Letisha tengah bergelung di UKS. Meringis kesakitan karena datang bulan. sial sejuta sial, sifat clumsy-nya ini tidak kunjung hilang. Seharusnya dia menyiapkan jamu atau apapun yang bisa mengurangi rasa melintir di perutnya ini. Dia sudah meminta tolong pada Dinar untuk mencarikan sesuatu di kantin tapi nihil. Sementara koperasi sekolah selalu tutup saat jam pelajaran digelar.
"Mama ..." erang Letisha spontan. Dia selalu memanggil ibunya saat kesakitan.
Entah berapa lama Letisha meringis kesakitan sendirian, ketika akhirnya pintu terbuka. Letisha berharap Dinar membawa kabar baik, bukan malaikat pencabut nyawa yang sekonyong-konyong datang dengan muka seram berkali-kali lipat dari biasanya.
"Permintaan-permintaan kemarin masih gue toleransi. Kalau ini kelewatan!" Grim melempar kantong kresek yang dibawanya. "Menjatuhkan harkat dan martabat gue sebagai lelaki sejati."
"Apa sih, Kak?" tanya Letisha di antara rintihan rasa sakit yang menyerangnya. Dia menggigiti bibir sambil berguling-guling di Kasur.
"Buka!"
Letisha seolah tak punya lagi tenaga untuk berargumen. Tangannya bergerak untuk menuruti perintah Grim. Dia tidak mau dicabut nyawanya gara-gara nyeri haid. Letisha mengecek kantong belanja yang dibawa Grim. Mendadak dia bingung, tapi juga ingin tertawa. Pembalut dan jamu di dalam kantong itu. Bagaimana bisa Grim membawakannya kemari sementara Dinar yang tadi dimintanya mengatakan koperasi tutup saat jam pelajaran dan dia tidak bisa mendapatkan permintaan Letisha. "Kok, kakak tahu gue ..."
"Dengar ya, gue ini G-R-I-M. GRIM. Kalau lo nggak tahu artinya, cari di Google Translete. Image gue hancur gara-gara lo!"
Letisha bengong. Berusaha keras menahan tawa dengan melipat bibir. Iya, Grim jauh lebih seram dari biasanya, tapi seseram apapun saat ini dia tengah menunjukkan sisi baik yang membuat Letisha mengurai ketakutan padanya.
"Sebagai cewek, harusnya lo ingat kalender lo sendiri! Kenapa nyusahin orang?! Dasar manja!"
Grim terus mengomel dan Letisha terus menggigit bibir. Semakin lama semakin keras karena dorongannya untuk tertawa semakin besar. Jika ditulis, ucapan Grim pasti dipenuhi tanda seru berulang, tapi rasanya level keseraman Grim kini bisa diatasinya.
Kali ini Letisha meringis menahan sakit. Grim menghentikan ocehannya dan bergegas membuka botol minuman yang dia bawa. Tangannya mengangsurkan pada Letisha. Cewek itu menatapnya beberapa saat sebelum menerimanya.
"Diminum," tegur Grim ketika Letisha hanya menatapnya dalam diam tanpa meneguk jamu. "Kalau dilihatin nggak bikin sembuh. Apa lo sengaja biar gue bantuin? Perlu gue tungguin lo ke toilet buat ganti ini juga?" Grim mendorong kantong plastik hitam yang menyembunyikan pembalut di dalamnya.
Letisha ingin tersenyum tapi rasa tak nyaman di perut membuatnya meringis. "Thanks, Kak. Gue nggak tahu apa alasannya, tapi lo selalu baik sama gue. Thanks anyway."
Seharusnya, mendengar ucapan terimakasih setulus itu Grim luluh dan berhenti mengomel. Bukan melanjutkan ceracauannya.
"Heran ya, setahun lagi gue lulus kenapa harus ketiban musibah ketemu orang kayak lo!"
Letisha mendelik. Mungkin Letisha tidak terlalu takut lagi pada Grim, tapi mungkin juga datang bulan adalah penyebabnya. Pernah dengar cewek datang bulan lebih mengerikan daripada kedatangan setan? Riset ilmiah tidak bisa membuktikannya, tapi fakta di lapangan menunjukkan bukti yang berbeda. Mungkin itu yang terjadi sekarang, karena Letisha kemudian berani angkat bicara dan membantah seniornya. "Apa gue nyuruh Kakak ngelakuin ini?"
oOo
"Kakak lagi, kakak lagi," bahu Letisha melorot melihat Grim berdiri di lorong kelas X.
Kedua tangan cowok itu tersimpan di celana. Dia berusaha ramah dengan tersenyum atau melambaikan tangan kepada murid kelas X yang melintas. Bukannya disapa balik, anak-anak itu rata-rata langsung meringis lalu melipir pelan-pelan. Bahkan ada yang rela putar arah dan mencari jalan lain.
