Part 7
Yoongi terbangun di atas ranjang tidur di mana Jimin terbaring di sana sebelumnya, dengan sebuah selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
"Astaga, mengapa aku bisa tertidur di sini?" runtuk Yoongi sembari membenahi rambutnya yang terkesan acak tak beraturan setelah tertidur cukup nyenyak. "Di mana dia sekarang?" lanjutnya kini, sembari menurunkan kakinya dari atas ranjang tidur di rest room staff yang kini nampak lengang, berisi dirinya seorang.
Saat akan beranjak meninggalkan ranjang, mata indah dokter cantik yang dulu sempat memiliki cita-cita sebagai atlit tembak nasional itu tersita akan selembar sticky note berwarna pink yang tertempel di sisi gelas kaca yang tegeletak di atas nakas di samping ranjang.
-Gomawo, terimakasih telah merawatku-
Yeah, hanya sederet kalimat singkat tertulis rajin di atasnya. "Tcih, menyebalkan. Ini sama sekali tak membuatku tersentuh. Aku benci mengkhawatirkan dirinya seperti ini." decih Yoongi meletakkan sticky note berwarna pink kembali pada tempat semula. Setelahnya, dokter muda itu keluar ruangan.
"Eoh perawat Ahn," tegur Yoongi mendapati perawat Ahn yang kebetulan berlalu lewat ketika pintu terbuka dari dalam.
"Nee uisanim," cuit perawat Ahn cekatan sembari menghentikan langkahnya, dengan wadah aluminium sedang berisi sebuah suntikan dan tabung kecil berisi cairan di sana.
"Apakah kau mengetahui di mana Jimin uisanim saat ini?" tanya Yoongi cepat.
"Eoh, saya sempat melihat beliau berlalu pergi beberapa saat lalu. Tentunya dengan wajah yang masih cukup pucat. Saya menyarankan beliau untuk beristirahat lebih lama, tetapi beliau menolak, dan lebih memilih untuk pulang." jelas perawat Ahn begitu detail akan keadaan terakhir Jimin.
'Dasar keras kepala,' dengus Yoongi dalam hati, sesaat setelah membungkuk sopan kepada perawat Ahn, sebelum berlalu pergi dari area rumah sakit.
Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit dari rumah sakit untuk tiba di lingkungan apartment elite yang menawarkan pemandangan malam indah sungai Han untuk Yoongi memarkirkan mobilnya di basment.
Pria muda yang telah menanggalkan snelli jas yang kini tergantung apik di samping kursi kemudi, turun begitu anggun dari Hyundai Santa Fe silver metalic yang baru saja dibelinya beberapa bulan yang lalu.
Setelah memastikan pintu mobil terkunci secara otomatis, pria mungil itu berjalan dengan sekantung plastik penuh berisi obat dan juga bubur abalon hangat yang sempat dibelinya tadi.
Berjalan dengan langkah sedikit tergesa ke arah elevator yang berjarak beberapa langkah dari tempatnya memarkir mobil. Tak butuh waktu lama, untuk setelahnya Yoongi menekan tombol elevator. Suara denting elevator diikuti dengan pintu yang terbuka, membuat Yoongi segera melangkah masuk dan menekan tombol berangka yang akan membawanya menuju lantai yang sedang dituju olehnya.
'Kuharap kau baik-baik saja, Park Bodoh Jimin.' harap Yoongi mencoba mengendalikan kegusaran yang sungguh menyelimuti dirinya kini.
Hingga elevator itu berhenti di lantai tujuh, bersamaan dengan pintu yang terbuka secara otomatis dan menyajikan lorong lengang, penuh deretan pintu berjarak yang terlihat sama disetiap detailnya. Membuat unit apartment tempat Jimin tinggal, nampak sulit ditemukan oleh Yoongi yang kini tengah menatap bingung lorong lengang tak berpenghuni di sana.
"Lengang sekali, apakah aku salah alamat?" gerutu Yoongi, seraya merogoh saku celana bahan miliknya, guna meraih benda pipih panjang berdering yang kini terbuka karena sistem touch screen yang baru saja tersentuh ibu jari miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Romance
FanfictionBagaimana jika Tujuh dr. tampan dengan tujuh karakter berbeda hadir di sebuah RS terkenal, dengan arwah cantik kesepian yang membuat ulah di sana?