Naira duduk di warung sembako dekat rumah Jana dengan pakaian yang terbilang absurd. Jaket tebal, masker, dan topi layaknya seorang paparazzi. Kalau bukan untuk memata-matai Jana, ini semua takkan mau ia lakukan.
Pulang sekolah tujuan utama Jana pastinya adalah menjemput adiknya di rumah tetangga. Naira sendiri bersembunyi di balik pagar tanaman tinggi yang bersebelahan dengan parit. Ia memasang telinga baik-baik agar bisa mendengar percakapan mereka.
"Wah, Kak Jana udah dateng tuh." Sang Ibu pemilik rumah berjalan menuju tangga sambil melambaikan tangan sang bayi.
Jana tersenyum senang. Ia merentangkan tangan menyambut adiknya. "Sekarang kita pulang ya, Wa."
"Wa?" Naira membeo. Selama ini dia memang sama sekali tak pernah tau siapa nama adik angkat Jana itu. Jana tak pernah bercerita banyak, maka Naira juga tak pernah bertanya.
"Dadah, Wawa!" Ibu pemilik rumah itu melambaikan tangan pada 'Wawa'. Jana membalasnya dengan senyuman lebar.
"Oke, gak ada yang aneh." Gumam Naira. Ia berdiri perlahan setelah melihat Jana pergi jauh dari rumah ini.
Sampai sore, Naira memata-matai Jana dan adiknya itu. Mulai dari memberi susu, mengganti popok, berbicara khas anak bayi, dan lainnya dilakukan Jana seolah ia seorang ibu. Sebenarnya Naira sudah lelah, mulai dari pulang sekolah sampai sekarang ia belum ada makan. Lagipula, tak ada yang aneh sama sekali antara Jana dan anak bayi itu. Dugaan mereka semua pasti salah. Jana merawat bayi itu karena terlantar dan menjadikannya adik angkat kecil. Tak mungkin Jana si gadis suci dan baik hati itu hamil.
"Harusnya gue gak mudah percaya gosip orang," Gerutu Naira. Ia berbalik badan dan membuka satu persatu atribut paparazzi nya. Cukup sudah penyamarannya, kali ini ia akan datang bertamu ke rumah Jana.
Semua pakaiannya tadi ia masukkan ke dalam tas ransel. Naira menegakkan badan dan siap mengetuk pintu rumah Jana sebelum ia mendengar suara isak tangis.
Naira tertegun.
Ia tahu benar bahwa ini adalah suara tangis Jana. Terdengar menyakitkan.
"Ja—"
"Bunda tau ini semua salah. Bunda nutupin kamu yang sebenarnya itu anak Bunda. Tapi Bunda gak bisa, kamu bakal di cap anak haram nantinya. Maaf, Wa. Maafin Bunda ...."
Bunda? Anak haram?
"Jadi bener ...." Gumam Naira. Ia tertunduk sedih. Perasaannya campur aduk. Ia benar-benar tak menyangka bahwa Jana benar-benar sudah memiliki anak. Tapi dari siapa?
Tok! Tok! Tok!
"Jana!" Panggil Naira kuat. Ia mengetuk dengan tak sabaran sampai Jana membukakan pintu dengan wajah kaget.
"Loh, Naira? Lo bikin gue kaget." Ucap Jana. Jelas sekali ia menahan getaran ucapannya.
Naira menatap sinis. "Jelasin semuanya sama gue."
Jana mengerutkan kening. "Hah?"
"Gue denger semuanya," Naira tak sabar, ia langsung menarik tangan Jana masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya. Sorot matanya berubah marah.
"Siapa yang hamilin lo?!"
Jana bungkam. Ia tak menjawab apapun.
"Jana! Jawab gue!"
"Duduk dulu," Jana berusaha lembut. Ia sadar bahwa Naira ditelan kemarahan takkan pernah bisa mengontrol semua tindakannya. Bisa-bisa ia mengacaukan seisi rumah jika terlalu marah.
Naira berdecih. Ia mendaratkan bokongnya keras ke sofa, tangannya bersedekap menunggu penjelasan Jana. Sementara Jana berbalik badan menuju kamar lalu keluar sambil menggendong adiknya. Oh, atau mungkin sekarang bisa disebut anaknya.
"Setelah semua ini mungkin lo bakal benci sama gue, Nai." Jana berucap dengan sedih. Ia memaksakan senyum tipis di wajah sembabnya.
"Setelah semua ini mungkin gue bakal hajar cowok yang hamilin lo, Na." Balas Naira cepat. Takkan ia maafkan siapapun yang berani merusak sahabatnya ini dan tak bertanggungjawab.
Jana tersenyum. Ia mulai bercerita sambil menimang-nimang anaknya.
"Gue gak pernah cerita sama lo 'kan kalo gue pernah punya pacar?" Jana terkekeh pelan, apalagi saat melihat raut wajah Naira yang hendak protes. "Sorry, Nai. Gue gak pernah cerita apapun soal cinta gue, tapi lo selalu cerita semua hal yang lo pengen cerita. Gue baru sadar kalo ternyata gue egois begitu." Jeda. Jana bersenandung pelan menidurkan anaknya.
Naira masih betah mendengar. Walau sebenarnya lidahnya sudah gatal untuk berkomentar.
" 1 tahun yang lalu, pas anniversary 2 tahun sama pacar gue itu kami ngerayainnya sama teman-teman dia juga. Dari teman-temannya gue tahu kalo dia itu cowok mesum yang suka minta jatah, tapi gue bantah karena selama pacaran cowok gue ini gak pernah minta yang aneh-aneh. Tapi, sekalinya brengsek tetap brengsek, 'kan?"
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Cookies[COMPLETED]
Short StoryCerita pendek. Cookies merupakan bingkisan yang selalu Naira beri pada pujaan hatinya, Alvin. Tapi, sahabatnya (Jana) tak pernah suka dan selalu melarang Naira dekat dengan Alvin. Naira yang keras kepala akhirnya luluh setelah tahu fakta Alvin yang...