari tidak hanya Elta, tetapi temanku yang lain juga heran saat ini. Mereka mengingatkanku untuk segera menghabiskan cemilanku karena bel pergantian jam akan berbunyi sebentar lagi dan acara membolos ini harus diakhiri.
"Girls, se-sepertinya kita harus mengakhiri keberadaan grup-" kataku yang kemudian terpotong.
"Eh, ada kuis dadakan dari Mrs. Betty untuk kelas kalian. Kembalilah lebih dahulu. Untuk detailnya sudah ada yang membagikan di grup."
Dia temanku, July, memotong pembicaraanku, tidak mengindahkanku dan menyuruh kami—aku dan Elta—mengecek telepon genggam. Elta pun beranjak mengajakku keluar dari basecamp kami dan pergi ke kelas selanjutnya.
Kugigit bibirku, aku jadi tidak bisa mengatakannya secara jelas dan ini menakutiku.
"Fris. Jangan bilang, kau berniat menutup grup itu, Karena kematian Mrs. Emily?" bisik Elta disela-sela kuis yang sedang berlangsung.
Aku hanya terdiam. Hingga akhirnya Elta mengajakku berbicara dua mata sebelum pulang yang membuatku semakin tidak berkutik.
"Kau masih terbayang ucapan terakhirnya di kelas?" Elta mendecakkan lidah, "oh, ayolah Fris. Dia sudah mati. Yang mati tidak bisa hidup kembali."
"Ta-tapi, Elta. Karma itu nyata."
Elta mengembuskan napasnya secara kasar. "Baiklah, terserah apa katamu. Tapi yang jelas. Aku tidak percaya."
Dia berkata sembari meninggalkanku di lorong sekolah ini. Namun, aku berhasil menarik tangannya.
"Tapi, karma itu ada." Aku bersikeras, mencoba membuat Elta percaya pada keyakinanku.
"Jika karma tolol yang kau percayai ada. Maka, memang dia sudah mendapatkan karmanya karena telah macam-macam dengan geng kita."
Elta sudah membanting tanganku, melangkah pergi meninggalkan aku yang kalut.
Itu benar, akan ada masalah bagi siapa pun yang berani pada geng kami. Dan Mrs. Emily adalah salah satu korbannya. Meskipun geng ini hanya punya koneksi dan terbentuk ketika kami putus asa dengan nilai. Kami memiliki banyak informasi yang memudahkan kami memperoleh nilai tinggi. Awalnya, hanya lima orang tetapi kini sudah separuh dari siswa di sekolah ini yang bergabung dalam grup itu, meskipun mereka menyembunyikan identitas dirinya.
Sebenarnya guru dan kepala sekolah sudah tahu, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa pun karena latar belakang koneksi orangtua kami. Sayangnya tidak dengan Mrs. Emily, guru baru yang menentang bahkan sampai mengetahui akar dari grup itu. Yaitu geng kami. Tuduhannya tentu dapat diputar balik dengan mudah, hingga ia kemudian dipecat dan suatu hari yang naas ia tertabrak truk.
"MATI. SAMPAI MATI."
Kata-kata terakhir itu terus terngiang padaku saat berjalan masuk ke kelas di pagi hari. Tahu-tahu aku tersadar ketika semua anak di kelas menatapku. Wajah mereka pucat pasi. Tentunya tidak kumengerti mengapa mereka seperti itu, karena mereka mengerubungi sesuatu.
Ada bau busuk menyengat, ayam yang tersembelih tidak sampai putus dan darah yang berwarna merah kehitaman dibangkuku dan Elta.
"BIARPUN AKU MATI. SAMPAI MATI PUN AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KALIAN. SAMPAI KALIAN BERHENTI."
Itu kata tulisan yang berada di sana. Elta yang baru datang di sampingku langsung terjatuh lemas.
Aku?
Tentunya langsung berteriak-teriak kesetanan.
***
"Ji-jika yang dimaksud sampai kita mati, bagaimana?" kata salah satu temanku di basecamp kami. Rupanya hal serupa juga terjadi pada dua temanku selain Elta yang baru berkumpul ini.
"Sebagian siswa juga sudah meninggalkan grup besar kita." kata temanku yang satunya.
Elta yang sedari tadi diam, tiba-tiba menggenggam tanganku erat-erat sembari menunjukkan pesan masuk di ponselnya.
"Ju-july. Dia disekap di gudang O-oleh seseorang yang mengatasnamakan dari geng malaikat."
Tanganku berkeringat dingin. July memang tidak di sini. Siapa pun itu, kami yakin itu berkaitan dengan pesan berdarah yang kami terima pagi ini. Ketika kami menemukan July di sana, ia tertidur, dengan kulitnya dingin dan kusadari kalau ia ... Sudah tidak bernapas. Ada darah kering dan pisau yang menempel di seragam bagian perutnya.
Brakk
Elta yang berjaga di luar tahu-tahu terdorong kasar ke dalam bersamaan dengan pintu yang tertutup. Dari ventilasi di langit-langit, ada yang menyemprotkan sesuatu hingga membuat kami sesak dan tidak sadarkan diri.
Saat aku terbangun karena suara batuk-batuk dan umpatan tidak jelas. Kulihat July yang terbujur kaku dengan pisau di perutnya. Satu temanku yang lehernya dipasangi tali, satunya lagi tangannya tersayat-sayat, kemudian Elta yang batuk-batuk sembai mengais-ais lehernya. Aku jadi menangis histeris melihat mereka.
"Sudah sadar?" kata seseorang yang muncul di depanku, "mari kita lakukan permohonan maaf bagianmu."
Tiba-tiba ia menjambakku, aku yang lemas mencoba memberontak tetapi gagal. Ia dan temannya membawaku menaiki tangga terdekat untuk pergi ke atap gedung sekolah. Aku berteriak meminta tolong, tetapi nihil. Ini sudah larut.
Mereka yang bertopeng mendorongku ke lantai begitu tiba di atas. Aku berusaha lari tetapi rambutku berhasil dijambak. Kucakar tangan mereka yang memegang kepalaku dan berlari pergi ke tangga lain.
Aku harus lari, aku kenal mereka. Mereka adalah golongan intelektual yang tidak terima dengan grup itu di sekolah ini. Aku harus melaporkan mereka demi teman-temanku.
"Akhh!"
Ada yang berhasil menarik tangan dan mengunciku lalu memukulkan kepalaku ke dinding terdekaf. Kepalaku berdenyut nyeri, dan ada yang sedikit merembes. Namun, bukan itu yang kutakutkan. Seseorang yang berkali-kali memukulkan kepalaku ke dinding hingga membuat mulutku diam tiba-tiba menarikku ke pinggir gedung tiga lantai ini. Dia membuatku duduk bersimpuh di sana. Ini yang kutakutkan.
"Kau ingat perkataan terakhir, Mrs. Emily kan? Dia tidak akan memaafkan jika kalian tidak berhenti." Dia yang dari golongan pintar itu mulai mendorong tubuhku perlahan, "Maka, kubantu kalian untuk meminta maaf dengan membuat kalian berhenti hidup. Sekali pun kematian kalian akan terbukti sebagai pembunuhan. Semuanya akan terputar balik menjadi sebuah tindakan bunuh diri. Persis seperti fakta yang kalian putar balikkan pada Mrs. Emily. Ini setimpal, bukan?"
Aku yang sebenarnya tadi sudah menangis mulai menangis lagi.
"Me-mengapa kalian sampai harus membuat kami berhenti hidup?"
Brukk
Dia tidak menjawab, tetapi sudah mendorongku hingga yang kudengar adalah suara jatuhku sendiri.
Harusnya, sejak awal kami tidak seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GenFest 2020: Thriller x Slice of Life
Mystery / ThrillerHati-hati! Keseharianmu yang tenang bisa berubah jadi mimpi buruk dalam sekejap. *** Dalam Genre Festival Nusantara Pen Circle kali ini, para penulis akan menyajikan tulisan dengan Genre Thriller yang akan dibumbui dengan Genre Slice of Life. Sela...