Sekali lagi, aku mengenalnya sejak masa sekolah. Awalnya aku tak peduli siapa dia, siapa namanya, bagaimana hidupnya sampai akhirnya dia mengulurkan tangan dan menyapaku.
"Hai, Bintang. Kamu?", tanyanya bersemangat. Aku masih ingat wajah yang ia tampilkan kala itu.
Ya dulu ku pikir dia bukan laki-laki yang baik. Dengan tampang preman, rambut gondrong acak-acakan, baju seragam dikeluarkan. Cukup menggambarkan bahwa dia badboy bukan? Aku tidak menjabat uluran tangannya. Memasang wajah dengan angkuh dan tak mengiraukannya sama sekali. Aku tetap fokus melangkahkan kakiku, meninggalkan Bintang tentunya. Dan uluran tangan Bintang sia-sia waktu itu.
Ingin tertawa saat teringat dulu, begitu sombong aku padanya. Dan sekarang aku mencintainya. Apa itu karma? Haha ku pikir tidak. Memang aku tak pernah bisa selalu halus dengan laki-laki.
Sampai adik kelasku dulu saja bilang; "cantik-cantik kok galak".
Demi, ini tidak pencitraan. Memasang muka garang adalah jalan ninjaku supaya laki-laki yang tidak jelas berhenti menggangguku. Tetapi ternyata, ini tak berlaku untuk Bintang. Bukannya mundur, dia malah semakin penasaran.
Aku sekelas dengan Bintang waktu itu. Tidak senang, tidak sedih. Bodoamat gitulah. Tapi aku senang ketika aku tahu aku sekelas dengan sahabatku waktu kecil, Putra namanya. Aneh bukan? aku punya sahabat laki-laki sejak kecil. Apa ini cukup menggambarkan bahwa aku perempuan yang pendiam juga pemalu? Hahaha mungkin tidak. Tapi tak apa, aku ingin selalu menjadi diriku sendiri, selama itu baik. Dan akan terus berproses untuk menjadi yang lebih baik, lagi dan lagi.
🌻🌻🌻
Hari berlalu, waktu itu. Ternyata Bintang masih terus mengincarku. Entah apa yang membuat dia penasaran kala itu. Dia selalu menanyai Putra tentangku. Curhat dengannya, yah seperti orang kalau sedang jatuh cinta.
Jatuh cintanya Bintang padaku bukan hanya sekedar opini di otakku. Memang benar, dulu dia jatuh cinta padaku. Aku tahu ini dari Putra, mungkin Bintang seharusnya tidak menceritakan ini semua pada Putra. Supaya rasanya tetap menjadi rahasia, kala itu. Atau, Bintang sengaja? Supaya aku tahu ini semua dari Putra? Supaya dia tak repot-repot mengungkapkannya sendiri. Entahlah. Awalnya hanya sekedar bertanya apa sosmedku, berapa nomorku, dimana rumahku. Biasa saja memang kala itu, tapi sekarang aku merindukannya.
🌻🌻🌻
Ternyata setelah sedikit mengenalnya, dia seru juga ya. Humoris, friendly, romantis, kocak banget ga bisa diem. Mulai dari jailin tupperware yang dibawakan ibuku, memakan bekal temanku, memajang tasku di papan mading, memfotoku diam-diam, hingga mention aku disosial media hanya untuk hal yang tidak penting. Dia itu beda.
Dulu pernah, sedang asyik-asyiknya chating dia tiba-tiba bilang; "Va, buru sekolah. Nanti kalau telat ditanyaain Bu guru, kamu jawabnya gara-gara chatingan samaku, lagi".
Dia juga pernah bilang "Va, aku sedih", ku tanya kenapa, katanya habis disuruh motong rumput karena telat. Ga penting banget kan?
Pernah dia me-mentionku disosmed, difoto anak kecil yang bahkan kita tak mengenalnya. Dia bilang "Kita beri nama siapa ya, Va?". Allaaahhh!! Kenapa sih ada makhluk seperti diaa!! Hahaha.
Pernah juga di kelas waktu itu, gatau kenapa dia diem aja kaya lagi mikir negara. Dipanggil-panggil sama temanku juga ngga peduli, tetap saja dia diam melamun. Entah apa yang dipikirkannya kala itu. Sampai akhirnya temanku teriak, dan Bintang tiba-tiba nyaut dengan suara keras. Mungkin dia kaget.
"Bentar elah Va, Va", katanya.
Seisi kelas tersadar, begitu juga aku. Karna temanku yang memanggil Bintang, namanya Sari dan nama panjang Sari tidak berpeluang untuk dipanggil "Va". Sekelaspun yang bisa dipanggil Va Cuma aku, sepertinya. Apakah ada temanku yang nama panggilannya Va juga? Entah, masih menjadi misteri hahaha. Tapi ku kira tidak ada.
Seisi kelas mengejek kami. Ya, aku dan Bintang. Dan dengan segala bentuk pembelaan Bintang berkata bahwa dia tidak memanggil nama Va, pembelaannya juga katanya sekelas salah dengar. Iya, mungkin maksud Bintang satu kelas bolot semua. Tidak masuk akal hahaha.
Pernah juga mengubungiku tiba-tiba; "Va, aku pengen ngomong sesuatu samamu? Gimana ya. Tapi aku ga enak ngomongnya.", ketiknya di pesan seluler kala itu. Siapa sih yang tidak penasaran ketika orang tiba-tiba ngomong gitu. Ya ku pikir dia serius. Ternyata dia cuma mau ngomong kalo dia lapar.
Aneh, greget, tapi sekali lagi, dia beda.
Kita pernah main sama-sama. Bukan pernah lagi, sering bahkan. Berempat dengannya, Putra, dan sahabatku Wati.
Kala itu ya aku menganggapnya teman. Karena dia asyik orangnya. Tapi lama kelamaan ternyata perasaan itu muncul juga.
🌻🌻🌻
Author's notes : Hai, aku Eva. Mau bilang, ini cerita fiksi dari imajinasi liarku ehehe. Jika ada kesamaan tempat, nama, dan rasa, mari kita bersama. Eh ga gitu hahaha. Maksudku jika ada kesamaan tolong dijadikan pemakluman, mungkin aku memiliki kemampuan cenayang. Paan si, gajelas :(
Oh iya, kritik saran kalian sangat membantu loh. Happy reading ya semoga suka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rampung yang Rumpang
RomansaBarangkali kamu perlu tersadar. Bahwa cinta yang paling dalam adalah setingkat merelakan orang yang kita cintai merasakan apa itu bahagia, meski sumber bahagianya sekarang bukan kita. Kita juga berhak kok, bahagia. Hei semangat ya. Semoga kita selal...