Closer - SenBan (End)

939 55 46
                                    

"Festival kembang api?"

Untuk sesaat, atensi sang fisikawan muda itu tertuju pada sosok lelaki berambut cokelat gelap yang berdiri di sampingnya. Setelahnya, ia kembali beralih pada layar komputer dan mematikannya. Suara erangan tertahan terdengar saat Sento merenggangkan otot-ototnya yang kaku akibat terlalu lama duduk dalam posisi yang sama. Beruntung pekerjaannya telah ia selesaikan, hingga rasa capek tak terlalu terasa.

Banjou tampak mengangguk, "Benar. Kau ikut, 'kan?"

"Malas." Sento menggerakkan tangan kanannya untuk mengambil sebungkus roti selai nanas yang tergeletak di atas meja, di dekat komputernya. Segera ia membuka bungkusnya dan menggigit sedikit roti itu. "Aku tidak ikut." sahutnya di sela-sela mengunyah.

Jawaban yang diberikan oleh Sento membuat Banjou merasa sedih. Padahal, ia menaruh harapan besar pada hal ini. Ajakannya untuk pergi ke festival kembang api adalah agar bisa sedikit menghabiskan waktu berdua dengan Sento. Bagaimana pun juga, inti dari semua itu adalah untuk bisa lebih dekat dengannya.

Berusaha untuk tidak terlihat kecewa akan penolakan Sento, Banjou mencoba tetap terlihat biasa-biasa saja. Ia lalu berujar, "Ayolah, Sento! Misora saja mau tuh diajak pergi melihat festival kembang api oleh Kazumi!"

Sento hanya meliriknya sekilas, tanpa mau menanggapi. Terlihat santai menyantap roti selai nanasnya itu.

Melihatnya membuat Banjou berdecak. Ia mencondongkan tubuh ke arah Sento, lalu mengambil roti selai nanas yang tinggal sedikit dari tangannya. Tak peduli akan raungan protes dari lelaki itu. "Ah, aku lupa. Walau Misora mau diajak, tetap saja Sawa-san juga harus ikut serta. Kalau tidak, maka Misora tidak akan mau pergi." lanjutnya lagi, lalu memasukkan roti selai nanas milik Sento tadi ke dalam mulutnya dan mengunyahnya santai.

Bersandar pada sandaran kursi, sepasang iris cokelat Sento menatap kesal ke arah Banjou yang sedang menikmati roti selai nanasnya tanpa rasa bersalah.
Si bodoh itu memang menyebalkan!

"Kalau kau juga mau pergi, sebaiknya ikut saja sama mereka." kurang dari setengah air mineral di dalam botol telah habis ia teguk. Rasanya sungguh melegakan. Kembali botol air mineral yang telah kosong ia taruh di atas meja.

"Tidak mau!" balas Banjou cepat.

"Ya, terserah kau saja." Sento mengangkat kedua bahunya acuh.

"Kau yakin tidak ingin pergi Sento?"

"Malas tahu! Mending aku menciptakan formula baru."

"Kau ini!" Banjou memutar kursi yang Sento duduki menghadap ke arahnya. Itu membuat Sento refleks menatapnya. Kontak mata terjadi antara ia dan Sento karenanya. Tubuh Banjou agak sedikit ia condongkan ke depan, sementara kedua tangannya bertumpu pada sisi kiri dan kanan kursi. Itu membuat Sento terkurung di antara kedua lengan lelaki itu. Untuk beberapa saat, mereka saling bertatapan sebelum kemudian Banjou kembali bersuara. "Seharusnya kau bisa bersantai sedikit, Sento. Menikmati indahnya kembang api yang beraneka warna dan bentuk. Jangan terlalu memikirkan pekerjaanmu terus. Aku cuma ingin kita bisa sedikit bersenang-senang. Apa boleh buat jika kau tidak ingin pergi." lanjutnya lagi. Kali ini ia menjauhkan dirinya dari Sento.

Sikap Banjou saat ini membuatnya bertanya-tanya dalam hati. Sebenarnya, ada apa?

Sebentar kemudian, Sento membulatkan matanya saat sesuatu terlintas di benaknya.
Apa jangan-jangan si bodoh itu ingin pergi berdua saja dengannya?

"Kau mau pergi denganku, kah, Banjou?" tanpa basa-basi, Sento langsung menanyakan apa yang tadi ia pikirkan.

Mendapat pertanyaan seperti itu oleh Sento, untuk beberapa saat, Banjou terdiam. Ia bingung harus menjawab seperti apa. Padahal tinggal bilang saja yang sebenarnya, siapa tahu Sento akan merubah keputusannya.

"Itu ..." Banjou menjeda. Ia menelan saliva gugup. Kemudian berbalik memunggungi Sento, tak ingin menatapnya. "Ah, aku mau ambil minum. Makan rotimu tadi bikin aku haus, tahu." bukannya menjawab, Banjou malah mengalihkan pembicaraan. Bahkan ia mulai mengambil langkah untuk pergi dari sana.

Astaga! Kok, jadi gugup gini ya?

Melihat tingkah Banjou yang seperti itu, membuat Sento jadi yakin bahwa sebenarnya semua percakapan tadi - yang terkesan berbelit-belit, menurutnya adalah karena si bodoh itu ingin mengajaknya pergi berdua ke festival kembang api itu. Tapi, Banjou merasa ragu untuk berterus terang?

Tanpa sadar Sento tersenyum kecil. Pikirnya, betapa menggemaskannya Banjou, bukan?

"Mari pergi bersama, Ryuga."

Langkah kaki Banjou sontak terhenti saat mendengar Sento mengatakan kalimat itu. Belum lagi, nama kecilnya juga ikut keluar dari mulut Sento. Itu sesuatu yang sangat jarang terjadi. Padahal ia sendiri tahu bahwa Sento tidak akan mau memanggilnya dengan nama kecilnya, 'Ryuga'. Terlalu keren, menurutnya. Juga tidak pantas untuk lelaki sebodoh dirinya. Mulutnya Sento terkadang bisa tajam juga.

Tapi, barusan ia tidak salah dengar, 'kan, saat Sento menyebutnya 'Ryuga?'

"Kau bilang apa, Sento?" Banjou yang tadi sudah di ambang pintu, kini membalik tubuhnya dan berjalan mendekati Sento yang masih duduk di kursinya. Ia memiringkan kepala menanti jawaban Sento.

"Memang aku bilang apa?"

"Kau!" Banjou berdecak sambil berkacak pinggang. "Tadi kau bilang akan 'pergi'. Juga memangilku 'Ryuga', begitu!"

Alis Sento terangkat, "Benarkah? Aku tidak ingat."

Ah, mempermainkan Banjou, ia pikir tidak ada salahnya.
Dasar Sento jail!

"Kau, 'kan pintar. Masa bisa langsung lupa?"

"Ah, terima kasih atas pujiannya, ya."

"Kau! Ah, sudahlah!" Banjou terlihat sedikit frustrasi. saat ia akan membalik tubuhnya, pergelangan tangannya ditahan oleh Sento. Lelaki itu telah berdiri dari duduknya dan menatap Banjou intens.

"Mari pergi berdua, Ryuga." ujar Sento, seulas senyum tersungging di bibirnya.

"Sento," gumam Banjou rendah. Sedetik kemudian, ia tersenyum lepas dan langsung merengkuh tubuh Sento.

"Akhirnya, kau memanggilku Ryuga." suara tawa kecil terdengar setelahnya.

"Sudah, lepaskan." Sento berusaha mengurai pelukan antara ia dan Banjou. Namun tampaknya Banjou malah semakin memeluknya erat. "Banjou, sudah."

"Baiklah." Banjou mengurai pelukannya dengan terpaksa - tidak rela. Secara tak terduga ia malah mengecup pipi putih Sento singkat.

Setelahnya, Banjou segera berlalu dari sana dengan santainya, meninggalkan Sento yang masih membeku di tempat.

***
The End

Gimana dengan one-shot kali ini?
Semoga suka ya.

Maaf ya, jika ceritanya tidak bagus dan malah makin aneh saja. Aku telah berusaha.

Terima kasih bagi yang telah membaca!

The Story Of Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang