Selamat malam. Selamat membaca. Jangan lupa kasih dukungan kamu untuk cerita ini ya. Aku sangat senang jika kamu memberikan kritik dan atas ceritaku. Pencet bintang jugaa.
💌💌💌
"Dunia itu kejam jika kamu tidak mampu melawan. Tanpa belas kasihan dia akan menjatuhkanmu, namun dia akan mengangkatmu jika mampu bertahan." (Wulan Ayu K)
💌💌💌
Kali pertama aku membuka mata pagi ini, aku merasa langit-langit kamar runtuh di atasku. Kupejamkan mata erat, menahan rasa nyeri yang langsung datang tanpa permisi. Ketika aku duduk, sakit yang amat sangat datang bertubi-tubi. Rutinitas setiap pagi yang kulakukan adalah melihat bayangan diriku di cermin.
Betapa mengerikannya aku. Wajahku sudah berubah bentuk menjadi makhluk mengenaskan. Mata sembab seperti orang Cina lengkap dengan lingkaran hitam di sekelilingnya. Rambut panjangku acak-acakan. Tiba-tiba bibirku bergetar, air mata luruh begitu saja tanpa kuminta. Kuambil gunting di atas lemari, dan dengan kejam kupotong rambutku tanpa peduli bagaimana bentuknya. Aku benci melihat rambutku. Aku benci melihat wajahku sendiri. Aku benci melihat pakaianku.
Aku benci patah hati ini ....
Tangisku memenuhi ruangan berukuran 3 x 3 m ini. Dinding-dindingnya yang tebal menyembunyikan suara tersedu-sedu dari bibirku hanya untukku sendiri. Kalau pun ada yang mendengarnya aku tidak peduli. Aku hanya ingin menangis, menumpahkan rasa sakit yang tanpa ampun mengoyak hatiku. Aku terduduk di lantai, memeluk tubuhku sendiri yang terasa sangat lelah. Aku menangis sampai dadaku sesak. Sampai aku kehabisan napas.
***
Bedak tabur bermerek Marks dengan wadah bulat berwarna kuning ini aku tepuk-tepuk ke wajahku setebal mungkin. Setelah dengan tertatih-tatih aku memoleskan banyak jenis make-up seperti foundation, conceler, dan kawan-kawannya, akhirnya wajahku yang tadinya menyedihkan bisa tersamarkan. Tidak lupa lipstik murah berwarna merah kuoleskan di bibir. Selesai berdandan-yang ekstra dari biasanya-aku memasangkan jilbab segi empat berwarna merah marun yang panjangnya sampai sepinggang menutup aurat bagian atasku. Baju levis berwarna dongker dengan aksen merah yang senada dengan jilbab, manset tangan berwarna merah hati, serta rok hitam ala anak sekolah melengkapi prosesi berdandanku pagi ini. Aku pandangi diriku di depan cermin. Bibirku membentuk senyum lebar. Ternyata make-up benar-benar mempunyai kekuatan luar biasa dalam mengubah wajah seseorang.
Aku pun mengambil tas di atas kasur, memasang kaus kaki hitam, dan mengenakan sepatu flat shoes berwarna moccha.
Bagaimanapun waktu terus berjalan. Aku punya segudang tanggung jawab yang harus kutunaikan demi kelangsungan hidup di perantauan. Kulirik jam tangan sekilas, menunjukkan pukul 08.45. Masih lima belas menit lagi sebelum kelas dimulai. Aku berjalan santai menikmati udara pagi yang tidak segar lagi. Walau begitu aku terus menghirupnya dalam-dalam, memenuhi rongga dada, dan mengembuskannya perlahan-lahan. Berharap setiap hembusannya mengeluarkan luka-luka yang bersemayam di dalam dada.
Jarak kos dengan kampusku tidak terlalu jauh. Kalau aku bisa berjalan dengan kecepatan seperti orang berlari maraton, maka cukup lima menit saja aku bisa menelan jarak sepanjang kurang dari satu kilometer ini. Tapi kali ini aku ingin berjalan santai, menikmati jalan setapak yang dipenuhi kendaraan para mahasiswa-mahasiswi dengan tujuan yang berbeda-beda. Di setiap sisi jalan dipenuhi toko-toko kecil, ada foto copy, warnet, warung makan, mini market, kedai belanja kebutuhan harian, dan kafe-kafe kecil yang disesuaikan untuk anak kuliahan.
Memasuki kawasan kampus, tulisan "IAIN Bukittinggi" bertengger gagah di atas gedung rektorat dari kejauhan, menyusul pos satpam akan menyambut, lalu berjajar beberapa ATM dengan berbagai jenis Bank, lanjut gedung rektorat, dan di depannya adalah gedung fakultas ekonomi tempatku sering bolak-balik setiap hari Senin sampai Sabtu selama dua tahun terakhir. Kampusku cukup luas. Ciri khasnya adalah warna hijau. Pilihan yang bagus saat mata kita lelah, ketika melihat warna hijau akan menjadi relaks kembali. IAIN terbaik dengan urutan nomor lima teratas di Indonesia dan nomor dua paling diminati di Sumatera Barat tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 HARI TANPA KAMU [Dilanjutkan di Fizzo]
RomanceWulan Ayu Kencana sempat berpikir, jika mungkin memang tak ada kebahagiaan lagi di dalam hidupnya. Setelah semua yang terjadi pada keluarganya, ia tak lagi punya tujuan yang pasti dalam setiap langkah. Bersamaan dengan keputusan Wulan untuk berhijra...