Baper.
Seluruh badan Naira rasanya mendadak lemas setelah Alvin memakan kue darinya tadi. Apalagi di depan banyak orang, hal yang tak pernah ia lakukan selama 2 tahun ini.
"IIHHH! Alvin bener-bener deh!" Gumam Naira gemas. Ia menepuk pipinya pelan, berusaha menghilangkan rona merah di seluruh wajahnya.
Setelah mencuci muka di toilet, Naira keluar dengan senyum semringah. Sepanjang koridor ia terkekeh sendiri, mengulang-ulang kejadian saat Alvin makan dari suapannya. Benar-benar membekas di hati!
Saat masuk kelas, Naira langsung tertuju pada Jana yang tidur dengan buku menutup wajahnya. Sudah biasa, Jana selalu tidur bahkan walau masih pagi. Wanita itu jarang tidur nyenyak di malam hari karena harus mengurus adik angkatnya yang masih bayi. Tinggal sebatang kara dengan anak bayi membuat Jana selalu lelah dan kekurangan tidur. Untungnya, Jana termasuk kaya raya, dari harta warisan kakek dan ayahnya ia hidup. Selama bersekolah, adiknya akan ia titipkan dirumah tetangganya yang dengan senang hati merawat adiknya tersebut. Oleh sebab itu, Naira selalu merasa menyesal setiap kali membuat Jana kesal. Perempuan dengan pemikiran dewasa seperti Jana adalah satu-satunya orang yang dapat Naira percaya sebagai sahabat.
Naira duduk di sebelah Jana. Ia sebenarnya hendak bercerita tentang Alvin, tapi enggan karena Jana pasti butuh istirahat sekarang. Alhasil, Naira memilih membuka buku matematikanya. Mengerjakan beberapa soal dibuku selagi semangat dan mood-nya yang bagus.
"Naira."
"Lo bangun?"
Jana mengucek matanya. Ia melirik arlojinya dan menguap sekali. "Bentar lagi bel." Jawabnya.
Naira menatap mata Jana yang masih merah. Kantung mata gelap di kedua matanya menjadi saksi bahwa ia benar-benar butuh istirahat sekarang.
"Mending ke UKS, Na." Ucap Naira. Ia meletakkan pulpennya dan menghadap Jana yang diam. "Lo ... Bener-bener butuh istirahat."
"Tapi gue juga harus belajar."
"Sesekali bolos gak apa-apa." Naira terkekeh. "Kalo lo ketinggalan pelajaran, gue bisa ngajarin lo nantinya."
Jana diam sejenak. Ia mengangguk pasrah dan berjalan menuju UKS sendirian. Ia enggan diantar oleh Naira karena sebentar lagi bel akan berbunyi.
"Lo tau gak sih kalo Jana itu punya anak?"
"Hah? Masa sih? Lo denger darimana?"
"Gue denger dari sepupu gue yang tinggal deket rumahnya. Tiap hari Jana ngurus anak bayi udah kayak emak-emak, rumah dia emang besar banget. Tapi nyangka gak sih lo kalo dia udah punya anak?"
Telinga Naira panas mendengar sahabatnya digosipkan. Mereka tidak tahu apa-apa, Jana tak pernah hamil dan memiliki anak. Jana itu perempuan baik dan terhormat, ia takkan memberikan tubuhnya pada pria manapun kecuali suaminya nanti.
"Lo yakin? Ini gak salah?"
"Beneran. Soalnya pas gue ke rumah sepupu gue itu dan ngelewatin rumah gedong punya Jana, gue liat dia di depan rumah sambil gendong anak bayi. Gue gak terlalu peduli sampai gue denger dia ngomong 'maaf, nak. Ini semua salah Bunda.' aneh gak sih menurut lo?"
Naira tertegun. Ia dengar dengan jelas percakapan mereka yang duduk di belakangnya. Walau berbisik-bisik, Naira masih bisa dengar dan itu membuatnya terdiam.
Apa benar omongan mereka? Atau mereka hanya fitnah belaka?
"Gue harus tau langsung dari Jana."
Sudah Naira putuskan, sepulang sekolah ini ia akan berkunjung ke rumah Jana. Secara diam-diam.
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Cookies[COMPLETED]
Historia CortaCerita pendek. Cookies merupakan bingkisan yang selalu Naira beri pada pujaan hatinya, Alvin. Tapi, sahabatnya (Jana) tak pernah suka dan selalu melarang Naira dekat dengan Alvin. Naira yang keras kepala akhirnya luluh setelah tahu fakta Alvin yang...