Dia siapa?
Itulah pertanyaan pertama yang muncul di benakku saat tatapan kami bersinggungan.
Kami, aku dan laki-laki yang tengah berdiri di hadapanku tentu saja.
Baiklah, sungguh di dunia ini ternyata masih tersisa karya indah Sang Pencipta yang mampu memalingkan pandanganku.
Andai saja aku tidak mengenal Harry terlebih dahulu, maka kisah hidupku tidak akan serumit ini. Alasannya karena Harry, laki-laki yang sangat rupawan memiliki wajah bak aktor negeri Paman Sam, dan itu membuatku memiliki standar yang tinggi. Terlebih lagi selama ini, selain Almarhum Papah dan Harry aku tidak mengenal laki-laki lain.
Namun, hanya dalam waktu beberapa menit. Tidak. Hanya dalam waktu beberapa detik saja, tiba-tiba muncul sosok yang berhasil menyingkirkan seorang Harry dalam pandanganku dan menambah deretan laki-laki yang berhasil mempengaruhiku. Papah, Harry dan sekarang laki-laki di hadapanku.
Lucu sekali bukan?
Mengingat ada beberapa laki-laki yang mendekat setelah kuikhlaskan Harry, semuanya tidak mampu mengubah pendirianku.
"Maaf mba, kenapa bengong? Saya terlalu tampan ya?" tegurnya seraya mengibaskan tangan di depan wajahnya. Sontak tingkat kekagumanku langsung berkurang 70%. Kenapa? Karena dia sungguh angkuh.
"Eung- tidak apa-apa, maaf ... permisi." Segera kuberbalik dan sepertinya tadi aku salah mengaguminya. Hahah, serapuh itukah diri ini dan sangat mudah goyah. Apa mungkin ini terjadi setelah menyaksikan mantan kekasih menikah dengan sahabat terkasih. Biarlah aku sudah ikhlas lahir batin.
"Tunggu, namaku Al ... nona ngedumel! Siapa namamu? Sepertinya sedang galau tuh, bener kan?" panggilnya sedikit berteriak karena gedung atau ruangan sekarang sedang ramai dan bising.
What?
Dia bilang aku apa?
Aku, Nona ngedumel?
Berbalik menatap dengan tatapan murka, itu yang kulakukan. Namun, hanya sebentar karena kubalas dengan memasang wajah jengah.
"Baiklah Tuan Kepo, tutup saja mata anda, ga usah ikut campur!" ujarku penuh tekanan pada kalimat terakhir. Namun, itu percuma karena kini dia malah terkekeh.
Bodo amat!
"Dia ngedumel lagi!" ucapnya dan lagi-lagi ia menertawakanku.
Sedetik kemudian, kami sibuk dengan urusan masing-masing karena kulihat temannya atau apalah, datang menghampirinya. Begitupun aku, seorang wanita mendekat.
"Hei, Fatimah! Kamu datang juga ternyata," tegur teman sewaktu aku kuliah, namanya Fina dan Lili.Aku mengangguk, "Aliya kan sahabatku, mana mungkin tidak hadir."
"Iya juga sih, kamu yang sabar ya ... memang mengikhlaskan seseo-""Fina, Lili! Kalian ga laper? Aku laper nih, mau makan dulu." Kuhentikan ucapan mereka karena khawatir akan darah tinggi mendengar ucapannya. Kebiasaan ber-ghibah harus diputuskan rantainya.
"Sok kuat tuh! Padahal keliatan banget kalo patah hati, apalagi ...." Saat berbalik mencari meja kosong, sempat kudengar nyinyiran mereka seraya terkikik. Hanya bisa ber-Istighfar.
Saking ramai acaranya, aku tidak menemukan kursi yang kosong. Ah, ada dua kursi kosong di meja yang sudah terdapat dua orang.
"Permisi, boleh saya duduk di sini?" Orang yang kusapa menoleh."Wah, nona ngedumel lagi ... jangan-jangan kita jodoh nih, ketemu mulu!" kekeh laki-laki tadi, sempat kudengar namanya Al. Hanya Al atau Al apalah, aku tidak peduli lagipula aku sudah lapar dengan segala drama dari tadi. Tanpa dipersilahkan, kududuki kursi yang kosong. Toh, aku sudah minta izin tadi.
"Kenalin namaku, Al ... namamu?" Ia mengulurkan tangannya, tidak ku balas hanya menatapnya.
"Fatim," singkatku, kembali fokus dengan makananku.
"Sekolah, kerja atau istri orang?" tanyanya membuatku menghentikan makan yang baru saja mau di mulai dan menatapnya. Tanpa menjawab tentunya.
"Ah, pasti belum nikah buktinya datang sendiri." Bodo amat! Aku tetap saja melanjutkan acara makanku.
"Hmm, kalo sekolah kayaknya ga mungkin juga ... wajahnya ga cocok juga, pasti kerja, di mana? Di bidang apa?" Sungguh laki-laki kepo, satupun pertanyaannya tidak kujawab. Bukan apa-apa, kan sedang makan tidak boleh berbicara.
"Loh Al! Kamu hadir juga? Kenapa ga bilang, kan kita bisa samaan ... tega deh!" Tiba-tiba seorang wanita muncul entah dari mana. Sudah jelas kan kenalan si Laki-laki Kepo.
"Loh, ini siapa? Temanmu?" Kurasa saat ini wanita itu menunjukku. Aku? Sedang fokus makan.
"Teman si Aliya," jawab Al. Sontak kuangkat wajah menatapnya. Ia memberi isyarat seolah bertanya, 'benar kan?'. Aku kembali fokus makan.
"Oh kirain siapa ... hmm, mba bisa pindah ga?" Aku menatapnya dan mengangguk. Kami berganti tempat duduk, mungkin wanita ini ingin duduk di samping kekasihnya. Mungkin hanya aku yang berstatus jomlo di sini. Syukurlah.
Tidak lama kemudian, makananku habis. I don't know, entah karena lapar atau kesal piringku bersih sekarang.
"Permisi." Segera kuberanjak, entah perasaanku saja atau memang kenyataan, keadaan dunia di mana seolah sedang mengejekku. Dari sekian tamu yang hadir, kulihat hanyalah aku yang seorang diri, bahasa kerennya Jomlo.
Kutatap sahabat yang sangat bahagia di atas panggung bersama mantan kekasihku yang kini menjadi suaminya. Mereka dengan antusias menyambut tamu yang datang mendo'akan kebahagian untuk mereka. Sontak mataku terasa panas.
Mah, Pah ... Fatim rindu kalian.
"Kenapa pergi? Emang udah kenyang, katanya laper banget tadi." Aku yang terkejut, segera menghapus lelehan yang tercetak di wajah.
"Ada apa lagi?" tanyaku sambil mengatur emosi.
"Aliya sahabatmu, ya? Harry teman sekantorku, kami akrab."
"Oh." Aku tidak berniat meladeni laki-laki ini, terlebih lagi dia orang asing. Hal yang membuat aneh adalah hatiku tidak merasa asing.
"Sesingkat itu?" protesnya yang kubalas dengan embusan napas kesal.
Sudahlah-
"Kucing manis kesayanganku." Kata-kata laki-laki yang mulai sok akrab ini berhasil membuatku menghentikan langkah yang hendak pergi.
"Kamu?" Pertahananku goyah, air mata sudah tidak bisa kutahan lagi.
"Kucing Manis Kesayanganku ... kontak yang selalu muncul, itu kamu kan?"
Bagaimana laki-laki ini tahu nama itu? Kucing Kesayanganku adalah sapaan yang diberikan Harry karena aku memang sangat menyayangi kucing. Katanya aku seperti kucing membuat orang sayang dan susah diabaikan. Sudahlah, lagipula itu dulu dan sekarang sudah ada Aliya. Aliya juga memanggilku dengan kucing, mungkin mendengarnya dari Harry, suaminya dan mantan kekasihku.
"Sebelum ijab qabul tadi, Harry menatap layar ponsel yang tertera nama itu." Kali ini Al menatapku yang tengah bingung.
"Harry sekarang milik Aliya, artinya ...," Ucapannya membuatku mengerutkan dahi.
Apa-apan ini, tanpa ditegaskan juga aku sudah paham itu.
"Terus?"
.......
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Terlarang
RandomSungguh indah dan romantis kisah cinta Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah. Cinta hadir di antara keduanya, bahkan setan pun tidak mengetahui dan menyadarinya. Namun, bukan seperti itu yang terjadi di antara Fatimah dan Ali dalam kisah ini. Sangat ru...