4| Tabrakan di cafe

0 0 0
                                    

20 menit ... 40 menit ... 60 menit ...!

Humayrah, berkali-kali menatap layar monitor Handphone miliknya. Sudah 60 menit, namun orang ditunggu-tunggunya belum juga menunjukkan pucuk hidungnya.

Inilah yang ia tak suka. Humayrah tak suka menunggu. Ia menarik nafasnya dalam, lalu membuangnya kasar. Ia menatapi sekeliling cafe dekorasinya sederhana, namun tampak elegant. Bahkan hampir semua kursi yang disediakan telah diisi oleh pengunjung.

"Alexa?" Humayrah tersentak ketika netranya secara tak sengaja menangkap sosok yang menyerupai Alexa. Namun anehnya, ia tengah duduk dengan seorang laki-laki berpeci. Siapa laki-laki itu? Itu tak mungkin Alexa, kan?

Humayrah meraup wajahnya, sejam lebih menunggu kedatangan seseorang membuatnya berhalusinasi.

Humayrah beranjak dari kursinya, sudahlah untuk apa ia menunggu lebih lama lagi? Ia hanya akan membuang-buang waktu saja, apalagi waktu dzuhur hampir masuk.

Ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju pintu keluar cafe. Menarik gagang pintu berwarna silver itu.

"Auhhh ... " Ia meringis ketika mendapati seorang cogan berjas putih secara tak sengaja menabraknya, dan coffe late yang ia pegang pun bertumpahan, tumpuhan itu mengenai gamis dan khimar yang dikenakan Humayrah, serta mengenai setelan jas putih milik orang itu.

"Mayra, kamu gapapa?" Humayrah menatap netra milik gadis berkerudung itu. Gadis itu malah nyengir kuda, memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

"Gapapa!" Humayrah sudah manyun menatap gadis itu.

"Bapak, gak papa?" Humayrah menatap setelan jas putih milik laki-laki itu terkena tumpuhan coffe late miliknya.

"Gapapa, saya minta maaf." Laki-laki itu melihat tersenyum ketika matanya menangkap senyuman manis milik Humayrah, dan ketika indra pendegarannya secara respons mendengar suara halus dan lembut milik gadis itu.

Lalu buru-buru ia beristigfar, ia kembali menunduk merasa berdosa telah menatap yang bukan mahromnya. Demikian pula dengan Humayrah gadis dengan khimar berwarna abu-abu itu, ia merasa bersalah karena telah tersenyum dan menatap yang bukan mahromnya.

"Kalo gituh saya pergi, dulu. Assalamu'alaikum," tukas Humayrah. Ia lalu melangkah pergi dari caffe diikuti oleh gadis yang ia tunggu selama sejam lebih itu.

Humayrah melangkahkan kakinya menuju taman terdekat. Ia menduduki salah satu diantara bangku yang kosong itu.

"Kenapa telat, Zhar?" Zahra memilin-milin ujung khimar peach miliknya.

"Hehehhh ... Maaf, Ra. Aku kelupaan," ucap Zahra yang hanya dibalas 'oh' oleh Humayrah.

"Ra, maaf!" Zahra menatap Humayrah cemberut.

"Udah aku maafin, Zhar," ucap Humayrah selembut mungkin.

"Buat hal lain." Humayrah mengangkat salah satu alisnya, keningnya berkerut.

"Apa?" Tanyanya kemudian.

"Kak Farhan ... nggak nikah sama kakak aku, sebenarnya." Humayrah menangkap raut penyesalan dari wajah Zahra. Penyesalan karna telah berbohong.

"Kamu tau dia nikah sama siapa?" Tanya Humayrah.

"Nggak, keknya stranger," ucap Zahra yang hanya dibalas 'oh' ria oleh Humayrah. "Kamu nggak marahkan?" Sambung Zahra.

"Nggaklah. Aku dah tau kamu bohong soal Kak Farhan nikah sama kakak kamu." Zahra membelalakkan matanya.

"Tau darimana?" Humayrah sudah tersenyum miring menatap manik lekat Zahra yang merupakan temannya dari SMAnya, itu.

"Kamu mana punya kakak! Lain kali kalo mau bohong tuh, yang pinter. Kasian dosanya ngalir percuma." Keduanya terkekeh bersama. Humayrah benar, Zahra memang tak pandai berbohong. "Udahlah Zhar, gausah bahas tentang itu lagi!" sambungnya.

"Oh, iya." Zahra menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ngomong-ngomong, kabar Kak Zidan gimana?" Humayrah menatap manik coklat Zahra.

"Mana aku tau," balas Humayrah sambil menyeruput White coffe miliknya.

"Gimana sih, Ra, masa keadaan calon suami sendiri gak tau," sinis Zahra.

"Kami kan dipingit, Zhar!" Zahra cengengesan memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Lupa.

Humayrah mengalihkan pandangan pada kursi yang tadi sempat diduduki oleh seorang laki-laki berpeci dan Alexa. Sekarang kursi itu sudah kosong.

"Ra, knapa?" Zahra melambai-lambaikan tangganya pada Humayrah yang hilang fokus.

"Ehh ... Ahh, gapapa ko!"

***

Hiruk-piruk menyelungsung disetiap bagian di Rumah Sakit bernama Citra Kasih. Para petugas sibuk mondar-mandir dengan tugasnya masing-masing.

Seorang laki-laki berjas putih melempar jasnya kepunggung kursi kebesarannya. Ia memduduki dirinya dikursinya itu. Banyaknya pasien membuatnya tak bisa bernafas dengan tenang.

"Maaf Pak, tapi jas Pak Aryan, kenapa yah?" Aryan menatap perawat dengan rambut sebahu itu, kemudian beralih pada jas yang dimaksud perawat itu. Ada noda bekas minuman, disana. Itu pasti karna tabrakan di cafe tadi.

"Gapapa," ucap dokter bernama Aryan itu.

"Owh." merasa dirinya tak diperlukan dan tak diingankan lagi, dokter dengan rambut sebahu itu pun melenggeng pergi.

Aryan meraih jas putih miliknya. Ia menatap jas itu, seketika yang muncul adalah bayangan tentang senyuman sekilas gadis yang ditabraknya di cafe tadi.

"Astagfirullah! Tidak! Ini tidak benar! Apa yang kau pikirkan, Aryan?!"

***
To Be Continue❤

See you:)

Garis TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang