Part 2

164 26 11
                                    

Perjalanan Seiya Arundati mencari inspirasi dimulai. Ia bertekad memenangkan tantangan Aldi. Bukan untuk membuktikan kemampuannya dalam berkarya, melainkan kecintaannya terhadap Indonesia.

Suara riuh di sekeliling tak membuat perempuan asli Pekalongan itu kehilangan fokus. Ia tetap berdiri santai di peron stasiun Tugu Yogyakarta. Perlahan, gesekan roda besi dengan rel terdengar mendekat. Gerbong demi gerbong mulai berhenti dan memuntahkan penumpang yang memang bertujuan ke kota pelajar tersebut.

Seiya masuk ke gerbong satu dengan menggendong ranselnya yang tak terlalu besar. Langkahnya terhenti saat menemukan seat bernomor 14D. Sudah ada dua orang pemuda yang masing-masing duduk di seat 13D dan 13E. Sei meletakkan ranselnya di bagasi atas dan duduk di hadapan dua pemuda itu.

“Mahasiswa juga?” Seiya bertanya dengan santai.

Dua pemuda itu menatapnya dengan heran. Bagaimana tidak? Penampilan gadis itu terbilang nyentrik di mata mereka. Celana jeans robek-robek, kaos hitam bergambar tengkorak, sepatu buluk, serta cepolan rambut yang terkesan asal.

“Anak UPN Veteran,” jawab salah satu dari mereka.

Sei membulatkan mata sembari tersenyum lebar. “Gue kira nggak kuliah di Jogja. Baru naik juga, dong, berarti?”

Kedua pemuda itu mengangguk. Tak berapa lama kereta yang mereka naiki melaju.

“Kenalin. Gue Seiya, mahasiswi ISI.” Ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan.

Giliran dua pemuda itu yang terkejut.

“Woah! Pantesan gaya lo kayak gini. Anak seni ternyata.” Salah satu pemuda itu menyambut uluran tangan Sei. “By the way, nama gue, Awan.”

“Dimas,” sahut yang lain.

“Kalian mau ke mana?”

Dimas mengutak-atik ponsel dan menunjukkan layarnya pada Sei. “Kita mau liburan ke sana. Tempatnya oke banget buat diving.”

“Karimunjawa?” beo Sei.

Awan mengangguk. Sei sendiri terlihat berpikir hingga keningnya berkerut samar. Bagaimana jika ia mengubah destinasinya?

“Ada sesuatu yang bersifat ethnic, nggak, di sana? At least, culture or traditional cloth.”

Awan dan Dimas saling pandang beberapa detik sebelum kembali fokus ke gadis yang awalnya sok kenal itu.

“Ada. Dari yang gue baca, lo bisa nemuin tenun ikat di sana. It’s famous enough. Kalo buat culture sendiri, banyak sih, tapi lo harus nunggu paling nggak, hari raya atau bulan April yang notabene hari jadi Jepara sama peringatan pahlawan perempuan mereka, Ibu Kartini,” jelas Awan.

“Ini bulan Desember. Masih lama kalo ke April.”

Dimas menautkan kedua alisnya. “Emang lo mau ngapain? Pake nanya culture segala.”

“Gue dalam perjalanan nyari inspirasi buat bikin lukisan. Awalnya gue mau ke kampung halaman, sih. Lumayan tuh, Pekalongan, kan, punya batik khas. Tapi denger tujuan kalian, gue jadi pengen pindah haluan.”

“Gila lo!” pekik Awan. “Maksudnya lo mau ikut kita?”

Seiya mengangguk dengan senyum lebar. Mata gadis itu sampai menyipit.

Would you both mind letting me join?”

“Nggak, lah. Kita malah seneng nambah personil.” Awan melirik Dimas yang masih terdiam.

“Ok. Kapan lagi UPN sama ISI bisa satu frame?”

Seiya menjetikkan jari mendengar respon dua pemuda di hadapannya. Destinasinya resmi berubah. Bukan lagi Pekalongan, melainkan Jepara.

Amor Patriae [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang