2. Data

6 0 0
                                    

Pria tersebut menelusuri berbagai email dipnsel pintarnya menemuakan berbagai dokumen untuk kelanjutan penelitiannya dan berbagai spam dari situs yang ia kunjungi juga media sosial yang dirinya punya. Sampai sekarang belum ada pemberitauan dari pihak humas rumahsakit akan hal yang menyangkut dokumen dirinya yang hiliang.

Juga merupakan kelalaiannya saat surat berharga itu hilang. Ia sudah berusaha menelusuri sekitar jalan tempatnya berangkat tadi tapi tak ada apapun disana. Padahal ia sedikit berharap bahwa seorang dari sekian satpam gedung melihat dokumen tersebut, tapi tidak. Tak ada yang mencoba mengembalikan. Mungkin memang tidak ada ditangan mereka.

Tapi dimana?. Haruskah ia meminta rekaman cctv ditiap sudut jalan agar dapat menemukannya. Tidak, itu hal yang mustahil. Memang dirinya siapa. Ini sudah tengah malam tak mungkin akan ada yang mau menelepon humas rumah sakit diwaktu seperti ini. Yang benar saja.

Ia menggulir beranda telepon genggam malas. Membaca sekelebat deretan email yang teralu panjang untuk satu hari saja. Sampai disebuah pesan dari sepupunya membuatnya bangun terduduk. Kaget.

Untuk apa Alfariel menghubunginya. Tepat jam 5 saat pekerjannya selesai. Ia melihat riwayat panggilan memang ada tujuh panggilan dari sepupunya tersebut. Terakhir saat dirinya membersihkan diri beberapa menit yang lalu. Pria itu bergegas menghubungi balik Alfariel. Dalam hitungan ketiga panggilan itu diangkat. Terdengar helaan nafas lega disebelah sana.

“Akhirnya, kau menghubungiku. Aku sudah menunggu mu sejak tadi.”

“Ada apa?”

“Re, gue butuh bantuan  lo kali ini” Alis Re meninggi mendengar nada yang dipakai sepupunya tersebut. “Gue dapet notice dari salah satu orang dari bagian keuangan. Ada yang aneh sama laporan yang dikirim ketempatnya. Katanya mereka halus banget mainnya sampai bagian keuangan kecolongan. Dia masih cari kejanggalannya. Ia susah dapet akses karena Cuma staf biasa”

“Katanya anak keuangan. Berarti ngga kecolongan dong,Al.”

“Duh, mulut gue njelimet. Maksud gue nih anak bagian analis, konsultan keuangan perusahaan. Karena riwayat cv ni anak freshguide alias anak baru gue jelas ngga bisa langsung percaya. Walau dia dibawah bimbingan orang yang bisa gue percaya tapi ngga menutup kemungkinan ini salah. Oke, gue emang akui ada yang aneh ditatanan keuangan beberapa tahun sebelum bokap gue pensiun ini.”

“Oke gue paham situasinya. Terus?”

“Lo bisa ngga masuk ke perusahaan lagi?. Bentar aja,Re. Paling ngga sampe kasus ini ketahuan?” Re menutup matanya. Yang benar saja, kenapa sepupunya ini meminta hal yang sulit.

“Gue mau lo masukin bagian mana?.  Ahli gizi? Ngga mungkinlah,Al. Susah gerak kalo disana. Bagian produk? Yang bener aja. Konsultan keuangan juga? Ngga bisalah Alfariel Hartanto!” Re memutar mata. Ide gila sepupunya memang tak masuk akal.

“Alah sok,lo. Lo pikir gue ngga tau lo ambil dua manjor waktu lo kuliah diVirginia?. Ge tau bos. Lo ambil IT kan?. Buat jaga-jaga kalo entar perusahaan butuh karena dikeluarga kita belum ada yang ngelanjutin om Hariawan kan?. Ngaku lo bambank” nada gemas menguar dari penelpon disebrang.

Re berdecak pelan. Ia tahu cepat lambat pasti akan ada yang mengetahui kelakuannya diVirginia dulu. Yang dikatakan Alfariel tidak sepenunya benar karena ia sendiri menggunakan ilmu IT nya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan yang dirinya ampu saat ini dan untuk lanjutan S2nya yang sedang ia garap diakhir pekan.

Re bukan serakah hanya memang terlalu haus ilmu. Ia hanya tak mau menyianyiakan waktunya tanpa bergerak. Banyak yang melakukannya dikeluarganya. Termasuk mendiang ayah ibunya dahulu. Re pernah beberapa kali mendengar kisah itu saat kecil. Dan keluarga besarnya pun kebanyakan juga melakukan hal yang sama. Seperti sebuah tradisi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RetorikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang