Jiwa-jiwa perindunya mulai melantunkan puasa-puisi, puja-puji. Mengucap salam, mengharap berkah. Dua belas Rabiul Awal, sosok itu tumbuh membawa sejuta cahaya.
Mulutan. Begitu orang kami menyebutnya. Perayaan semacam memperingati hari penting umat ini. Ya walaupun masih ada beberapa orang yang menganggapnya angin, tidak penting.
Langit di atas tidak mendung, tidak ada bulir yang turun. Namun tengoklah di kanan-kirimu, air terjun mereka menetes satu-dua mengingat jasa-jasanya. Mengingat sosok yang paling sempurna sejagat raya. Sebaik-baik hamba-Nya.
Entah dengan orang di pojok itu, apa tangisnya karena haru mengenang Nabi, atau hanya justru karena patah hati?
Entahlah, malam ini benar-benar syahdu
(12 Rabiul Awal 1441)
“Jika kita hendak mencari idola yang baik, selalu perhatian pada fans-fansnya, tidak menjadikan kita pangsa pasar, malah kita yang berhutang banyak, menyelamatkan kita dari jalan sesat, memberi kita cahaya terang, maka sosok idola itu adalah Nabi kita; Nabi Muhammad SAW..”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Turun yang Tak Seharusnya Turun
PoetryAda hujan yang hadirnya dinanti-nantikan Tidak jarang pula yang datangnya dimaki habis-habisan Ada seorang yang kau dekap penuh sayang Ada pula yang hanya sekadar mendengar namanya pun kau muak Inilah sajak-sajak perihal hujan Bukan menyuruhmu untuk...