7

267K 1.3K 8
                                    

(POV: Bella.)

Namaku Bella Anastasia. Usiaku dua puluh empat tahun, dan sudah dua tahun ini, aku bekerja di salah satu kantor media cetak di Jakarta. Di kantor, aku menyukai sesorang yang bernama Faris. Sebenarnya aku sudah tertarik dari awal mulai bekerja di sini. Namun aku merahasiakannya dari siapapun. Tidak ada yang mengetahuinya selain aku dan Tuhan.

Selain tampan, Faris itu sangat pintar. Senang sekali rasanya mengerjakan tugas kantor bersamanya. Aku tidak perlu pusing-pusing berpikir karena Faris selalu saja memberikan solusi yang baik untuk tugas itu. Dan dari cara bicaranya juga, sepertinya Faris memang anak baik-baik yang jarang keluar malam untuk nongkrong dan mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Tidak. Faris bukan orang yang seperti itu. Faris adalah orang yang baik. Sehingga aku bisa benar-benar menyukainya.

Namun sepertinya Tuhan menjawab doa-doaku selama ini. Aku semakin sering mendapat tugas kantor bersama Faris. Dan tiba-tiba Faris jadi begitu peduli denganku. Faris berubah, dari yang awalnya cuek, kini jadi semakin perhatian.

Akhir-akhir ini, Faris sering memuji penampilanku di kantor, ia juga mengingat hal-hal yang pernah aku bicarakan dengannya. Dan yang paling membuatku senang, Faris tiba-tiba menawariku tumpangan untuk pulang. Padahal rumahku cukup jauh dari tempat tinggalnya. Tapi, ia tetap mau mengantarku pulang.

Sesampainya di rumah, saat aku sedang menghabiskan waktu untuk menonton drama korea, tiba-tiba Faris menelponku. Jantungku berdegub cepat seketika. Hatiku yang senang bertanya-tanya mengapa tiba-tiba Faris meneleponku? Tapi tanpa perlu berlama-lama aku segera mengangkat telepon itu, untuk mendengar suaranya. Suara laki-laki yang lembuat, yang sudah sejak lama selalu ingin kudengar.

"Halo?" Kataku pelan.

"Halo, Bel?"

"Iyaa, ada apa, Ris?"

"Enggak ada apa-apa. Cuma pengen nelepon aja."

"Tumben banget?"

"Enggak boleh, ya? Kalo enggak boleh, aku tutup aja deh teleponnya."

"Eh enggak. Boleh, kok. Boleh!"

"Hahaha. Gitu dong."

"Hahaha."

"Udah jam sembilan malem. Kamu belum tidur juga?" Tanyanya tiba-tiba.

Aku melihat jam di sudut layar laptopku. Mendapati kini sudah jam sembilan malam."Belum, ini lagi nonton drama korea. Hahaha."

"Hahaha, dasar perempuan, pasti suka drama korea."

"Iyaa, wajar kalo perempuan suka drama korea. Soalnya tingkah mereka lucu, manis, dan aktornya juga ganteng-ganteng banget." Balasku.

"Iyaa, aku tau, drama korea memang lucu. Pemainnya juga manis, Bel. Kaya kamu."

Sebenarnya, aku senang sekali mendengar Faris mengatakan itu. Ini pertama kalinya ia merayuku. Aku sudah lama sekali menantikan momen seperti ini. Selama ini, Faris lebih banyak diam dan cuek, padahal aku selalu mencoba untuk perhatian dengannya. Tapi itulah Faris, sulit sekali untuk membuatnya jatuh cinta padaku. Namun, aku senang sekali saat ini karena Faris mulai berubah."Hahaha. Memangnya aku manis?" Tanyaku.

"Iyaa, Bel. Senyum dan tertawamu manis."

"Ah buktinya apa? Aku enggak pernah dikerubungi semut."

"Semut-semut itu udah minder duluan sebelum mendekatimu."

"Hahaha bisa aja kamu, Ris." Malu sekali rasanya meladeninya bicara setelah ia merayuku.

"Hahaha."

Tak lama, Faris mengakhiri teleponnya. Malam itu, walau Faris menelepon tidak terlalu lama, namun aku benar-benar senang. Saat itu, perasaanku berkata, bahwa Faris juga tertarik denganku. Sepertinya Faris sudah mulai menyukaiku. Senang sekali rasanya diperhatikan oleh Faris. Senang sekali rasanya jika Faris benar-benar menyukaiku.

--

Semakin hari, Faris semakin menunjukkan perasaannya padaku walau ia tidak pernah mengatakannya langsung padaku. Faris memperlakukanku sebagaimana seroang pria memperlakukan pasangannya. Melayang rasanya saat Faris menunjukkan perasaannya padaku. Akhirnya, setelah sekian lama memendam perasaanku padanya, kini,  aku begitu yakin, bahwa tak lama lagi, laki-laki itu akan menjadi kekasihku.

"Sepertinya, Faris menyukaimu, Bel." Ucap Ratih, salah satu teman kantorku.

"Atas dasar apa kamu bicara begitu?"

"Semua orang di kantor ini sepertinya sudah menyadari hal itu Bel."

"Masa iya?"

"Hampir setiap hari kau bersamanya. Dilihat dari tingkah lakunya, kau belum sadar juga, Bel?"

"Sebenarnya aku juga pernah memikirkan itu."

"Hahaha. Sudah kuduga. Kamu pasti menyadari itu, Bel."

"Tapi aku belum tahu pasti. Hanya menduga-duga."

"Tunggu saja, Bel. Suatu saat ia pasti menembakmu."

Benar apa yang dikatakan temanku. Faris sepertinya akan menembakku. Karena esok hari, di malam minggu, Faris mengajakku kencan di salah satu mal di Jakarta. Tanpa berpikir panjang, aku mengiyakan tawarannya. Mana mungkin kutolak tawaran kencan dari pria yang bisa membuatku melayang atas rayuannya itu?

--

Jangan Lupa Vote, Ya!

(21+) Menginap Semalam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang