S

2 0 0
                                    

Naira sudah siap berangkat sekolah. Ia duduk manis di dalam taksi setelah melambaikan tangan pada ibunya.

"Dadah, Ma!"

"Kue-nya jangan lupa! Kamu buat seharian itu!" Teriak ibunya.

Naira mengacungkan jempol. Ia mengangkat box makanan berwarna ungu di dalam plastik. Sekali lagi ia melambaikan tangan bersamaan dengan taksi yang mulai melaju. Wajahnya cerah. Setelah semalaman memikirkan apa yang harus dia perbuat pada Alvin, ia dapat ide cemerlang yang akan cocok untuk Alvin. Pria itu pasti kapok setelah ini.

"Video itu masih ada sama dia?" Tanya Naira.

Jana menggeleng. "Udah gue pastiin langsung dia gak nyimpan video itu lagi."

"Oke."

Naira mengangguk sendiri mengingat percakapannya dengan Jana sebelum pulang kemarin. Video itu sudah aman, tinggal memberi sedikit 'sentuhan' untuk sang dalang.

Naira tersenyum lebar. Ia sudah tak sabar.

·····

"ALVIN!"

Alvin berdecak. Ia melempar bola basket ditangannya kepada salah satu rekannya lalu berbalik badan menatap lekat Naira. Sunggingan bibir Naira tak berubah, selalu terlihat manis dan menawan. Tampilannya berubah lagi sekarang. Dulu ia selalu mengikat rambut tinggi dan memakai jepit warna-warni, kemarin bando mutiara, dan sekarang rambutnya digerai dengan bando kuping kucing. Imut memang.

Orang-orang mulai berkerumun. Tak sabar melihat secara langsung drama cinta remaja ala Alvin dan Naira yang sudah melegenda.

"Apa lagi?" Tanya Alvin.

Naira menyerahkan kotak kue hasil buatannya pada Alvin. "Ini! Sebagai orang yang suka sama lo, sudah tugas gue selalu kasih lo makanan. Ayo diambil."

Terkadang cara Naira terlihat absurd dan blak-blakan. Takkan ada perempuan yang blak-blakan seperti dia kecuali di dunia orange ini.

Alvin menatap lama kotak kue itu. Ia meraihnya dan mengangguk. "Makasih."

"Sama-sama! Oh, iya, makannya jangan sebelum siang ya, takutnya basi."

"Hm."

"Oke, bye, Alvin!"

Alvin melengos. Ia berbalik badan mengambil tasnya dan pergi ke kelas. Semua orang bubar sambil menggerutu, tak biasanya dramanya berlangsung sesingkat ini.

Alvin membuka kue itu di belakang sekolah. Sengaja mencari tempat sepi agar tak ada yang menyerobot kue-nya.

Enak saja.

Cheesecake 3 potong dengan toping berbeda-beda. Ada satu botol minum kecil juga. Naira terlalu niat untuk membuat ini.

"Cewek emang suka ribet," gumam Alvin.

Dengan santai ia memakan kue itu, mengabaikan bel yang berbunyi. 5 menit waktu yang ia butuhkan untuk menghabiskan kue keju itu dan meminum minuman yang disediakan Naira.

Matanya mulai mengantuk. Namun, bisa ia lihat sepasang kaki yang berjalan mendekat. Alvin mendongak, matanya menyipit memandang Naira yang berdiri dengan senyum manis.

"Nai?" Parau Alvin.

"Gimana? Enak?"

Alvin mengangguk. Matanya semakin berat.

Naira tersenyum kian lebar. Ia duduk disebelah Alvin dan mengusap rambut cokelatnya, agar pria itu tambah lelap dalam tidur. Benar, semakin lama mata Alvin semakin berat. Ia tertidur lelap di sebelah Naira yang bersorak-sorai.

"Yey!" Naira tertawa senang. Sudah ia pastikan takkan ada orang yang tahu tentang ini semua.

"Lo apain dia?"

"Jana?"

Jana bersedekap. Siap menghakimi Naira lagi dengan ceramah emak-emaknya. Matanya tampak berkantung, jelas sekali ia tidak bisa tidur nyenyak lagi karena mengurus Wawa.

"Awal rencana." Jawab Naira semangat.

"Lo kasih dia obat tidur?" Jana mendekat, berjongkok di depan Alvin dan menelisik raut wajah pria itu.

"Iya, dosis tinggi!"

"Buset." Jana menggeleng. "Psikopat parah sih lo,"

"Bodooo~" Naira mengayunkan badannya, menari-nari sambil tertawa bahagia. Ia tiba-tiba menepuk tangan sekali.

"Ayo, bantu gue bawa dia ke gudang."

"Gudang sekolah?"

"Gudang rumah gue."

•••••

Cookies[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang