Ayat Dua

57 7 0
                                    

SEPERTI biasa, sebelum berangkat sekolah, Jovita akan duduk di depan rumahnya, menunggu kedatangan Sofiana salah seorang sahabatnya sedari SMP dulu. Sambil duduk, tangannya aktif menggulir layar ponsel ke bawah, menghibur diri. Salah satu aplikasi menjadi kegemarannya belakangan terakhir.

Jovita jarang membeli ponsel, sekalipun benda persegi itu sudah rusak tak berguna lagi. Dirinya bisa-bisa ketinggalan teknologi sampai beberapa minggu atau bahkan bulan hanya karena tidak mampu membeli yang baru.

Jadi sekarang adalah kesempatan yang tepat, setelah melaksanakan ujian nasional SMP kemarin, ponselnya mendadak lembiru. Lempar beli baru. Apa daya, belum ada dana yang mumpuni. Itulah sebabnya selama liburan kelulusan, gadis itu benar-benar ketinggalan banyak informasi. Entah yang mengenai penandatangan surat kelulusan atau hal berkaitan ijazahnya.

Benar-benar hidup yang hampa.

Terasik dengan kegiatannya, mendadak jarinya berhenti karena sebuah notifikasi muncul.

sakuta_nabhan mulai mengikuti Anda

Siapa?

Itu yang muncul dalam benak ketika melihat akun yang tidak memiliki foto profil dan sama sekali tak ada umpan.

Pada akhirnya, ia memilih tidak menghiraukan. Hari ini sepertinya Sofiana akan datang terlambat, sudah lebih dari lima belas menit dirinya menunggu kedatangan sang sahabat, belum juga gadis cantik itu muncul di depan rumah Jovita.

Resah memandang ke luar, napas Jovita berhembus, ia kembali memfokuskan diri ke layar ponsel, melupakan kegelisahannya mengingat gerbang sekolah akan ditutup beberapa menit lagi.

"Jo! Maaf lama!" Suara seseorang membuat kepalanya mendongak.

Tersenyum, Jovita memaklumi. Ia berdiri, hendak menaruh ponselnya di dalam rumah. "Sebentar, ya."

Sekolahnya tidak memperbolehkan murid membawa telepon genggam. Jika saja sampai ketahuan, maka ucapkan selamat tinggal karena benda canggih itu akan berakhir menjadi ponsel geprek. Itulah sebabnya, tempat paling aman bagi ponsel baru Jovita adalah kasur di kamarnya.

Baru saja ingin keluar dari aplikasi yang belakangan terakhir digandrungi, seketika Jovita berhenti. Sakuta, akun yang sempat mengikutinya itu mengirim umpan dan sudah memasang foto profil.

Jantung gadis itu segera berdetak kencang kala melihat potret diri yang diduga foto asli Sakuta memiliki paras yang tampan, memikat hati.  Wajahnya nampak gen Asia yang begitu kental. Sepertinya pria itu memiliki campuran darah Indonesia dengan Korea, sinarnya memberi bukti seolah Sakuta sama menariknya dengan aktor-aktor dari Negeri Ginseng itu.

Iseng, Jovita segera menghampiri akun tersebut dan ternyata beberapa gurunya mengikuti pria ini.

Lalu, siapa sebenarnya Sakuta Nabhan?

***

"Iya, tau capek banget kemarin, tuh." Sofiana mampir ke kelasnya.

Oke, sebagai permulaan Jovita akan mengenalkan beberapa sahabatnya. Ada Erna, Tara, Ole, dan Sofiana.

Mereka berlima sudah menjalin hubungan pertemanan sejak duduk di bangku SMP, tepatnya kelas satu semester dua. Menjelang kenaikan kelas, takdir mereka baru dirajut.

Lulus SMP, keempatnya memutuskan secara kompak untuk kembali mendaftarkan diri sebagai bagian dari murid didikan SMA yang satu naungan dengan SMP mereka dulu, terkecuali Erna yang mengikuti perintah kedua orang tuanya untuk masuk sekolah lain.

Kemudian kala hasil tes masuk keluar, surat pernyataan yang mereka terima masing-masing menyatakan bahwa Tara, Ole dan Jovita satu kelas, sedangkan Sofiana berbeda dengan ketiganya karena gadis itu mengikuti program kelas IPA, bukan IPS.

Walau begitu, Sofiana sering mampir ke kelas mereka hanya untuk sekadar menghabiskan bekal di waktu istirahat sambil melontarkan beberapa kisah yang mendera atau bahkan topik mereka sampai mengusut isu-isu terkini.

Beginilah jika beberapa kepala yang punya satu pemikiran, mereka lancar tak bercelah hanya untuk berkomunikasi.

"Eh, sumpah, aku mau nanya." Sofiana kembali bersuara setelah keempatnya hening. "Ada yang follow kalian nggak namanya Sakuta Nabhan?"

Seketika Jovita unjuk diri.

"Kamu difollow, Jo? Tara sama Ole?"

Keduanya yang dimaksud menggeleng.

"Dia siapa, sih?" Jovita penasaran.

"Feeling aku, sih, dia salah satu guru yang pesantren juga di sini."

"Oh, jadi dia pengurus kamar?"

"Bisa jadi, soalnya aku liat di akun Kak Putra pasang foto bareng Sakuta itu, ditag akunnya yang sama dengan yang ngefollow kita, Jo."

"Oh, gitu, tapi kayak yang nggak pernah liat. Entah virtual atau kenyataannya."

"Mungkin dia di kamar terus kali atau bisa jadi dia baru juga di sini." Sofiana mengulum mesem. "Ganteng, ya, orangnya."

Jovita memperhatikan dengan dalam. Ada yang mengganjal ketika sahabatnya itu mengutarakan isi hati. Seperti ketidakrelaan langsung mendera dirinya kala Sofiana berujar demikian.

Kendati, senyumnya mengembang dengan lebar. "Iya, ganteng."

"Sakuta?" Baru setelah keduanya selesai, Tara bertanya lebih lanjut. Antaranya dan Ole, dia yang paling ingin tahu.

"Kamu nggak difollow sama dia?" Sofiana menaikkan salah satu alis waktu melihat Tara menggelengkan kepala. "Kok nggak, ya? Padahal aku sama Jovita difollow."

"Mungkin karena kita udah berteman sama Kak Putra kali." Jovita teringat, saat pertama memulai pembelajaran di kedudukan yang berbeda, tepatnya ketika pelajaran bahasa Inggris, Kak Putra guru mereka memberikan akun sosial medianya. Untuk jaga-jaga takut saja jika ingin bertanya soal tugas, karena memang bagi guru muda itu ia tidak terbiasa memberikan nomor pribadi, sekalipun pada murid.

Hal itu yang mendorong Sofiana dan Jovita mengikuti perintah tersebut karena mereka merasa akan membutuhkan banyak informasi yang berkaitan mata pelajaran tersebut.

Hanya Tara dan Ole yang tidak demikian, bagi mereka, selagi ada Jovita di kelas maka semua fasal tentang materi sekolahnya akan selesai secara cepat. Sebut saja ini sebagai simbiosis mutualisme. Memanfaatkan satu sama lain.

Padahal, Tara dan Ole tak memberi manfaat pada Jovita. Maka kaitan tersebut yang dinamakan berbagi itu indah.

Terlebih pada sahabat sendiri.

Sofiana manggut-manggut mendengar penuturan dari Jovita. "Bisa jadi, mungkin untuk menambah kenalan di ruang lingkup sekolah, Kak Sakuta itu berpatok sama siapa aja yang difollow Kak Putra kali, ya."

Ketiganya mengangguk. Tak lama bel sekolah mereka berbunyi begitu nyaring. Sofiana akhirnya pamit pada mereka untuk kembali memasuki kelasnya yang hanya berjarak satu ruangan.

Sepeninggal Sofiana, Jovita menghela napas pelan. Rasa janggal yang mendera hatinya tidak mau sirna, ada satu rasa takut yang selama ini ia endap sepanjang pertemanannya dengan Sofiana.

Menyadari itu, Jovita langsung menggeleng samar. Ia tidak boleh menaruh curiga berlebihan lagi pada Sofiana. Kesalahannya pada masa lalu, tidak bisa mengotori masa depannya.

Sofiana, sudah menjadi sahabat yang baik untuknya sejak kejadian tersebut. Jadi Jovita harus melupakan duka itu dengan segera.

*****
~ bersambung ~

Razbliuto (ON-GO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang