Tiga.

59 6 2
                                    

'🔔' Bell istirahat berbunyi.

"Gc, Ta. Gue laperrr belom makan dari pagi." ajak ku kepada Zetta.

Zetta yang masih saja sibuk membereskan buku nya langsung menghentikan. "Lah, emang lo tadi pagi gak sarapan dulu?."

"Gimana mau sarapan, kan gue aja kesiangan. Emang lo mah suka rada rada."

"Hahaha. Yaudah ayuk."

Saat menuju kantin tiba tiba aku tertabrak seseorang. "Auhh." Ringis ku.

"Eh sorry sorry, gue gak liat." Maaf cowok itu.

"Makanya kalo jalan tuh liat liat, pake mata." katus ku dan langsung pergi meninggalkan nya.

"Ih lo galak banget sih Ra."

Aku melirik ke Zetta. "Salah dia sendiri, kenapa jalan gak liat liat. Kan jadi sakit pundak gue."

Zetta hanya menggeleng kan kepalanya. "Eh lo mau mesen apa?."

"Nasi goreng aja, sama es jeruk."

"Bu, nasi goreng satu, mie ayam satu, sama es jeruk nya dua ya." Pesan Zetta.

"Iya, Neng."

"Hari ini lo lagi apes kali ya Ra."

Aku mengkerutkan alis ku karna tidak mengerti maksud perkataan Zetta tadi.

"Pertama, lo terlambat. Kedua, lo diomelin Bu Dani. Ketiga, lo gak bawa berkas dan gak jadi rapat. Ke empat, lo gak ngerjain Pr dan dihukum Bu Nur. Ke lima, lo ketabrak cowok tadi dan lo marah marah. Dalam satu hari lima kali apes? Hahaha. Nanti apa lagi ya."

"Ish, apaan sih lo Zett."

Zetta hanya terkekeh. "Tapi, orang yang nabrak lo tadi ganteng juga. Hahaha."

Aku memutar kan ke dua bola mata ku. "Ini Neng, pesanan nya."

"Makasih bu."

"Sami sami."

"Eh iya, lo kenapa bisa putus sama Iqbal?." Tanya Zetta dengan mengaduk mie ayam. Pertanyaan itu yang membuat ku tersedak. "Eh lo kenapa,minum dulu ni."

"Harus gue jawab ya?."

"Kalo lo gak keberatan buat cerita, cerita aja. Gue siap dengerin nya. Tapi kalo lo keberatan, gak usah diceritain."

Ya Tuhan, apa aku harus menceritakan nya? Kepada Zetta. Duh, kenapa aku harus putus juga sih. Kenapa aku gak mikir kayak ibu, kenapa aku tidak berubah, kenapa aku harus memutuskan nya dengan cara berbohong!?. Bodoh, bodoh sekali kamu Azzura.

Zetta membangun kan ku dari lamunan ku. "Woe."

Aku tersentak kaget dan terbangun dari lamunan ku. "Eh, iya Zett kenapa?."

"Keberatan?."

Aku menggeleng kan kepala dan menceritakan nya. "Semalem gue mutusin dia..."

"Why?."

"Karna gue banyak salah sama dia. Pas gue pacaran sama dia, gue kayak gak anggep dia pacar. Iya tau, gue udah dua tahunan. Gue tau dia baik, jauh lebih dari kata baik malah kan. Gue nyesel Ta... Gue nyesel. Kenapa gue harus ngelakuin itu ke dia, kenapa gue gak rubah sikap gue aja tanpa harus mutusin dia. " Air mata ku mulai terjatuh. Dan Zetta memeluk ku.

"Udah lah Ra. Semua orang pernah bikin salah. Udah gak usah dipikirin lagi."

"Gue bodoh banget Ta, gue bodoh... Kenapa gue harus begini sih."

Zetta mengelap air mata ku yang semakin keluar. "Udah Ra. Lanjutin makan nya, nanti keburu masuk."

Aku memangguk sebagai tanda jawab iya.

—🐢.

Ketika di kelas, aku hanya berdiam diri tidak seperti biasanya. Yang banyak omong, petakilan, cerewet. Tapi untuk hari ini tidak lagi atau, untuk seterusnya?. Entah lah, dunia ku mulai berubah. Mungkin tidak ada lagi, Azzura yang petakilan. Diganti dengan Azzura yang ambyar.

"Eh, liat deh. Biasanya kan Azzura pecicilan, sekarang malah jadi patung. Hahaha." Aku yang mendengar perkataan itu langsung melirik sinis.

"Berisik lo, jantan!." Balas ku dengan nada tinggi, kepada Edgar. Ya, dia yang berbicara tadi. Orang nya sih ganteng, tapi sayang nya dia rusuh, rese, nyebelin. Emang suka rada rada orang nya. Hahaha.

"Gue mah emang jantan, kuat." Kata nya dengan berkacak pinggang. "Gak kaya betina, lemah. Dikit dikit nangis, suka gak mood, ambekan, ini lah, itu lah." Sambung nya.

Tiba tiba bagas menyabar. "Aduh betina, betina. Banyak cerewet nya. Hahaha." mereka berdua terus saja tertawa.

"Udah woe. Sahabat gue ini, kasian semalem abis putus." Ujar Zetta.

Edgar dan Bagas saling menatap. "Oh, abis putus." Ucap mereka berbarengan.

"Lagi sih, lu ambekan mulu. Jadi diputusin kan, Hahaha." Ledek Edgar

Aku yang mendengar perkataan Edgar, langsung melempar kotak pensil kepada Edgar. Tapi sayang nya, ketika aku melempar tidak mengenai nya, melainkan mengenai orang yang menabrak ku tadi. Dan di tangkap dengan nya.

Ya Tuhan, kenapa harus mengenai nya. Dan kenapa dia ke kelas ku? apa dia ingin membalas memarahi ku? Karna tadi aku memarahi nya. Hmm, sudah lah aku tidak peduli juga.

"Eh, itu yang tadi nabrak lo kan Ra?." Aku masih terdiam melihat nya berada di kelas ku. "Dia mau ngapain ya disini Ra?. Apa dia mau bales dendam ama lu? Soal yang lu marahin dia tadi." Lanjut Zetta.

Benarkah dia akan membalas memarahi ku? Tapi kenapa, hanya karna aku memarahi nya tadi? Huh... Entah lah. Lagi pula dia yang salah, bukan ku. Aku juga tidak mempedulikan nya. Terserah dia saja, ingin memarahi ku atau apa lah itu.

Aku menghampiri nya. "Siniin Kotak pensil gue!." Pinta ku dengan ketus. Dia memberikan nya, tanpa memarahi ku. Aku sedikit bingung, kenapa dia tidak sekalian memarahi ku?. Mungkin dia sadar, yang salah bukan aku. tetapi dia.

Tiba tiba Bagas menghampiri nya juga. "Eh, Kenzo."

Oh, ternyata dia namanya Kenzo. Teman Bagas?. Mau saja Bagas berteman dengan nya. 

Kenzo memberikan buku kepada Bagas. "Nih, buku lo."

"Thanks." Lalu dia pergi keluar dari kelas ku.

"Itu temen lo Gas?." Tanya ku kepada Bagas. "Mau aja lagi lo temenan sama dia." Lanjut ku. Tapi yang menganehkan Bagas malah tertawa

"Dia bukan temen gue. Tapi sodara gue." Aku membulat kan mata. Dan Bagas masih tertawa.

Mendengar kata saudara, Zetta langsung menghampiri kita berdua. "Hah!? Sodara?."

"Iye, busehh."

"Tadi kan Azzura ditabrak dia. Siapa tuh namanya."

"Kenzo." Jawab Bagas.

"Nah iya itu. Terus Azzura malah marah marah sama dia, padahal kan gak sengaja. Hahaha."

Aku menyenggol Zetta. "Ih apaan sih. Lagian juga dia yang salah. Kenapa jalan gak liat liat."

Mereka terus saja menertawakan ku. Terserah meraka saja lah aku tidak peduli. Aku kembali ketempat duduk ku.

—🐢.

Hati Yang Tidak Dapat Dibohongi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang