9

258K 1.2K 5
                                    

Namun, tak lama, aku mendengar ia bicara di kamar mandi. Sepertinya ia sedang menelepon. Aku mencoba mendengar apa yang ia katakan. Awalnya aku tidak mengerti apa yang sedang Faris bicarakan. Namun saat aku mendengar ia bicara lagi, jantungku berdegub sangat kencang.

"Peluk?"

"Setelah itu?"

"Oh gitu. Jadi sekarang aku hanya harus memeluknya. Dan kalau dia tidak menolak? Itu artinya dia mau tidur denganku? Yung?"

Hatiku seolah patah saat mendengarnya. Sakit sekali rasanya. Faris bajingan. Ia sudah merencanakan sesuatu yang jahat kepadaku. Kepercayaanku selama ini dihancurkannya. Faris bukan laki-laki yang baik. Faris tidak mencintaiku, ia hanya menginginkan tubuhku. Ia hanya menjadikanku mangsa untuk kejahatannya yang sudah ia atur.

Segera kuambil tasku, dan memasang sepatuku. Ingin rasanya pergi saat itu juga. Namun Faris membuka pintu kamar mandi lebih cepat. Sambil terduduk di tepi ranjang, aku menatapnya. Dengan mataku yang sudah basah karena tak sanggup menahan air mata. Aku terus menatapnya. Menandakan bahwa aku marah. Aku benar-benar marah.

Faris terlihat terkejut saat ia mendapati aku sedang duduk dan menatapnya tajam.

"Aku mau pulang!" Kataku singkat dengan nada yang cukup tinggi.

"Tapi ini udah malam, Bel." Balasnya pelan.

"Kamu enggak perlu mengantarku. Aku bisa pulang sendiri!" Masih dengan air mata yang menetes, Aku bangkit dari dudukku, lalu berjalan keluar dengan cepat. Faris berusaha mencegahku, namun di malam hari seperti ini, sepertinya ia takut jika tetangganya dengan jelas mendengar dan mengetahui apa yang terjadi antaraku dengannya. Sehingga ia akhirnya membiarkanku pergi dari tempat tinggalnya.

Sakit sekali rasanya perasaanku saat pergi dari tempat itu. Kecewa sekali hati ini, saat tahu bahwa orang yang sudah lama kusuka, adalah orang yang begitu jahat karena mencoba mempermainkanku dengan berusaha meniduriku di kamar kostnya.

Aku menemukan taksi, lalu dengan cepat menaikinya. Sepanjang perjalanan pulang, aku marah. Air mataku tidak bisa kutahan, ia tidak mau berhenti mengalir. Rasanya ingin cepat-cepat sampai rumah dan menangis sepuasnya di kamarku.

Sesampainya di rumah, saat melihat ponselku, aku mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Faris. Dan ia masih saja meneleponku berkali-kali. Namun aku yang sudah sangat marah dengannya, tidak mau mengangkatnya. Bahkan, setelah lelah mendengar ponselku berbunyi, kumatikan ponsel itu, dan meletakkannya di dalam tasku.

Mataku sudah sembab karena menangisi laki-laki sialan itu. Untungnya besok hari minggu, dan aku tidak perlu bangun pagi-pagi untuk berangkat kerja ke kantor.

--

"Kamu berantem, ya, sama Faris?" Tanya Ratih, salah satu teman kantorku.

"Iyaa."

"Kenapa, sih, Bel?"

"Enggak apa-apa, Mbak. Cuma masalah kecil, tapi aku malas untuk bicara dengannya lagi." Balasku.

Padahal, sudah beberapa hari sejak kejadian sabtu malam itu, Faris sudah berkali-kali berusaha untuk meminta maaf padaku. Namun aku yang amat tersakiti perasaannya, sudah malas bicara dengannya. Aku tidak mau mendengar penjelasannya. Biar saja dia pergi, biar saja aku hidup seorang diri. Aku tidak butuh laki-laki bajingan macam Faris. Aku butuh laki-laki baik-baik yang serius. Yang tidak merendahkan kaum perempuan dengan mengajaknya menginap dan menidurinya saat perempuan itu berada di kamarnya.

Namun Faris tidak patah semangat. Ia masih terus memohon maaf padaku. Sampai suatu waktu, saat makan siang di kantin. Ia mendekatiku, lalu duduk di depanku. Ia meminta waktu untuk aku mendengar semua penjelasannya.

"Bel, tolong dengerin aku dulu."

Aku tidak meladeninya. Aku tidak mau menatap wajahnya.

"Bel." Panggilnya sekali lagi.

Aku sangat membencinya, namun risih sekali aku diganggunya setiap hari. Sehingga, hari ini, aku mengiyakannya. Biarlah kuberikan ia satu kesempatan untuk bercerita. Walaupun aku sudah tahu, bahwa setelah ia bercerita, aku tetap tidak ingin mengenalnya lagi.

----

Jangan Lupa Votenya Guys..

(21+) Menginap Semalam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang