Hujan Keenam

15 5 2
                                    

Pagi ini cuaca begitu cerah, berkebalikan dengan hatiku yang mendung. Ini tentang Auhea, aku tidak ingin marah padanya, tapi disisi lain sahabatku lah yang dia tuduh menyebarkan hal buruk tentangku. Moodku benar-benar tidak baik, hampir saja aku melupakan niatku untuk memarahi Brian jika saja laki-laki berkacamata itu tidak menyapaku dengan senyum ramahnya.

Begitu aneh rasanya ketika melihat senyum itu ditunjukkan kepadaku ketika aku tau apa yang sudah dia katakan kepada Auhea tentang hubungan kami.

Tanpa membalas sapaannya, aku langsung menariknya keluar kelas. Dia terlihat kaget, tapi tidak menolak. Aku membawanya ke dekat tangga dan memojokkannya di tembok, berlagak seperti preman yang sedang memalak korbannya.

"Ada apa?" Tanyanya begitu punggungnya sudah menempel di tembok, menatapku dengan wajah bingungnya yang polos.

Aku menyipitkan mataku, memperlihatkan ekspresi kesal. "Apa yang kau katakan kepada Auhea? Apa maksudmu dengan 'hubungan' kita?" Aku menekankan kata 'hubungan' dalam perkataanku.

"Ah..." dia tersenyum remeh sambil membetulkan kacamatanya, "aku tidak pernah mengatakan apa-apa kepadanya"

"Jangan berbohong, Brian! Aku percaya pada Auhea-" kata-kataku seakan tercekat. Aku tidak mempercayai perkataanku, bagaimana bisa aku mengatakan ini setelah bertengkar dengannya kemarin?

Percaya kepada Auhea?

"Jadi kau suka padanya?" Aku membungkam mulutku saat dia bertanya, "apa yang dia punya sehingga kau tertarik padanya? Apa yang kurang dariku sehingga kau lebih memilih laki-laki yang bahkan tidak pernah datang ke sekolah? Tentu saja aku tidak akan membiarkanmu dekat dengan laki-laki pemalas itu!"

"Kau tidak mengerti!"

"Apa yang tidak ku mengerti!? Jelaskan, Leen! Buat aku mengerti, sehingga aku bisa memperbaiki diri dan kembali seperti kita yang dulu" dia menggenggam kedua tanganku, tatapannya memelas, tatapan yang pernah menjadi favoriteku dulu.

Aku menarik nafas, bersiap untuk menjelaskan semuanya. Menjelaskan bahwa semua ini karena Nesya yang menyukainya lebih dulu, betapa aku menyayangi Nesya sehingga rela melepaskan laki-laki yang aku sukai demi sahabatku, dan menjelaskan bahwa Auhea bukanlah laki-laki pemalas seperti yang dia bilang.

Tapi aku berpikir sekali lagi. Bukankah jika aku menjelaskan semuanya, dia malah akan membenci Nesya? Aku tidak ingin itu terjadi. Keputusan terakhirku adalah menelan semua kata-kata yang tadinya ingin kuteriakkan.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan" ucapku akhirnya, "semuanya sudah berakhir, jadi jangan pernah menggangguku lagi" aku menepis tangannya dan dengan lesu berbalik meninggalkannya.

Hari ini hujan tidak turun, membuatku khawatir Auhea tidak akan datang ke kelas. Tunggu, kenapa aku harus khawatir dengan orang yang sudah menuduh sahabatku?

Aku mengacak rambutku frustasi, tidak peduli dengan penampilanku yang kini terlihat seperti singa. Perasaanku benar-benar kacau sekarang.

Ya, kuakui aku percaya kepada Auhea. Walaupun kami belum terlalu akrab, tapi aku mencintai dan mempercayainya. Tetapi, aku lebih percaya kepada Nesya, karena dia sahabatku, dia yang polos dan manis tidak akan mungkin menusukku dari belakang.

"Aileen!" Baru saja kupikirkan, suara Nesya yang riang tertangkap oleh indra pendengaranku. Aku menoleh dan mendapatinya sedang menggandeng tangan Auhea.

Hari ini Auhea terlihat tampan seperti biasa, dengan jaket hitam dan tas yang hanya disampirkan di bahu seakan tidak berniat membawanya dengan benar. Tidak ada yang mengejutkan, kecuali tangan mereka yang bergandengan, atau bisa dibilang hanya Nesya yang menggandengnya.

Aku menatapnya dengan kesal dan dengan cepat menarik Nesya untuk menjauhinya, "ayo masuk ke kelas" ajakku tanpa memperdulikannya yang kini menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.

"Loh? Ada apa?" Seakan menyadari sesuatu, Nesya bertanya begitu kami sudah duduk di bangku masing-masing.

Aku menghela nafas sebelum tersenyum, "tidak ada" jawabku.

Tapi bukan Nesya namanya jika tidak terus-terusan bertanya sampai mendapatkan jawaban yang dia inginkan. "Aileen, ada apa?" Ulangnya, wajahnya terlihat khawatir.

Mau tidak mau aku harus menjawabnya kan? Apakah aku harus bercerita tentang tuduhan Auhea kepadanya? Atau... "ini tentang Brian."

"Oh!" Dia memekik, terlihat senang. "Apakah kalian balikan?"

Aku menggeleng, "masa lalu harus tetap menjadi masa lalu, Nesya. Untuk apa kita terus mengulang bab yang sudah kita ketahui bagaimana akhirnya."

"Begitu?" Nesya terlihat kecewa, "sayang sekali, kupikir kalian akan bahagia bersama. Kamu tau, aku hanya ingin yang terbaik untukmu" dia tersenyum penuh arti.

Aku membalas senyumannya. Lihat kan? Orang sebaik ini tidak mungkin menusukku dari belakang.

Mata Nesya melirik pintu kelas, seakan mencari seseorang. "Grey tidak masuk? Bukankah sebentar lagi kelas akan dimulai?"

Benar juga. Aku baru sadar jika dia tidak ikut masuk ke dalam kelas bersama kami. Muncul rasa bersalah yang membuat hatiku tidak nyaman. Aku seharusnya tidak meninggalkannya setelah berjanji kepadanya kemarin.

"Brian juga tidak ada?"

Kini rasa bersalahku menjadi dua kali lipat. Apa tadi aku terlalu berlebihan kepada Brian? Sepertinya aku harus meminta maaf kepadanya nanti. Dan juga kepada Auhea.

Kuputuskan untuk tidak memikirkan mereka ketika Bu Erina masuk ke dalam kelas. Walaupun pada akhirnya rasa khawatirku membuatku tidak fokus dalam mengikuti pelajaran.

Kulirik jendela yang menampilkan awan mendung di luar, memberitahukan bahwa langit sebentar lagi akan menyiram bumi dengan berjuta butiran air yang seharusnya membawa kebahagiaan.

Nesya menopang dagunya dengan tangan, matanya berkedip lentik menahan kantuk. Mau tidak mau mengundang senyum di bibirku melihat wajah lucunya yang begitu polos.

"Tadi pagi kamu bareng Auhea? Sudah akrab nih ceritanya?" Aku membuka percakapan, berharap bisa membantunya mengusir kantuk.

"Grey? Ah..." seperti melupakan rasa kantuknya, wajah Nesya seketika terlihat begitu segar dengan kekehan manis yang terdengar dari mulut mungilnya. "Hanya kebetulan bertemu" dan aku bisa melihat pipinya merona samar.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang