Namaku Langit. Aku adalah mahasiswa semester 3, jurusan Fotografi. Aku tinggal berdua dengan ibuku. Kalau kau bertanya dimana ayah, akupun juga tidak tahu.
Hari ini sedang libur, aku ingin menemui seorang wanita yang pendiam seperti patung. Tidak, aku hanya bercanda.
Namanya, Bulan. Aku sudah bersahabat dengannya sejak kecil. Aku masih ingat pertamakali kita bertemu saat dia sedang menangis karena es krimnya terjatuh. Kau harus melihat bagaimana jeleknya dia saat menangis.
"Bu, aku pergi dulu ya," pamitku kepada ibu. Ibu segera menghentikan kegiatan menjaitnya dan memandangku, "Mau kemana?," tanyanya. "Mau ketemu Bulan, bu," jelasku. "Hati-hati di jalan ya," ucap ibu, kemudian melanjutkan kegiatan menjaitnya.
Hanya butuh waktu 10 menit, aku sudah sampai di depan rumah Bulan. "Assalamu'alaikum," salamku. "Wa'alaikumsalam, oh ada Langit. Ayo sini masuk. Mau ketemu Bulan ya? tante panggilin dulu ya," kata ibunya Bulan.
Tak lama, Bulanpun turun. Wajahnya masih kusut khas orang bangun tidur. Kemudian dia duduk di sebelahku. "Bulan, kamu sekarang ganti nama jadi kebo ya? Jam 9 kok baru bangun?," ledekku. "Libur ini," jawabnya cemberut.
Aku tertawa melihat ekspresinya yang menggemaskan itu. "Cepat sana mandi, aku mau ngajak kamu ke toko buku," perintahku. "Iya-iya," jawabnya malas-malasan.
Sekitar 20 menit Bulan sudah selesai bersiap-siap. Dia selalu tampak cantik dengan cara berpakaiannya yang sederhana.
"Tante, aku ajak Bulan ke toko buku ya,"pamitku kepada ibunya Bulan. "Iya Lang, jangan pulang malam-malam ya," ucapnya mengizinkan.
***
"Bulan, kamu kenapa sih senang diam? Emangnya kamu ngga pengen cerita sesuatu gitu?" tanyaku memecahkan keheningan diperjalanan.
"Diam itu hal paling nyaman," jawabnya.
"Kenapa?"
"Karena aku ngga mau ribet dengan orang-orang yang ada di bumi."
"Termasuk aku?" tanyaku penasaran.
Bulan hanya diam, enggan menjawab. Aku menjadi semakin penasaran dengan jawabannya. Tiga tahun ini kedua orangtuanya sering bertengkar, yang akhirnya membuat seisi rumah menjadi perang dingin. Semenjak itu pula Bulan menjadi pendiam.
Setelah menempuh jalan yang sedikit macet, akhirnya kami sampai di toko buku. Aku segera mencari buku yang aku inginkan dan Bulan hanya mengikutiku. Aku bingung, apa dia tidak ingin membeli buku juga?
"Kamu kok ngikutin aku terus, emangnya ngga mau beli buku?" tanyaku.
"Kemarin baru beli."
"Aku sudah dapat nih bukunya, setelah ini kita mampir ke kedai kopi langgananku ya," ajakku.
"Iya," jawabnya.
Setelah membayar buku, aku segera melajukan motorku menuju kedai kopi. 5 menit, kami sampai.
"Hai, Lang. Udah lama ngga kesini. Ini siapa? Tumben kamu ngajak perempuan." tanya Ido, temanku. Dia merupakan barista di sini. "Namanya, Bulan. Dia sahabatku," ucapku memperkenalkan.
"Halo, Bulan. Saya Ido," kata Ido memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya. Bulan membalas uluran tangan Ido, "Bulan," ucapnya.
"Oke, Kalian mau pesan apa?" tanya Ido.
"Aku mau Americano. Kamu mau apa?" tanyaku pada Bulan.
"Samain aja."
"Bagaimana kuliahmu?" tanyaku lagi.
"Aku rasanya ingin berhenti saja. Kamu taukan, itu bukan jurusan yang aku mau," jawabnya lesu.
"Kamu ngga coba bujuk ayah lagi?"
"Udah, tapi dia tetap mau aku dijurusan Desain Interior."
"Kalau gitu, kamu harus bisa membuktikan bahwa kamu bisa berhasil menjadi seorang pelukis hebat," kataku berusaha sedikit membangkitkan semangatnya.
"Aku punya banyak lukisan, tapi ngga tau mau diapain."
Dua cangkir Americano sampai ke meja kami. Tentu saja Ido yang mengantarkannya, "Selamat menikmati," ucapnya.
"Coba nanti aku cari informasi tentang pameran lukisan. Barangkali lukisanmu bisa masuk dan terjual," ideku.
"Ngga perlu repot-repot," ucapnya.
"Jangan bilang begitu, aku senang jika bisa membantumu," kataku, lalu meminum Americano yang telah datang tadi.
Halo, Selamat datang di cerita Bulan Cahaya Langit. Semoga kalian menyukainya. Terimakasih untuk yang sudah membacanya❤. Kritik dan saran sangat dibutuhkan😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Cahaya Langit
Teen FictionBulan menerangi langit malam dengan cahaya cantiknya. Suatu perpaduan indah yang menenangkan hati apabila memandangnya.