Semalam, hampir saja hujan turun di bawah mata. Hampir, tidak benar-benar turun. Hanya tertahan di pelupuk mata. Sebatas membasahi kornea. Mungkin ia terlalu malu menampakkan diri. Atau mungkin, sebenarnya ia ingin keluar. Hanya saja sesuatu mencegah.Dear, hati.
Sekuat apa kau selama ini? Setegar apa kau melawan arus?Kumohon, apapun yang menerpa, tetaplah seperti itu. Tak peduli seberapa sering plester pasang-lepas disana. Kau harus bertahan. Demi aku, pemilikmu. Demi dia, malaikatmu. Dan demi mereka, pagar kehidupanmu.
Kau baik, aku tahu itu. Walaupun terkadang bergerak tanpa terkendali.
Kau buta, sewaktu-waktu.
Kau tuli, barang kali.Bertahanlah. Topeng yang kau ciptakan di wajah hampir sukses menipu. Jangan kacaukan lagi! Jangan bertindak gegabah lagi!
Sadarlah, kau payah. Aku payah. Dan kita memang payah. Aku tak mau jika harus merajut air mata di atas tanah. Memulai dari awal itu memelahkan jika kau tahu itu!
Yakinlah. Mungkin sewindu, lima puluh, atau beribu-ribu tahun lagi. Pasti salah seorang dari mereka akan mulai menyadarinya. bahwa kau juga istimewa, tapi dengan cara yang berbeda.
Teruntuk hati,
apapun. Apapun yang terjadi. Aku mohon, tetaplah seperti itu.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala Hujan Turun
Poetryseperti pohon akasia yang percaya bahwa ia tak akan pernah tumbang hanya dengan hujaman ribuan air hujan, dan tanpa sadar badai tengah mengintainya diam-diam. apa kabar hati? masih sanggupkah?