Selain kecepatan suara, ada kecepatan lain yang tak kalah hebat. Gosip. Sejak peristiwa Grim menegur Farzan, anak-anak kelas X mulai menandai Grim sebagai sosok berbahaya. Kalimat teguran untuk Farzan memang tidak bisa didengar semua orang, tapi efek domino dari peristiwa itu mengubah banyak hal. Termasuk suasana MPLS yang lebih canggung. Orang otomatis menghubungkan dua peristiwa tersebut.
Di sisi lain, Grim memang seram dari sananya. Penampilannya yang urakan itu yang paling mengganggu. Padahal, fitur wajahnya lumayan. Tapi aura seram mengalahkan segalanya. Grim dengan mudah dicap begundal hanya karena tampilan luarnya.
"Ada apa lagi sekarang, Kak?" Letisha masih dalam fase menstruasi membuat cewek lebih berani. Tapi begitu Grim memutar badan dan menatapnya, keberaniannya menggelinding di tanah.
"Lagak lo kayak gue senang saja ketemu lo terus."
"Memangnya gue nyuruh Kakak nemui gue terus?"
Alis Grim terangkat naik. Senyum di bibirnya terukir. Sebuah buku di tangannya di kibas-kibaskan.
"Gue nggak habis pikir kenapa Kakak selalu muncul seolah kita ini saling kenal. Ganggu tahu, Kak." Letisha tidak bisa memendam lagi koloni tanda tanya yang bercokol di kepalanya. Mumpung mereka ada di lorong, kalau terjadi penganiayaan atau sejenisnya, banyak saksi mata. "Image gue ..." Letisha memegangi pelipisnya yang mendadak diserang sakit kepala, "baru hitungan hari masuk sini, tapi sudah hancur."
Kepala Grim meneleng.
"Maksud Kakak apa sebenarnya? Modus?"
Tawa ala troll tersedak Grim menggelegar membahana. "Seyakin itu kalau lo tuh, cukup menarik?"
Mata Letisha bergerak-gerak salah tingkah karena semua orang beralih menatapnya alih-alih Grim. "Enggak juga sih," lirihnya sambil menyelipkan anak rambut ke telinga. "Yang jelas, keberadaan Kakak ganggu."
Grim mengangguk-angguk sambil menepuk-nepukkan buku ke telapak tangan yang lain. "Gitu?"
"Iya."
"Yakin?"
Kenapa Letisha jadi bimbang. Dia diam sambil mengamati sekeliling dengan ekor mata. Niatnya mempublikasikan obrolan ini di depan umum adalah menjauhkan image-nya dari Grim. Dia ingin memurnikan citranya sebagai anak kelas X yang baik, bukan begundal. Tapi dikonfirmasi Grim seperti ini rasanya tak mengenakkan. "Yakin," lirihnya berdusta.
"Syukur deh. Padahal gue mau ngasih tanda tangan lima puluh orang buat syarat MPLS, tapi lo ngerasa terganggu."
Letisha membeliak. Sialan! Itu prasyarat MPLS hari terakhir yang sulit dipenuhi. Setiap minta tanda tangan senior, mereka harus dikerjai. Grim menyerahkannya dengan cuma-cuma dan Letisha menolak. Troll tolol lo, Letisha!
"Gue ikut senang, lo nggak manja lagi. Lagian MPLS kan, buat pendewasaan lo sendiri. Harus banget gue bantuin." Sambil mengatakan itu, Grim membuka-buka halaman buku berisi tanda tangan. Dia merobeknya perlahan menjadi perca kecil.
Suara robekan itu mengiris hati Letisha. Dia ingin menjerit tapi juga marah, kenapa Grim tidak mengatakan sejak tadi bahwa itu tujuannya menemui. Kalau tahu itu tujuannya, Letisha akan menerima dengan senang hati.
Grim melirik Letisha lewat ekor mata. Sudut bibirnya berkedut menikmati setiap ekspresi penyesalan Letisha. "MPLS berakhir, semoga berakhir juga penderitaan gue jadi baby sitter lo."
"Nggak ada yang nyuruh Kakak ngasuh gue! Gue bukan bayi" jerit Letisha frustasi lalu berlari pergi. Kesal sekali harus mengais tanda tangan senior lagi.
oOo
KAMU SEDANG MEMBACA
Love-Hate Relation(sick)
Fiksi RemajaSetelah Fisika, Kimia dan Matematika, ada dua hal lagi yang tidak dimengerti Letisha. Pertama, dari mana sosok bernama Grim itu muncul. Sesuai dengan namanya yang membawa aura seram dan suram, Grim tiba-tiba datang dan memberikan segala macam perhat...