"Satu tambah satu dua...""Dua tambah dua empat."
Rey mendengus sambil mengusap wajahnya frustasi, menatap Ael yang kini sibuk menghitung jarinya dengan badan yang memunggunginya.
Malam, ini benar-benar sudah malam, seharusnya anak seusia Ael sudah tidur. Tetapi Ael bahkan masih berhitung, mengabaikan sang Ayah yang kini masih setia menunggu putranya terlelap.
Rey mulai menyerah, pria itu meraih perut putranya, lantas memeluknya, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Ael.
Plak!
"Ihh... Ayah! Ael lagi ngitung tuh'kan jadi bubar semua angkanya!" Rengek Ael berdiri di atas ranjang, melepas pelukan sang Ayah dengan begitu brutal saking kesalnya.
Ael kembali menatap jari-jari tangannya, mulai berhitung sambil bergumam kecil, wajahnya masam, bibirnya terpout.
Rey menghela nafas panjang, "Y-Ya'kan bisa di lanjut besok, sayang... Ini udah malem loh." Jelas Rey mencoba memberi pengertian.
"Tuhkan hilang otaknya!" Ael berteriak, menghentakkan kakinya, lantas langsung memeluk pinggang sang Ayah, mulai frustasi karena tak kunjung bisa berhitung dengan benar.
Seperti Rey, Ael lemah dalam urusan matematika. Ael sudah sangat muak melihat nilai pas-pasan yang selalu ia dapatkan di sekolah, ia bahkan merasa sangat marah pada dirinya yang tak kunjung memiliki peningkatan.
"Dilanjut besok aja, Ael. Sekarang udah malem loh, nanti kalo mata Ael berubah jadi mata panda gimana?" Tanya Rey menatap wajah kesal putranya lamat-lamat karena penerangan hanya tersisa lampu tidur.
Ael terdiam, tidak menjawab. Moodnya hancur, bahkan remuk seperti nasi kucing yang hilang karetnya.
Rey mengusap dahinya, "Emang lemah matematika itu bisa nurun ke anaknya, ya? Ya masa bisa jadi gen sih?" Lirih Rey dalam hati, menatap Ael dengan tangannya yang sibuk mengusap-usap punggung bocah itu.
"Ael nangis nih." Lirih Ael mendongak menatap sang Ayah, pamer jika matanya sudah berkaca-kaca karena baru saja menguap.
Rey tersenyum, "Kamu udah ngantuk itu tandanya." Rey menarik selimut untuk Ael, lantas memeluk tubuh kecil itu dengan begitu erat.
Ael memicingkan matanya, nyawa anak itu masih di sini, dan tidak tahu dapat di bawa tidur atau tidak.
"Kalo nangis tandanya ngantuk..." Gumam Ael sambil menumpangkan kakinya di pinggang sang Ayah.
Ael mengangguk-angguk, tak peduli jika Ayahnya itu sedang mencoba terlelap sekarang, "Berarti..."
"Ha'eshhh! Hah..." Ael mengusap-usap hidung kecilnya saat ia tiba-tiba bersin, matanya semakin lebar seperti tidak memiliki kantuk.
"Berarti... CUMBURU TANDA JINTAH!!" Seru Ael sambil mengepalkan tangannya seakan sedang memegang mik, nyanyian Ael sukses membuat Rey menutup telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Where Bunda?
Fanfiction"Mau cari Bunda baru aja pake sayembara, emang Ayah pangeran? Kita tinggal di rumah, Ayah, bukan di kerajaan!" "Mau jadi istri saya? Rebut dulu hati putra saya." °Start 14.05.2020 [On Going✓] (Bukan BXB) copyright 2020 by fielitanathh