Pagi ini Jovan bangun sedikit telat karena semalam dia demam, Bi Sumi menyuruh nya untuk istirahat dulu biar nanti Bibi yang menelpon wali kelasnya. Tetapi Jovan menolaknya dan ingin sekolah karena hari ini ada ulangan matematika.
Sesampainya di depan gerbang Jovan langsung di sapa oleh temannya yang berbeda-beda kelas, dia hanya bisa tersenyum kaku dengan wajah yang pucat. Orang di sekelilingnya menyadari bahwa Jovan sedang sakit, dan mereka yang menyadari itu langsung menawarkan Jovan untuk diantar ke UKS tetapi dia menolak.
Di kelas Jovan hanya bisa tertunduk sambil menunggu guru matematika datang, setelah selesai ulangan dia berniat ke toilet untuk membasuh wajahnya yang terlihat lesu. Teman sebangkunya yaitu Tania menawarkan untuk mengantar tetapi Jovan tetap kekeuh ingin sendiri.
"Kamu mau kemana Jo? Muka kamu makin pucat, udah duduk aja nanti tambah sakit,"
Ucap Tania sambil menahan lengan Jovan.
Jovan menengok lalu tersenyum.
"Gue mau ke toilet, sebentar ko tantan"
Jawab Jovan yang masih sempat memanggil Tantan.
Tania mengelus tangan Jovan dan barengi senyuman khawatir.
"Yaudah hati-hati ya Jo" Ujar Tania khawatir.
Tetapi Jovan malah mengeluarkan tetesan cairan bening dan membuat Tania tambah khawatir.
Jovan bukan orang yang gampang mengeluarkan air mata, tetapi saat ini dia sangat tersentuh oleh ke khawatiran Tania. Orang yang sedang sakit memang mudah menangis kan?
"Loh Jo kenapa nangis? Aku salah ngomong ya? Maap ya Jo aku buat kamu nangis" Ujar Tania kembali, dengan berdiri dan memeluk Jovan.
"Haha gue gapapa tantan, udah ah gue mau ke toilet dulu" Ucap Jovan sambil berpamitan ke Tania.
Di perjalanan menuju toilet Jovan merasa pusing dan berjalan lunglai, dia terus berjalan sampai toilet lalu membasuh wajahnya dan bercermin. Tiba-tiba penglihatan nya menjadi buram dan gelap, Jovan pingsan.
Jovan di bawa ke UKS oleh orang yang melihatnya, saat membuka mata Jovan langsung melihat semua temannya yang dari berbagai kelas menunggu dia. Jovan sangat terharu, dia tersenyum dan kembali tidur karena merasa sangat pusing.
Sampai dirumah Jovan langsung memasuki kamar dan membuka aplikasi chatting grup sekolahnya, semuanya menanyakan kabar tentang dia, tidak sedikit juga yang mengirim pesan pribadi.
***
Sekarang jam 1 malam, Jovan terbangun karena haus dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Dia duduk di ruang tv sambil menatap kosong layar yang ada di depannya.
Jovan rindu kedua orang tuanya, sekarang Ayah dan Bundanya sedang di luar kota untuk beberapa bulan kedepan, tanpa disadari Jovan menangis sambil mencengkram gelas kaca yang di pegangnya.
"Kenapa sih mereka gapernah peduli sama gue, hiks hiks" Tangis Jovan pecah saat itu juga.
"Kenapa gue gapernah ngerasain yang namanya kumpul keluarga, bahkan saat sakit pun mereka acuh hiks" Ujarnya dengan tangisan.
Jovan memang sempat menelpon Ayah dan Bundanya, tetapi mereka hanya mengatakan 'cepat sehat Jo, Iloveyou'. Lalu mereka langsung mematikan secara sepihak, bukan itu yang Jovan inginkan, dia ingin orang tuanya merasa cemas dan mengatakan agar segera pulang.
Jovan tersentak saat ada yang mengelus pundaknya dari belakang, dia lihat Bi Sumi sedang tersenyum tulus kearahnya lalu menghampiri dan duduk disampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adolescence whit Ignorance
RomanceMungkin di masa remaja setiap orang mempunyai sahabat atau seperti geng. Berbeda dengan Jovanka Lovita yang lebih suka teman daripada sahabat, dia tidak ingin pertemanannya terbatas sehingga disekolah orang-orang ingin berteman dengannya.