Aku pertama kali mengintipi rumah orang sejak SD. Anak pindahan dikelasku ternyata tinggal dekat sekolah. Aku mau main dirumahnya. Saat pulang, motor ayahnya berdiam di samping rumah biru. Kendati masuk lewat pintu, aku berjongkok dibawah jendela, mengamati celah kaca. Aku belum tahu itu salah, yang kupikirkan cuma takut seandainya salah alamat.
Menguntit sebenarnya mudah. Kita memang tidak peduli dengan privasi. Cari saja jendela dan waktu yang tepat. Biasanya orang-orang sudah tidur jam dua. Tidak ada yang tahu, tetangganya juga berdiam di rumah masing-masing.
Entah alasannya apa, tapi kegiatan itu jadi kebiasaan. Beberapa kali setiap bulan, sembunyi dibalik tingkap selama lima belas menit. Bukan cuma satu. Banyak. Terlalu banyak.
Sampai sekarang aku masih suka mengawasi orang. Seru. Seringkali aku tak kenal mereka sama sekali. Dari kebiasaan itu aku bisa banyak hal. Jadi sebenarnya hobiku ada baiknya juga. Tetapi jujur, keluarga anak baru itu membosankan. Rutinitas mereka selalu sama. Ayah mereka ditengah, anak dan istrinya duduk di samping. Ayahnya menyalakan TV, lalu mereka duduk diam mengamati statis selama tiga jam. Tanpa berkedip.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Kaleidoscope
PoetryIni semua puisi yang aku pernah tulis, dari 2016 - sekarang. Bersama drabble yang kutulis dari 2016 - 2018. Iya, kualitasnya nggak begitu bagus. I was an angsty, horny teen. Sekarang dijadikan tempat untuk ngepublish drabble baru yang entah genrenya...