Bab 6

637 55 8
                                    

Sore hari yang cukup indah hari itu, cuaca tidak hujan ataupun tidak panas, membuat Vano memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk belanja bulanan, sedangkan Leon sama sekali belum pulang sejak ia meninggalkan kosan tadi pagi untuk bertanding futsal, pagi yang membuat jantung Vano serasa ingin copot, namun tetap saja Vano merasa cukup senang dan tentu kejadian itu takkan ia lupakan, sekalipun Vano gagal merasakan ciuman Leon namun Vano merasa sangat bahagia, karena ia tau dan yakin kalau Leon juga punya perasaan yang sama untuknya, yang harus Vano lakukan adalah menunggu, ya! menunggu waktu yang tepat.

Entah sejak kapan Vano mulai menyukai sesama pria, namun tentu saja ada faktor yang membuat Vano menyukai sesama lelaki.

semua itu bermula kurang lebih ketika Vano masih duduk di bangku sekolah, tepatnya SMP.

Vano yang adalah anak semata wayang dari seorang pengusaha tembakau yang cukup sukses merasa dirinya kurang mendapat kasih sayang dari seorang lelaki, dalam hal ini ayahnya, kesibukan ayahnya sebagai pengusaha tentu membuat Vano merasa kesepian dan membutuhkan sosok ayah dalam hidupnya, namun semua itu hanyalah sebuah ilusi belaka.

ketika Vano sama sekali tidak pernah mendapat kasih sayang dari seorang lelaki di hidupnya, Disitu George muncul dalam kehidupan Vano, si cowok tampan yang sangat hobi bermain gitar dan merupakan idola bagi banyak gadis di sekolah dan bahkan beberapa cowok.

cowok berambut lurus dan bermata besar itu hadir dan menjadi sosok lelaki yang sangat Vano sukai, bukan karena ia tampan namun George sangat baik dan juga begitu perhatian kepada Vano bahkan ketika Vina mulai menjauhi Vano, namun ketika Vano mengungkapkan isi hatinya, George justru malah menjauhinya, sakit hati Vano justru semakin buruk ketika tak lama setelahnya Vina juga ikut memutuskan hubungannya dengan Vano dan menuduhnya sudah berselingkuh.

Semuanya kini sirna, dan Vano hidup dalam penderitaan selama dua tahun, hatinya tidak akan mungkin sembuh secepat itu namun baru-baru ini ia melihat secerca harapan baru yaitu Leon, kini luka dalam hati Vano mulai terobati dan Leon namanya sudah mulai muncul di hati Vano dan  menutup setiap luka yang ia rasakan beberapa tahun yang lalu.

Vano berjalan pulang sambil menenteng tas belanjaan, senyum manisnya tak hilang dari wajahnya, tentu saja karena memikirkan Leon, tak sabar ingin segera bertemu dengan si cowok berwajah tampan dan bertubuh kekar itu.

Mata Vano berbinar ketika ia lewat di depan toko perhiasan dan melihat sebuah kalung indah yang dipajang di etalase kaca, sebuah kalung couple yang memiliki bentuk unik.

kalung couple berbentuk hati yang dapat di pisah menjadi dua bagian tentu sudah biasa, namun bentuk kalung ini sangat menarik perhatian, kalung itu berbentuk angka 8 horizontal atau simbol tak terbatas atau abadi, dan kalung itu dapat dipisah menjadi dua bagian dan dapat disambung kembali.

"wahhhh cantiknyaaa" kata Vano sambil menempelkan hidungnya di etalase kaca.

"ngapain lo?"

Vano berbalik, ternyata kini Leon sedang berdiri di belakangnya dengan rambut yang agak basah oleh keringat.

"eh udah selesai tanding futsalnya?" tanya Vano.

"enggak belum, gue masih nendang bola nih" kata Leon sinis.

"lagi liatin apa sih?" tanya Leon.

Vano lalu bergeser dan menunjuk kalung couple berbentuk infinity berwarna perak di kotak beludru berwarna hitam.

"oh itu, norak!" kata Leon yang kemudian berjalan pulang meninggalkan Vano.

"lo tuh yang norak" balas Vano yang ikut berlari menyusul Leon yang kian menjauh.

"lo dari mana?" tanya Leon.

"dari supermarket"

"ngapain?"

Room 207Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang