MELANGKAH

116 49 21
                                    


"Kemungkinan besar ibu kamu sudah meninggal Vany." Kata Ayah.

"Kenapa nenek nggak pernah cerita tentang ini?" Ucap Vanya dengan manik penasaran.

"Karena dia menganggap ibumu masih hidup." Jawab Ayah.

"Emang udah ditemukan jasadnya? Kenapa ayah berfikir ibu telah tiada?"

"Peristiwa kecelakaan itu sudah lama, serta jatuh di pulau kecil. Mustahil kan untuk bisa bertahan hidup?"

"Dari seluruh penumpang, berapa yang belum ditemukan?"

"Banyak. Dari 160 yang ditemukan hanya sekitar 125."

"Jadi intinya?"

"Ibumu sudah meninggal saat kamu berusia 5 tahun karena pesawat yang ditumpanginya jatuh ke sebuah pulau terpencil." Kata ayah.

"Jadi, buat apa aku di tempat ini? Lebih baik aku tinggal bersama keluarga angkatku." Sebenarnya Ravanya sangat terpukul atas perakataan ayah. Dia sangat menginginkan untuk tetap berada di tempat ini. Tetapi, harapan dia untuk hidup seolah-olah telah tiada.

Ibumu telah meninggal.

"Ayah tidak setuju. Ayah sudah lama mencarimu. Kamu harus tetap di sini!"

"Buat apa? Tujuanku ke sini hanya untuk mencari tahu tentang keluarga ini. Sekarang, aku tahu ibu telah tiada. So, i must go from here!"

"Kamu lebih memilih tinggal bersama keluarga angkatmu dari pada ayah kandungmu sendiri?" Tanya ayah.

"Kalau ayah sayang ke aku, kenapa ayah tidak mencariku sejak lama?"

"Ayah kan udah bilang, sudah lama ayah mencarimu. Kamu saja yang tidak tahu bagaimana cara keluarga ibumu menyembunyikanmu. Bagaimana mungkin seorang ayah rela meninggalkan anaknya begitu saja? Sejak kamu lahir ayah belum pernah melihatmu. Ayah rindu. Sekarang kamu seenaknya bicara seperti itu, apa kamu tidak menghargai perjuangan ayah? Kamu tidak bahagia bisa bertemu ayah? Baiklah kalau itu memang inginmu. Terserah, kamu mau pergi ke mana pun ayah tidak akan mencegahmu, itu pilihanmu. Lebih baik ayah pergi dari tempat ini untuk selamanya."

"Maaf yah. Maaf. Maafkan Vanya yah." Ravanya menangis.

Diam. Tidak ada jawaban.

"Vanya minta maaf yah. Vanya ingin tau, apa yang membuat Vanya lahir di Jepang?"

"Ibumu memutuskan untuk berpisah dan kembali ke Jepang, rumah orang tuanya. Dia kembali ke sana ketika usia kandungannya 6 bulan." Jawab ayah.

"Maafkan Vanya yah." Ucap Ravanya seraya memeluk ayahnya.

"Semua terserah kamu. Ayah mau pergi ke luar kota. Kamu jaga diri baik-baik." Kata Ayah.

"Iya yah."

Ayah dan ibu pun pergi ke luar kota.

Ravanya terduduk lemas. Menangis. Hanya itu yang bisa dia lakukan.

Berharap Bunda masih hidup, namun kenyataan sebaliknya. Pupus sudah harapanku.

---

Hidup memang tak seindah ekspetasi. Lika-liku hidup memang tak bisa diatur sendiri. Kita hanya manusia yang harus menjalani hidup ini sesuai skenario Tuhan.

"Non Vanya ini ada paketan." Kata Bi Inah, pembantu di rumah nan megah itu.

"Taruh saja di situ bi, terima kasih." Ucap Ravanya.

"Paketan? Paling juga isinya darah. Kalau nggak ya teror. Udah lah nanti aja. Males."

Handphone bergetar.

Secret [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang