E

2 0 0
                                    

"Hah?"

"Kenapa, Nai?"

"Ulangi lagi. Siapa namanya?"

"Namanya Alvin. Kurang jelas?"

Naira berpikir keras. "Nama Alvin di kelas 11-B cuman ada satu."

"Iya. Cowok brengsek, bajingan, gak ada otak yang hamilin gue namanya Alvin. Alvinandar."

Mata Naira melotot sepenuhnya. Ia kaget bukan main mendengar Alvin pujaan hatinya yang telah membuat Jana jadi 'Mama Muda'.

"Nggak mungkin." Naira tertawa hambar. "Lo pasti ngawur kan? Oh, ini cara biar gue bisa move on dari Alvin ya?"

Jana menggeleng. "Gue serius, Nai."

Naira bungkam.

"Pacar gue satu tahun yang lalu itu Alvin."

"Gak mungkin." Gumam Naira.

Jana menatap sedih sahabatnya. Sudah ia duga kalau Naira takkan percaya omongannya. Cintanya benar-benar membuatnya buta, sama seperti dirinya sendiri dulu.

"Naira, gue tahu lo pasti kaget. Tapi gue ngomong yang sejujurnya sama lo. Alvinandar ayah dari anak gue ini."

"Gimana bisa?" Naira menoleh. Sorot matanya kosong. Suaranya terdengar gemetar.

"Gimana bisa?" Ulangnya.

"Itu yang buat gue suruh lo move on dari Alvin. Dia cowok gak bener, Nai." Jana menghela napas. "Setelah tau gue hamil, dengan seenak jigong dia minta putus. Dan malah jalan sama cewek lain, sebelum lo datang dan umumin kalo lo suka sama dia."

Naira shock. Ia rasanya ingin menangis, tapi rasa benci lebih mendominasi. Mengingat perlakuan Alvin pada Jana, bukan tidak mungkin ia sendiri akan diperlakukan seperti itu juga nantinya.

"Gue bakal move on, Na." Naira membulatkan tekad. "Tapi sebelum itu, gue harus kasih pelajaran dulu sama dia."

Jana merasa perasaannya tak enak, apalagi saat mendapati senyum aneh Naira.

"Nai—"

"Hahahaha!" Naira tertawa senang, ia terlihat kembali ceria. "Oh, iya. Nama anak lo ini siapa? Kok dipanggil Wawa?"

Jana diam sejenak. Mood Naira yang mendadak berubah terasa mencurigakan. Pasti ada yang anak itu sembunyikan darinya. Tapi, Jana pura-pura tidak tahu. Ia menimang-nimang anaknya dengan lembut sambil tersenyum tipis.

"Namanya Zahwata."

"Dih, nama cantik begitu dipanggil Wawa." Cibir Naira.

Jana melotot. "Suka-suka gue dong. Anak-anak gue." Ucapnya.

Naira terkekeh. Ia menunduk mengelus pipi gembil Wawa yang tidur lelap di gendongan Jana. Memang, Jana sudah hebat menjadi ibu walau usianya masih muda.

"Gimana cara lo sembunyiin dia? Gue gak pernah tau kapan lo hamil." Ucap Naira.

"Lo sadar gak sih dulu tuh gue gemuk banget? Itu cara biar perut gue gak terlalu nampak buncit. Soal ngelahirinnya, gue datengin tuh rumah Alvin dan maksa dia buat bantu gue lahiran. Alhasil, gue lahiran di rumahnya dibantu sama Mamanya."

"Mamanya tau anaknya bejat gitu?"

"Tau. Tapi dia sama sekali gak belain gue. Bangsat 'kan?"

"Bener-bener deh. Batal gue suka sama Alvin kalo gini." Naira berdecak kesal. Mulai sekarang ia takkan mau lagi memberi makanan apapun untuk Alvin. Besok akan ia deklarasikan bahwa ia sudah tak menyukai pria itu. Sebenarnya ia ingin mengungkap kebejatan pria itu, tapi pastinya Jana akan ikut terseret.

"Nama panjang Wawa siapa?"

"Yakin mau tahu?"

"Iya. Siapa?" Desak Naira.

"Zahwata Diranandar."

"Kenapa ada Nandar?!"

"Nama bapaknya." Jana tertawa sendiri.

Naira bingung. "bukannya lo bakal keingat terus sama Alvin kalo gini?"

"Emang, gue gak bakal lupain dia sampai kapanpun. Sengaja gue ambil nama belakangnya biar dia tau kalau ini anaknya."

"Dia gak pernah main kesini?"

"Nggak. 3 hari habis gue melahirkan aja langsung di suruh pulang kesini."

Naira meringis. "Jahat banget."

"Emang. Makanya gue ngelarang lo suka sama dia dari dulu."

"Mana gue tahu kalo sebenernya dia bejat gini." Naira membela dirinya. "Tapi besok dia bakal dapat 'sedikit' pelajaran dari gue."

"Jangan aneh-aneh." Tutur Jana.

Naira mengacungkan jempol. Ia terkekeh, lalu tiba-tiba tertawa keras sampai Wawa terbangun. Alhasil, semprotan ala emak-emak dari Jana jadi makanannya sore itu.

•••••

Cookies[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang