Malam ini aku sedang duduk di balkon kamar menikmati angin yang sepoi-sepoi. Langit malam yang sungguh indah, bertaburan bintang-bintang dan bulan purnama yang bersinar terang. "Semesta, titipkan salamku pada Bulan ya," batinku.
Aku menyukai Bulan sejak dua tahun yang lalu. Awalnya aku mengelak, tetapi hati memang tidak bisa berbohong. Kau tau kenapa aku tidak mengungkapkannya kepada Bulan? karena aku tidak mau membuatnya risih dan menjauh dariku. Katakanlah aku pengecut, namun memang itu kenyataannya. Entah sampai kapan aku akan bersembunyi seperti ini.
Aku ingin menceritakan Bulan, kau mau dengar? Jadi begini, Bulan itu perempuan paling sederhana yang pernah aku kenal. Dia tidak seperti perempuan lain yang mengikuti trend kekinian dan selalu apa adanya.
Dia perempuan yang kuat, sama seperti ibu. Dia jarang sekali menangis, tapi aku paham bahwa hatinya hancur. Orang tua yang selalu bertengkar, cita-cita yang tidak didukung, jurusan kuliah yang tidak sesuai dengan minatnya. Belum lagi tidak ada yang mau berteman dekat dengannya, gadis kuno kata mereka.
Aku selalu ingin bersamanya, aku ingin membuatnya tersenyum kembali karena selama 3 tahun ini dia tidak pernah tersenyum.
***
Siang ini aku sedang makan di kantin kampus bersama Bulan,"Besok ada acara ngga?" tanyaku.
"Ngga ada."
"Oke, aku jemput jam 4 sore ya."
"Aku males keluar."
"Ayolah, jangan di rumah mulu."
"Yaudah."
Sabar langit, sabar. Bulan emang begitu orangnya.
"Lang, kamu ngga bosen sahabatan sama aku?" tanya Bulan tiba-tiba. Pertanyaan macam apa itu? Mana mungkin aku bisa bosan dengannya.
"Kalau bosan, sekarang aku ngga di sini."
Kemudian Bulan hanya diam mendengar jawabanku. Meskipun aku sudah lama bersahabat dengannya, tapi isi kepalanya memang susah ditebak. Terlalu rumit, menurutku.
***
Setelah kegiatan kuliah hari ini selesai, aku segera pergi ke kedai kopi langgananku. Sekadar untuk menikmati pemandangan kota sore ini.
Dibalik jendela aku melihat seorang anak kecil yang menangis karena ingin membeli mainan kesukaannya namun dilarang oleh ibunya. Anak kecil hanya memusingkan hal-hal yang sederhana. Terkadang aku ingin kembali menjadi anak kecil karena tumbuh dewasa tidak menyenangkan. Terlalu banyak hal sulit yang harus dilewati sendirian.
Kalau melihat balon yang lepas di udara, aku ingin seperti itu. Bebas terbang kemana saja yang aku inginkan. Tidak perlu khawatir hari esok akan seperti apa.
Pemikiranku ini memang tidak jelas. Namun, itu semua yang aku inginkan. Karena hidup tanpa sosok ayah itu sulit. Ibu harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami dan akupun harus berusaha keras agar bisa menjadi orang yang sukses.
Kalau dipikir-pikir, aku dan Bulan sama-sama memiliki nasib yang kurang beruntung. Tetapi kami tetap harus bertahan dan bersyukur dengan takdir yang sudah ada.
Daripada terus-terusan bermenung, lebih baik aku pulang karena ibu pasti sudah menunggu di rumah.
Hai semuanya! Update lagi nih. Selamat membaca, semoga suka❤. Kritik dan saran sangat dibutuhkan ya teman-teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Cahaya Langit
Teen FictionBulan menerangi langit malam dengan cahaya cantiknya. Suatu perpaduan indah yang menenangkan hati apabila memandangnya.