1

564K 3.4K 77
                                    

Sulit sekali untuk tertidur malam ini. Mataku masih sangat segar seolah baru terbangun di pagi hari. Aku terus memikirkan cara agar bisa menikmati tubuh Bella, wanita yang kini sedang tertidur di sampingku. Senang sekali rasanya karena sudah berhasil membawa Bella menginap di kamar kostku. Namun aku belum cukup nyali untuk memulai aksiku. Padahal, aku sudah menyusun langkah demi langkah untuk bisa tidur dengan Bella. Tapi, ini kali pertama aku mencoba untuk melakukannya. Jantungku berdegub kencang tidak karuan, Pikiranku sudah tertuju pada kenikmatan. Namun keberanianku masih saja menciut tak mampu.

Aku menengok ke arah Bella, memandangi ia yang sedang tidur membelakangiku. Lalu tak lama aku merenung, mengingat-ingat bagaimana akhirnya Bella bisa masuk ke dalam kamar kostku. Berawal dari ucapan sahabatku yang dari semua cerita-ceritanya, seperti sudah paling mengerti soal bagaimana cara agar bisa meniduri perempuan.

--

Buyung namanya, sahabatku ini memang sudah tidak terhitung berapa kali ia meniduri perempuan. Bukan hanya kekasihnya, bukan juga hanya pekerja seks komersial. Namun ia sudah sering meniduri teman sekolah dan teman-temannya yang ia kenal dari dunia maya. Aku tentu terheran saat mengetahui hal itu. Bagaimana bisa ia meniduri perempuan yang bukan kekasihnya? Bagiku, Buyung ini hebatnya bukan main.

"Ah, ada lagi perempuan yang mengirimkan pesan bahagia." Katanya malam itu, saat ia sedang menginap di kamar kostku.

"Pesan bahagia?" Tanyaku.

"Ini kau lihat." Buyung memperlihatkan sebuah pesan dari seorang perempuan yang mengajaknya ke apartemennya.

"Kau diajak ke apartemennya?"

Buyung tersenyum. "Iya."

"Mau ngapain?"

"Bodoh. Sudah jelas-jelas dia mengajakku ke apartemennya. Menurutmu mau ngapain?"

"Hmm... Main catur?"

"Hahahaha. Bodoh."

"Terus mau ngapain?"

"Ya memuaskannya lah!" Aku terkejut.

"Yang benar kau, Yung?"

"Ya benarlah. Aku sudah sering ke apartemennya untuk tidur dengannya. Untuk apa aku bohong."

"Wah, enak dong, Yung?"

"Ah masih saja kau tanya enak atau enggak enaknya. Nih, ya, Ris. Yang paling mengagumkan dari Anita adalah buah dadanya, Ris."

"Kenapa begitu?"

"Buah dadanya besar, dan saat kumainkan, rasanya luar biasa, Ris."

"Ah aku enggak tau rasanya memainkan buah dada, Yung."

"Kau harus mencobanya, Ris. Aku yakin, sekali kau mencobanya, kau akan ketagihan."

"Aku juga sebenarnya mau, Yung. Tapi aku enggak berani."

"Penampilanmu ini cukup tampan, Ris. Aku yakin banyak perempuan yang tertarik denganmu."

Aku terdiam mendengar ucapan Buyung. Sebenarnya apa yang ia katakan benar. Dulu, waktu aku sekolah, tidak sedikit perempuan yang dekat-dekat denganku. Aku ingat waktu itu, Hani, salah satu temanku bahkan pernah memberikanku hadiah sepatu.

Padahal aku tidak pernah memintanya, aku juga tidak pernah bicarakan sepatu padanya. Tapi ternyata dia memberikan itu dengan maksud yang lain. Dengan tujuan yang mungkin sudah ia rencanakan sebelumnya. Tak lama ia mengungkapkan perasaannya padaku.

Sayangnya aku tidak tertarik dengannya, hingga rasanya ogah sekali menerima cintanya. Walau sebenarnya Hani cantik dan banyak uang, tapi tetap saja, bagiku, perasaan tidak bisa dibohongi. Jika aku tidak mencintainya, maka aku tidak akan pernah bisa menerima cintanya.

Selain Hani, aku ingat masih ada beberapa perempuan yang dekat-dekat denganku. Tapi, entah apa yang kupikirkan saat itu. Aku justru mencintai adik kelasku yang sama sekali tidak membalas cintaku.

"Kenapa kau diam, Ris?"

Aku menatap Buyung setelah sadar dari lamunanku. "Ah, gapapa, Yung."

Sebagai laki-laki yang baru berpacaran sekali waktu SMA, aku merasa  Buyung ini sangat hebat. Terkadang, saat mendengarnya, aku ingin sekali merasakan apa yang ia rasakan. Tapi kepalaku selalu saja dipenuhi keragu-raguan. Aku ingin sekali merasakan yang Buyung rasakan, tapi di sisi lain, aku tidak mau melakukan itu karena ketakutanku akan dosa.

Gaya berpacaranku selama ini biasa saja. Aku enggak pernah memulai untuk bermacam-macam. Yang kulakukan dengan pacarku dulu hanya sebagaimana anak SMA berpacaran. Jalan bersama ke mal, menonton film, dan makan bersama. Hanya itu yang sering kami lakukan berulang kali. Kadang kalau bosan, kami hanya bermain di rumahnya atau di rumahku. Di sana, kami memasak bersama dan memakannya. Hanya itu yang pernah kulakukan, dan menurutku itu saja sudah cukup membuatku bahagia.

"Tapi, Yung. Dari semua perempuan yang pernah kau tiduri, yang mana yang paling kau nikmati?"

"Ah, aku enggak bisa membanding-bandingkannya, Ris. Aku menikmati semuanya"

"Tinggal kau katakan saja yang mana yang paling enak, Yung."

"Aku pernah meniduri gadis yang baru dewasa, aku juga sudah pernah meniduri janda. Aku pikir mereka semua sama saja nikmatnya. Setiap perempuan memiliki kelebihan masing-masing, Ris. Aku tetap enggak bisa membandingkannya."

"Kalau Anita? Kau bilang barusan kau mengagumkan buah dadanya. Bisa dibilang dia yang paling enak, dong?"

"Ah enggak juga. Buah dadanya memang besar dan menantang, Ris. Tapi dia terlalu terburu-buru saat aku tidur dengannya. Aku ini inginnya santai, perlahan namun pasti. Tapi dia maunya langsung saja."

"Oh begitu."

"Iya, sudah kukatakan tadi, setiap perempuan itu ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sama saja, kita pun demikian, Ris."

"Iya juga, ya."

Pembicaraanku dengan Buyung malam itu terhenti di sana. Tak lama setelahnya aku hanya mendengar suara dengkurannya yang sangat keras. Dengkuran yang membuatku sulit tidur karena benar-benar menggangguku.

--

Kalau mau penulis semakin sering publih cerita, Jangan Lupa Vote dan follow, Ya!!

(21+) Menginap Semalam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang