"Nice to meet ya! What's your name?"
-Nice to meet ya, Niall Horan
__
DHIKA melangkahkan kakinya santai di lorong kelas 11. Di sepanjang jalan, Dhika tidak luput dari pandangan cewek-cewek yang kebetulan ada di luar kelas. Grasak-grusuk terdengar dari cicitan cewek-cewek itu.
"Eh gila! Siapa tuh ganteng banget?"
"Cowok gue kalah ganteng."
"Itu yang namanya Dhika? ganteng woi!"
Dhika terus saja berjalan tanpa menengok cewek-cewek yang sedang membicarakannya. Disekolah lamanya pun dia memang sering menjadi pusat perhatian. Well, secara keseluruhan cowok itu emang cool dan idaman banget. Dia ganteng, apa lagi?
"Gue tahu gue emang ganteng. Biasa aja dong!" Batinnya berbicara.
"Dhik! Mau kemana bro?"
Dhika menoleh pada seseorang yang menepuk bahu kirinya, Devan. "Cari cewek." Jawabnya ringan.
Belum sampai seminggu ia bersekolah disini, Dhika benar-benar sudah dikenal hampir seluruh siswa disini. Mungkin karena ia mudah bergaul dengan semua orang, jadi enggak heran kalau temannya emang banyak. Mereka datang sendiri tanpa diminta. Entah karena tulus ataupun numpang tenar. Hah, Dhika enggak pernah peduli.
Selama mereka baik.
"Yo man, lo tinggal pilih yang mana." Devan mengedarkan pandangannya ke sekitar, kepada cewek-cewek disana yang sedang berbisik-bisik sebelum berbalik lagi ke Dhika. "So? Pilih mana?"
Dhika menggeleng pelan sambil terkekeh, cowok itu menepuk pundak Devan. "Enggak lah, buat lo aja. Gue masih ada urusan, duluan bro."
Dhika berjalan menjauhi Devan, melangkahkan kakinya entah kemana. Yah kemana aja, kesana-kesini semau kakinya berjalan karena memang Dhika belum hafal seluk beluk bangunan sekolah ini.
Setelah berkeliling tanpa tujuan yang jelas, kini akhirnya sampai di taman belakang sekolah. Taman ini teduh karena banyak pohon rindang ditanam disini. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, hanya ada beberapa siswa yang duduk di bangku taman. Mungkin karena sebagian besar siswa lebih senang nongkrong di kantin daripada harus berjalan ke taman belakang yang letaknya memang di belakang banget.
Pandangan Dhika terhenti pada seorang yang duduk sendirian di bangku taman, sepertinya agak familiar. Ia bergerak mendekat dan menyipitkan matanya sambil menerka-nerka.
Oh ternyata Kiara.
'Ngapain dia sendirian disini?'
Tanpa pikir panjang, Dhika berjalan menghampiri Kiara dan langsung duduk disebelahnya.
Mengetahui ada seseorang yang duduk disampingnya membuat Kiara sedikit kaget dan reflek menoleh.
Kekagetan Kiara langsung berubah menjadi decakan pelan dan membuang mukanya saat mengetahui ternyata Dhika yang tiba-tiba duduk disebelahnya. Ngapain juga dia tiba-tiba muncul disini? Mengganggu ketenenangan Kiara banget.
"Hei," sapa Dhika pelan, "Ngapain lo ngelamun sendirian disini?" Tanyanya.
Kiara diam saja tidak menjawab pertanyaan Dhika. Menengok pun tidak, pandangan Kiara lurus kedepan memandangi pohon-pohon rimbun disana.
Dhika tidak ingat sudah berapa kali ia mencoba mengajak Kiara berbincang. Tapi gadis ini bersikap seolah Dhika adalah musuh yang harus di hindari. Padahal sudah lima hari Dhika ada di kelas yang sama dengan Kiara, namun belum pernah sekalipun Kiara bicara dengannya.
"Kiara ayo dong bicara sama gue, jangan diem begitu terus, hei."
Kiara tetap diam dan mengabaikannya membuat Dhika menghembuskan napas berat lalu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan lesu.
"Apa gara-gara gue nyerobot antrian di kafe waktu di itu, yang buat lo jadi jutek banget gini? Lo kesal ya karena itu?"
"Gue cuma ..." Kiara menoleh pada Dhika, "Hish! Nggak tau. Pokoknya kalau lihat lo, otak gue secara otomatis langsung memberi perintah untuk jaga jarak. Dan iya, yang di kafe waktu itu bikin gue kesal!"
Dhika terperanjat sejenak mendengar kata-kata yang dilontarkan Kiara kepadanya. Walaupun Kiara bicara tentang kekesalannya pada Dhika, Dhika malah tersenyum kecil. Ini adalah kalimat paling panjang yang pernah Kiara ucapkan untuk dirinya.
"Maaf, ya." Dhika terkekeh pelan, "Dan ngomong-ngomong, bisa nggak beritahu otak lo buat nggak memberi perintah jaga jarak dari gue? Gue bukan kuman, Gue steril."
Kiara mendengus dan memutar matanya. Dari pandangan Kiara, Dhika yang disekolah tidak jauh berbeda dari Dhika yang ia jumpai waktu itu di kafe. Lihat saja penampilannya, tidak memakai dasi, baju dan rambut yang berantakan, suka berisik di kelas padahal masih jadi murid baru. Ugh pokoknya menurut Kiara, Dhika ini enggak banget deh.
Tapi Dhika banyak fans nya.
Karena menurut cewek-cewek dia ganteng. Kiara memperhatikan Dhika sekilas, Ganteng dari mananya si?
Ada sih, tapi sedikit.
Kiara bergidik sendiri menyadari dia baru saja memperhatikan Dhika. Ia melipat tangannya di depan dada. "Nggak bisa."
"Ya makanya di reset dong," Dhika mengulurkan tangannya tepat di depan Kiara. "Yaudah kita kenalan lagi dari awal, ya. Hai, gue Dhika. Dan lo siapa?"
Kiara menaikkan sebelah alisnya dengan bibir yang dikerucutkan. Setelah dipikir-pikir, mungkin kata-kata Leah waktu itu benar. Kiara sebaiknya enggak buru-buru menilai Dhika dari penampilan dan kelakuan yang Kiara tau kurang dari seminggu ini. Seharusnya ia tidak menghakimi Dhika sebagai manusia menyebalkan secepat ini.
Oke deh, sistem otak dikepalanya akan Kiara reset.
Tangan Kiara terulur membalas jabatan Dhika dengan canggung dan ragu.
"Gue Kiara."
Senyum Dhika semakin lebar. "Oke Kiara, senang bisa bertemu!"
-Kiara's Type Crush-
A/n
Halo guys! Update lagi nih, apa kabar kalian selama masa karantina ini? Semoga selalu bahagia yaa❤
Jangan lupa vomment guys, satu vote akan sangat berharga banget bagi aku.With love <3
N.a

KAMU SEDANG MEMBACA
Kiara's Type Crush
Teen FictionMenurut Kiara, Cowok 'Cold' itu keren. Cowok humoris itu juga asik. Cowok ganteng, pintar dan baik adalah idamannya. Tapi Kiara tidak pernah suka dengan seorang 'Badboy'. Menurutnya Nakal ya Nakal. Didunia nyata mana ada yang namanya Bad boy tapi b...