05

11.8K 1.4K 383
                                    

"Diem aja kamu, El?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Diem aja kamu, El?"

Ael menghela nafas pelan, tangan kecilnya sibuk membawa keranjang merah untuk berbelanja. Anak itu sudah memasukkan satu stell seragam merah putih baru, biasanya tidak hanya itu, anak itu pasti akan meminta yang lain.

Tapi kini tidak, Ael hanya terdiam, membuntuti sang Ayah yang sibuk memilih makanan instan untuk persediaan rumah.

Rey menolehkan kepalanya kearah Ael, anak itu masih terdiam, menatap seragamnya dengan tatapan nanar.

"Kamu kenapa sih? Cerita sini sama Ayah." Lirih Rey sambil tersenyum lebar, meraih pundak Ael agar mendekat kearahnya, "Udah dong, Ael anak baik kok. Gak usah sedih, ah! Ayah gak suka." Rey mengerucutkan bibirnya, menatap Ael dengan air wajah murung.

Ael tersenyum tipis, merangkul leher sang Ayah yang kini berjongkok di depan rak, lantas menyandarkan dagunya di puncak kepala sang Ayah. Tangan kecilnya bergerak lembut mengusap-usap surai kecoklatan sang Ayah.

"Ael sedih, Yah..." Adu Ael dengan nada paraunya, "Emang salah, ya? Kalo gak punya Bunda?" Ael menggigit bibir bawahnya, kembali menahan isakkannya yang lagi-lagi memberontak.

Rey merenggangkan pelukannya, lantas mengusap jejak air mata yang menggenang di pipi Ael, "Shhtt... Siapa yang bilang Ael gak punya Bunda?" Tanya Rey menatap bola mata yang nampak berkaca-kaca itu dengan sorot teduh.

Ael menggeleng pelan, "Bukan siapa-siapa." Sahut Ael mengucek pelan matanya, "Takutnya ntar kalo Ael kasih tau namanya, Ayah malah gelut sama bocahnya. Samsak gak salah apa-apa aja di tinju, apalagi bocah yang udah ngatain Ael." Lanjutnya dengan bibir yang mengerucut.

Rey menahan tawanya, "Samsak kan emang buat latihan tinju, El." Lirih Rey mengusap-usap rambut putranya.

Ael menghela nafas pelan, hidung putihnya itu kini memerah dengan keringat yang membanjiri pelipisnya.

"Denger, ya..." Rey meraih pergelangan tangan Ael, lantas menjatuhkan tangan kecil itu di dada bidangnya, "Ael punya Bunda kok, kalo Ael gak punya Bunda. Trus, siapa dulu yang ngelahirin Ael?" Tanya Rey mencoba mengajak Ael ikut tersenyum.

Ael memutar bola matanya kearah lain, dahinya mengernyit heran, benar juga, ya? Anak itu mencoba berfikir, tapi... Penjelasan Ayahnya tadi benar-benar menyangkut dengan ledekan itu.

"Emangnya Ayah bisa membelah diri? Kamu kira Ayah amuba?" Tanya Rey sekali lagi, sebelah alisnya terangkat, menanti-nanti sahutan putranya.

Ael tersenyum, "Iya juga, ya?" Lirihnya sambil tertawa renyah.

Senyum Rey merekah semakin lebar, "Nah... Gitu dong! Gak usah di dengerin temen-temen kamu yang kayak gitu, Ael anak Bunda sama Ayah, yang baik gak nakal. Sekarang Ael mau beli apa?" Tanya Rey menepuk-nepuk bokong Ael selagi ia berjongkok memilih makanan.

"Ael pengen beli... Yang bulat-bulat warna warni... Trus ada lidinya kayak stik es krim." Ael menggembungkan pipinya kesal, "Apa sih namanya? Kok Ael lupa?" Decaknya geram.

Where Bunda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang