Tetes demi tetes berlabuh, melebur, lalu berkomitmen dengan tanah.
Mereka hidup serumpun, bersepakat, bahwa kelopak bunga lembayung tak boleh menangis lagi.
Berikrar, burung pipit tak boleh kehilangan sarangnya lagi.Aku terpaku sejenak.
Memandang keluar jendela tanpa kaca, tanpa sekat, tanpa kanopi.
Memikirkan langkah-langkah kecil yang pernah sepatu hitam dan putih perbuat.
Berdampingan.
Selaras.
Saling menyambut.
Genangan-genangan hujan menjadi saksi, tentang dekilnya si putih kala itu.Dan hari ini hujan masih turun, rintik-rintik.
Namun kisah si hitam dan si putih, hanya tersisa titik-titik.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Hujan Turun
Poetryseperti pohon akasia yang percaya bahwa ia tak akan pernah tumbang hanya dengan hujaman ribuan air hujan, dan tanpa sadar badai tengah mengintainya diam-diam. apa kabar hati? masih sanggupkah?