Ayat Tiga

74 6 0
                                    

TAK pernah lepas pandangan Sakuta mengarah pada sang istri. Gadis yang lebih muda darinya delapan tahun itu sejak kepulangannya seolah menganggap Sakuta angin lalu.

"Besok kamu kerja?"

Dehaman menyahut. Sejak mereka menikah, istrinya itu memang berniat akan mogok bicara padanya, entah sampai kapan.

Sakuta tidak paham, apa yang ada pada diri Jovita hingga pria itu tetiba mempunyai rasa. Terlalu mendadak dan bagaimana bisa gadis yang belum mencapai kepala dua itu memiliki dampak gigantis yang menyulap dirinya jadi insan yang terburu.

Hingga Sakuta tak menyadari keinginan kuatnya untuk menikahi Jovita malah berakhir di jeruji pernikahan tak nyaman.

"Kita berangkat bareng besok, aku sekalian ada jadwal tutor gym." Ia menahan pergelangan tangan sang istri ketika kakinya melangkah di depan diri, genggamannya lembut dan hangat disadari sang gadis.

Tapi Jovita hanya mengangguk singkat, tidak berniat menolak atau gadis itu terlanjur malas debat?

Oke, mari Sakuta beri sedikit gambaran tentang kehidupan pasca menjadi sepasang suami istri dengan Jovita. Ini sudah lewat dua pekan sejak dirinya berani mengucap janji suci dan selama itu sang istri berhasil membuatnya merasa menikahi seperangkat robot karena Jovita lebih banyak gerak dibanding bicara. Ia tidak segan memulai kebungkaman hingga sepanjang hari. Baru saat tadi, gadis itu berani bicara duluan padanya, itupun karena harus izin.

Sebagai suami baik yang sedang menarik hati istrinya, apa Sakuta bisa menolak?

Meski kemudian ia merasa menyesal, karena ketika waktu hampir menunjukkan Magrib dan Jovita belum kembali, Sakuta gelisah sendiri.

Ia kecanduan.

Candu yang merangkap jadi manusia berkelamin perempuan. Dengan panggilan sayang darinya; Warda.

Mengapa Warda?

Singkat saja, Nabi selalu memenggal nama istri-istri beliau ketika memanggil. Jadi itulah mengapa Sakuta membiasakan diri untuk menyebut istrinya dengan panggilan yang beda dari orang-orang.

Jovita Wardani.

Nama yang kuat, begitupun dengan kepribadian sang pemilik. Seberapa besar angin menerjangnya, sekuat itu pula sang gadis untuk bertahan. Hanya saja Sakuta tidak tahu, bahwa ada banyak garis menganga yang tercipta karena rasa kecewa.

Lalu, bukankah kita tahu ke siapa lagi kita harus menjatuhkan tersangka?

***

"Di sini aja."

Alis Sakuta naik sebelah, dirinya memandang sang gadis dengan heran. Pasalnya, tempat kerja sang istri bukan berada tepat di sini, sekitar beberapa meter ke depan baru toko retail yang berukuran cukup luas itu berdiri, di sana lah Jovita membantunya mengais rezeki.

"Bukannya masih agak jauh?"

"Nggak apa-apa."

Pria berusia hampir kepala tiga itu hanya mampu menghela napas, Sakuta harus mengalah karena yang dihadapinya adalah hormon remaja labil. Salah taktik bisa-bisa buyar.

Ia menepikan mobil lantas menarik tuas lalu badannya menghadap penuh pada Jovita yang tidak mengindahkan kehadirannya, seperti biasa, gadis itu memilih sibuk dengan barang bawaan ketimbang melakukan hal wajar dari seorang istri ke suami pada umumnya.

Hei, bukankah saling menatap dengan cinta berkobar di mata adalah ladang pahala bagi pasutri?

"Warda," panggil Sakuta dengan nada yang lembut.

Razbliuto (ON-GO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang