Hujan Pertama

55 6 0
                                    

"Kamu tau Auhea Daniswara?" Terdengar suara bisikan dari lorong sekolah yang lenggang siang itu.

"Tidak" bisikan balasan terdengar.

"Serius? 'Sosok' yang biasa mereka panggil Grey itu loh"

"Hah? Kenapa dipanggil begitu? Sejenis panggilan kerennya?"

"Bukan, dia dipanggil begitu karena sosoknya yang masih abu-abu. Tidak ada yang pernah melihatnya, tapi namanya selalu ada di daftar absen, kudengar nilainya juga selalu terisi"

"Bagaimana bisa!?"

"Grey adalah sebuah misteri yang menghantui sekolah dua tahun belakangan ini"

"Jadi maksudmu namanya sekarang ada di daftar absen siswa kelas 12?"

Hening, kemudian diikuti desisan "hiii..." tanda bahwa dua orang yang sedang bergosip itu ketakutan.

Aku memutar bola mataku mendengar gosip yang sudah seperti makanan sehari-hariku itu.

Aku sama sekali tidak mempercayai adanya sosok misterius seperti Grey itu. Aku kenal semua murid di SMA Langit ini, dan memang tidak pernah kudapati orang bernama Auhea Daniswara itu dimana pun bahkan di gudang sekolah sekalipun.

Memang benar sejak kelas 10 nama itu selalu berada di daftar absen, tapi aku yakin pasti itu hanya akal-akalan sekolah ini untuk membuat cerita itu terkenal dan menarik banyak perhatian orang luar.

Jika memang benar ada sosok misterius itu, orang itu pasti sudah berbuat curang. Mana mungkin ada murid yang kolom kehadirannya tidak pernah terisi namun tetap naik kelas.

Curang sekali.

Besok adalah hari pertamaku menduduki bangku kelas 12, oleh karena itu ada beberapa murid yang datang ke sekolah untuk menyiapkan beberapa hal, seperti aku.

Aku datang untuk memindahkan beberapa barang dari kelasku yang dulu ke kelas baruku. Memang bisa dilakukan besok, tapi bagiku itu akan merepotkan jika harus mengganggu pemilik kelas baru nantinya.

Aku mengabaikan dua orang yang sedang bergosip itu dan menaiki tangga menuju lantai dua untuk memastikan apakah kelas 12 tidak terkunci agar aku bisa secepatnya memindahkan barang-barangku.

Mataku menelusuri lorong lantai dua, mencari kelas bertuliskan 12 MIA 1. Begitu menemukannya, tanpa perlu menunggu lagi, aku langsung membuka pintu kelas. Sialnya, aku disambut dengan keadaan kelas yang sangat kotor.

Bagaimana aku memindahkan barang-barangku jika kelasnya sekotor ini? Aku mendesah pelan, mencari sapu untuk membersihkan kekacauan ini.

Nihil, kelas ini tidak memiliki sapu satu pun.

Aku kembali mendesah pelan. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan manapun, berharap mendapatkan secercah keajaiban.

Beruntung, aku menemukan sapu ajaib itu di kelas sebelah. Tanpa membuang waktu lagi, akupun mulai membersihkan kekacauan di kelas baruku, hingga tanpa kusadari hari sudah sore dan hujan turun dengan deras, meninggalkan suara merdu air beradu dengan atap dan ranting.

Aku memutuskan untuk duduk di koridor, menikmati hujan sebelum memindahkan barang-barangku ke kelas.

Cipratan air sedikit demi sedikit mengenai kulitku, rasa sejuk dari angin yang berhembus membuatku tidak bisa untuk tidak memejamkan mata.

Aku sangat menyukai hujan dan aroma petrichor yang ditinggalkannya. Kedua hal itu membuatku lupa akan rasa stress dan letih yang kurasakan.

Membuka mata perlahan, aku tersenyum dan kembali berdiri, siap untuk pindahan. Aku berjalan santai menuruni tangga, seirama dengan bunyi hujan yang begitu merdu.

Tapi ketika sampai di lantai satu, aku menemukan hal yang lebih indah dari sekedar hujan.

Sosok itu berdiri di tengah derasnya air hujan yang mengguyur. Menatap langit seakan menikmati setiap tetes air yang menyentuh wajahnya yang seakan terukir oleh pemahat paling profesional di dunia. Dia memakai jaket hitam yang membalut tubuh tinggi dan proporsionalnya, lengan jaketnya digulung memperlihatkan arloji anti air yang melingkar di pergelangan tangannya.

Rambutnya hitam berkilau dibasahi air hujan, matanya memejam, bibir tipisnya tersenyum menandakan bahwa dia benar-benar menikmati hujan yang mengguyur tubuhnya.

Tanpa kusadari kakiku sudah melangkah mendekatinya, menerobos derasnya hujan yang mengguyur kami berdua.

Siapa laki-laki tampan ini? Aku tidak pernah melihatnya, apakah dia anak baru?

Mata laki-laki yang tadinya terpejam itu kini terbuka dan terlihat kaget ketika melihatku. Kami berdua sama-sama terdiam menatap satu sama lain tanpa sepatah kata apapun sampai tiba-tiba laki-laki itu berteriak.

"Jangan lihat!"

Karena terkejut aku refleks menutup mata dengan kedua tanganku, "kenapa!?" Tanyaku panik.

Kemudian aku dapat merasakan kain menutupi kepalaku dan sebuah tangan melingkar di pundakku, menuntunku berlari kecil ke lorong sekolah.

Ketika aku tidak merasakan hujan mengguyurku, aku membuka mataku. Mendapati laki-laki tampan itu menatap tepat kearahku sampai aku dapat melihat dengan jelas iris matanya yang berwarna coklat.

Jari telunjuknya dia arahkan ke bibirnya. Suara hujan berhenti, meninggalkan aroma petrichor yang lembut. Laki-laki itu tersenyum sebelum menarik tudung jaket di atas kepalaku untuk menutupi wajahku.

Buru-buru aku menyingkirkan tudung jaket itu untuk mengomelinya, tapi dia sudah menghilang, meninggalkan jaket hitamnya yang sekarang melingkar di pundakku dan aroma petrichor yang mengantar kepergiannya.

Laki-laki misterius itu membuatku paham akan arti cinta pada pandangan pertama.

###

Singkat banget ya?

Maaf deh :"

Tolong kritik dan sarannya ya ^^

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang