Hujan Kesembilan

24 5 3
                                    

Aku dan Nesya bertemu di atap sekolah setelah bel pulang berbunyi. Wajahnya yang secerah langit senja terkejut ketika melihat penampilanku yang berantakan.

"Aileen..." dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajahku yang masih memerah, "matamu bengkak, kamu habis menangis?"

"Aku sudah tau semuanya" ucapku tanpa basa-basi, "tentang pesan yang kamu kirimkan kepada Auhea dan tentang jaket itu"

Nesya terkejut, "a- apa maksudmu?" Dia mundur perlahan, sudut bibirnya berkedut seolah tertangkap basah.

"Tidak perlu mengelak" balasku, "aku tidak akan marah"

Nesya yang tadinya terlihat bingung kini menatap lurus kearahku. Pandangan matanya begitu tajam seolah ingin membunuhku. Kedua tangannya meremas rok sekolah yang dia kenakan sambil tersenyum remeh.

"Kamu meremehkanku?" Dia menyilangkan tangannya di dada. "Kamu marah sekalipun aku tidak akan peduli! Bahkan jika kamu mati sekalipun aku tidak peduli!" Dia berteriak, menyayat hatiku. "Dari awal aku tidak pernah menganggapmu sahabat! Semua yang pernah kita lakukan itu palsu! PALSU!"

Pertahanan yang kubangun dengan kokoh seolah runtuh dalam sekejap. Kenangan indah bersama Nesya seolah berputar di kepalaku kemudian pecah berkepin-keping. Semuanya palsu? Semua canda tawa itu palsu?

"Kamu selalu terlihat bersinar! Pintar dan bisa diandalkan. Selalu menarik perhatian orang-orang yang seharusnya memperhatikanku! Dari awal kamu lah yang berhianat! Mengatakan bahwa kamu akan selalu menjadi bayanganku!"

Aku menatapnya, mengingat kembali saat kami masih berada di kelas 10. Saat aku masih dikucilkan orang-orang dan Nesya datang membelaku, mengatakan bahwa dia akan melindungiku, dan dengan senang hati aku berjanji untuk terus bersamanya, menjadi bayangannya.

"Kamu lah yang mengubah aku menjadi lebih baik setelah semua orang mengejekku yang terlihat seperti anak desa" aku berusaha mengembalikannya pada kenyataan.

"Diam!" Dia kembali berteriak, "bahkan orang-orang yang kucintai selalu berpaling padamu! Saat bersamaku Brian selalu berbicara tentangmu! Aku muak! Grey yang begitu tampan bahkan seolah tidak pernah melirikku saat bersamamu! Kenapa kamu selalu mendapatkan apa yang tidak aku dapatkan! Tentu saja aku cemburu! Kamu pikir kamu siapa!? Kamu hanya bayanganku! Jika aku menerima begitu banyak rasa sakit akibat penolakan, kamu juga seharusnya merasakannya!"

Nesya terduduk, tenggelam dalam tangisnya. Gadis cantik itu, terlihat begitu rapuh dan lugu. Setiap hari terus memperlihatkan senyum di wajahnya yang cantik, tetapi terus menyimpan dendam terhadap aku yang selalu bersamanya setiap hari.

Aku mendekat kearahnya, memeluknya dalam diam sampai tangisnya mereda. Kuusap punggungnya dengan lembut dan kutepuk kepalanya pelan-pelan.

"Jika kamu menginginkan semua itu, ambil saja semuanya dariku. Bahkan jika kamu ingin aku kembali menjadi gadis culun seperti dulu, akan aku lakukan. Tidak masalah jika aku dikucilkan, asalkan kamu terus bersamaku" mendengar ucapanku membuat tangisan Nesya makin keras.

"Aku membencimu!" Teriaknya sambil memukul punggungku, "aku benci sifatmu yang begitu baik"

Aku tersenyum, "maafkan aku karena tidak menyadari rasa sakitmu, teruslah memarahiku jika itu membuatmu bahagia"

Nesya terisak, "aku berbohong" bisiknya.

"Eh?" Kagetku.

"Semua yang kita lakukan bukanlah hal yang palsu" dia melepaskan pelukanku dan menatap wajahku sambil menangis, "maafkan aku karena tidak menjadi sahabat yang baik."

Aku menggeleng, "sampai kapanpun kamu adalah sahabat terbaikku, kamu hanya perlu terbuka kepadaku dan terus berada di sisiku. Kembali seperti dulu lagi?" Tawarku dengan nada bercanda.

Nesya tertawa walaupun isakannya masih terdengar, "iya!"

Kemudian kami tertawa bersama dengan mata bengkak dan wajah yang masih memerah. Tidak memperdulikan langit yang mulai gelap.

Setelah puas tertawa, kami memutuskan pulang bersama, untuk merayakan persahabatan kami yang kembali damai. Sampai di gerbang sekolah, kami berdua dikejutkan dengan mobil Pak Hendrik yang tiba-tiba berhenti di depan kami, memperlihatkan Auhea dan ayahnya yang sedang tersenyum.

"Pfft...wajah kalian berantakan sekali" ejekan Auhea mendapat pelototan dariku dan tawa ringan dari Nesya.

Seakan baru menyadari sesuatu, Nesya melepaskan jaket yang tersampir di bahunya dan meletakkannya di bahuku. Auhea hanya tersenyum, bahagia mengetahui kami sudah berbaikan.

"Itu milikmu" bisik Nesya. Aku menundukkan wajahku karena malu.

"Anak gadis tidak boleh jalan malam-malam, ayo bapak antar kalian pulang" kami mengangguk mendengar tawaran Pak Hendrik dan segera memasuki mobil hitamnya.

Sungguh hari yang begitu melelahkan dan menyenangkan. Kulirik Nesya yang memejamkan matanya sambil menyenderkan kepalanya dibahuku, sepertinya dia kelelahan.

Auhea menatapku dari kaca spion dan diam-diam mengulurkan tangannya kebelakang. Aku tersenyum sambil membalas uluran tangannya.

"Aileen ya?" Tiba-tiba saja suara Pak Hendrik terdengar, membuatku buru-buru melepaskan tanganku.

"I- iya, pak" jawabku gugup.

"Terimakasih ya"

Aku memiringkan kepalaku bingung, "terimakasih untuk apa?"

"Berkatmu, sekarang Auhea berani datang ke kelas" jawab Pak Hendrik. Auhea memfokuskan dirinya melihat kearah luar, seolah berpura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan ayahnya.

"Tidak" balasku, "saya tidak melakukan apa-apa, Auhea lah yang datang ke kelas karena keinginannya sendiri"

"Untuk bertemu denganmu, kan?" Canda Pak Hendrik, membuat kami berdua malu. "Auhea selalu takut dikelilingi banyak orang, oleh karena itu dia tidak pernah berani untuk keluar ruangan saya. Tapi karena kamu, anak saya berhasil melawan ketakutannya."

Jadi begitu.

Ah, padahal aku selalu meninggalkannya ketika dia sudah berjuang untuk datang ke kelas.

Aku meliriknya. Auhea juga menatap kearahku. Kugumamkan kata terimakasih tanpa suara. Laki-laki petrichor itu membuang muka, wajahnya terlihat memerah saat cahaya bulan menyusup masuk lewat jendela mobil, membuatku tersenyum simpul.

Aku bahagia karena tidak perlu menunggu hujan untuk bertemu dengannya. Karena aku tau, bahwa dia lah yang akan datang kepadaku ketika aku merindukannya.

###

Akhirnya tamat...

Iya tamat :)

Thanks for reading ^^

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang