[2] O for 'Oknum Berbahaya'

1.3K 286 500
                                    

Sepanjang sisa hari itu, hidup Letisha tenang, aman, dan sejahtera. Bisa dibilang dia bahkan mendapatkan privilege kebal hukum dan perhatian khusus dari para senior. Dalam waktu singkat, namanya melejit di kalangan teman seangkatan dan senior. Bagi teman seangkatan, Letisha jadi payung hukum tempat berlindung.

"Kak, saya teman Letisha."

"Kak, boleh nggak saya dampingi Letisha baris di bawah pohon?"

"Kak, Letisha dehidrasi. Boleh saya bawa ke kantin sebelum pingsan."

Letisha jengah dimanfaatkan sedemikian rupa. Dia memperingati dirinya sendiri untuk berhati-hati mencari teman yang tulus, bukan modus.

Sementara bagi senior, Letisha adalah sosok yang patut dihadapi dengan sikap manis di depan, namun jadi obyek kebencian di belakang.

"Letisha, masih kuat baris?" dalam hati, 'Pingsan sana di kamar mandi. Sudi amat gue nolongin.'

"Letisha, bisa memahami materi dengan baik?" dalam hati, 'Gini doang nggak paham sih, fixed pas tes masuk dia ngancam petugas.'

"Letisha, kalau butuh bantuan jangan segan bilang," dalam hati, 'Bantu jongkrokin elo? Bisa banget.'

Letisha tidak suka situasi ini. Okelah, dia ketakutan saat nyaris dihukum karena tidak membawa properti, tapi bukan situasi seperti ini pula yang diinginkan. Awkward sekali rasanya.

"Lo kenal Kak Grim dari mana?" Dinar satu-satunya teman yang dianggap Letisha tulus. Ada satu lagi sebenarnya. Namanya Sienna. Sayangnya mereka tidak sekelas, jadi sulit kalau terus berdekatan dengannya. Sienna punya nyawa lima. Dia sok berani asal ada temannya.

Kembali lagi pada Dinar. Sementara semua orang yang cari muka padanya mengangsurkan minuman bersegel, Dinar menawarkan botol yang baru dia minum. Sementara semua orang berlindung pada Letisha, Dinar malah menyingkir dan pilih dihukum saja. Katanya, masa-masa pelonco nggak lagi diterapkan di semua sekolah. Keseruan di pelonco di SMA Wasesa jarang didapatkan dan nggak mungkin terulang. Gila? Iya, Dinar gila.

"Grim?" Letisha menerima uluran Dinar lalu duduk di sebelah cewek itu. Sudah lewat tengah hari dan peserta MPLS diberi kesempatan istirahat siang.

"Itu panggilan dia."

"Tahu dari mana lo?" Letisha meneguk minuman Dinar lalu memberikannya kembali.

"Kakak gue kan, sekolah di sini." Dinar memasukkan botol minumnya ke karung goni—tas properti MPLS. "Bedanya, gue nggak minta kakak gue jadi backup." Kerlingan Dinar berarti sindiran.

"Gue nggak kenal, Din. Sumpah." Letisha menatapi properti MPLS yang diberikan Gerimis. "Gue juga kepikiran, apa dia nggak salah orang?" Pertanyaan bodoh, karena setiap properti diberi tulisan namanya dengan benar. Letisha, bukan Letisa, atau Tisa, jika mungkin ada nama lain yang mirip dengannya.

"Jangan bergaul sama dia, deh." Dinar mengemasi propertinya dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Dia juga membantu Letisha supaya tidak kehilangan apa-apa lagi. Istirahat pertama tadi botol minumnya hilang dan Dinar jadi harus berbagi dengannya.

"Kenapa?"

"Lo nggak tahu artinya Grim? Nah, sesuai deh sama sikapnya." Dinar bergegas mengamit Letisha pergi. "Dia berbahaya. Dia seram, hidup lo bakal suram. Lebih suram lagi kalau setelah kata Grim dikasih kata Reaper. Kelar hidup lo, Sha. Kelar."

oOo

Dinar menolak permintaan Letisha untuk bertanya kepada kakaknya soal di mana Gerimis bisa ditemui. "Nggak ah, Kak Vero ketus. Sekali bilang bahaya, gue tahu itu beneran bahaya."

Love-Hate Relation(sick)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang