Ayat Empat

41 6 0
                                    

"HEI!" Anita masuk kelas sambil bersorak, membuat banyak perhatian tersita pada dirinya yang memegang selembar kertas. "Ini nama-nama calon suami kalian, hasil dari perjodohan kepala sekolah."

Tentu saja mendengar hal tersebut anak-anak kelas dominan segera menghampiri Anita begitu agresif, seolah mereka tidak mau ketinggalan barang sehuruf pun dari nama calon suami mereka.

Sekadar informasi, sekolah Jovita ini menjunjung kemusliman yang kuat, dengan fakta tersebut, tentu saja kelas mereka dipisah dengan lelaki. Karena fasal itu, mereka yang terburu mendekati Anita merasa gugup, siapa tahu murid lelaki yang membuat mereka terpikat merupakan sosok yang dijodohkan dengan mereka oleh kepala sekolah.

Banyak teriakan histeris, bukan karena kejadian sesuai apa yang dibicarakan tadi, tapi mereka begitu senang mendapati kepala sekolah menjodohkan dengan lelaki berwajah rupawan. Biasa, penyakit manusia hanya memandang kesempurnaan terletak pada paras belaka.

"Jo, nggak mau lihat?" Karena penasaran Ole sudah bangkit dari duduknya, menunggu respon karena setelahnya ia berniat untuk mengikuti apa yang dilakukan anak-anak lain. Tak menutup kemungkinan Ole penasaran pula. Tara memang belum balik dari toilet, pastinya jika gadis itu di sini, bisa dipastikan Tara yang paling heboh, hendak mengetahui.

Dengan senyum ia menggeleng. "Kamu aja."

"Beneran nggak mau lihat? Siapa tau aja kamu dijodohin sama kakak kelas yang kamu suka itu."

Ada benarnya juga, Jovita berpikir dalam diam. Ia memang tidak menuruti tapi tak menampik dirinya mulai terpancing. Meski menurutnya hal tersebut tidak membawa manfaat apapun, pada akhirnya ia berdiri, mengikuti langkah Ole mendekati Anita.

Sambil menilik namanya yang berada di absen nomor empat belas, Jovita tidak bisa melihat secara keseluruhan tulisan di barisan tersebut karena terhalang oleh tangan Ole.

Menggeser pelan lengan sahabatnya, kefokusan Jovita meningkat begitu satu persatu huruf terlihat di pandangan matanya. Kumpulan abjad yang membentuk nama lengkap seseorang, membuat jantung Jovita berdebar hebat tak keruan.

Sakuta Nabhan.

Napas tertahan di kerongkongan membuatnya sesak, tetiba ia terbatuk hebat dengan mata terbuka. Belum bisa mencerna apa yang sedang terjadi, Jovita meraba sekeliling sambil memperhatikan langit-langit yang kemudian ia sadari, gadis itu berada di kamarnya yang gelap.

Jadi itu semua hanya mimpi?

Ah, mungkin dirinya terlalu membawa suasana waktu di sekolah kemarin siang, ketika topik pembicaraan mengusung pria berwajah tampan tersebut.

Mengenyahkan pemikiran tak penting, Jovita kembali merebahkan tubuh, sebelumnya ia melantunkan doa terlebih dulu, takut-takut bunga tidur yang dialaminya tadi merupakan kiriman energi negatif.

Seketika ia kembali tenggelam.

***

Sambil menyapa beberapa teman yang mengenalinya, Jovita tidak melunturkan tarikan tepi bibir. Hari ini animonya meningkat entah karena apa.

Yang jelas bukan disebabkan mimpi semalam. Pada kenyataannya sang gadis baru teringat kembali dengan mimpi yang dialaminya tengah malam itu saat diri memasuki kelas dan melihat Anita sedang piket.

Menaruh tas, Jovita mengeluarkan buku paket bahasa Indonesia, tadi sebelum berangkat sekolah dirinya sempat membaca sebuah cerpen di kumpulan kertas tebal tersebut, baru setengah membaca, Sofiana sudah menyerukan namanya di depan rumah.

Karena itu ia memutuskan melanjutkan bacaan yang terjeda, sembari menunggu kedatangan Tara dan Ole yang memang biasanya berangkat bersama.

"Jo!"

Razbliuto (ON-GO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang