06

10K 1.3K 215
                                    

Kepala Ael semakin menunduk dengan bahunya yang mulai bergetar hebat, tangisannya pecah, "Ma-Maaf, Ayah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kepala Ael semakin menunduk dengan bahunya yang mulai bergetar hebat, tangisannya pecah, "Ma-Maaf, Ayah... Tapi Ael gak suka...."

Rey menghela nafas pelan, meraih bahu Ael, lalu memeluknya dengan erat. Membiarkan anak itu menuntaskan segala yang ia simpan sendiri selama beberapa hari nampak sedikit aneh.

"Ael kesel, Ayah..." Geram Ael menahan tangisannya, pipinya mulai basah dengan keringat yang membanjiri pelipisnya, "Ael gak suka Ayah sama Bunda di bawa-bawa."

Rey mengusap lembut bahu Ael, agak sedikit terkejut dengan ungkapan Ael, namun Rey mencoba mengerti. Bukankah Ael masih anak-anak? Bocah itu bahkan tidak pernah sedikitpun mengerti jika Rey bohongi.

"Ayah tau kok, Ayah paham..." Lirih Rey sambil merenggangkan pelukannya, menangkup kedua pipi gembul Ael, menatap mata yang kian menyempit itu dengan sorot teduh.

"Ayah yakin Ael anak baik." Rey mengusap-usap puncak kepala putranya, lantas mendaratkan ciumannya tepat di dahi Ael.

Ael menggigit bibir bawahnya, menatap sang Ayah dengan mata yang kian menyempit, dadanya kembali menyesak, dengan tangisannya yang semakin menjadi.

Sudah jelas... Ia bahkan menyimpulkan ia tidak suka pada guru itu, tetapi mengapa... Nampaknya ia sedikit tidak rela menyimpulkannya begitu saja, atau memang ia hanya sedang bersedih karena Ayahnya lupa menjemput sebab suatu alasan? Atau... Yang lain?

Ael tidak paham kenapa ia menangis, Ael tidak paham kenapa ia begitu bersedih saat menyadari kata 'Bunda Ael' lolos terlontar dari mulut wanita itu. Tapi yang jelas, hati kecil Ael berkabung.

Ael meraih pundak sang Ayah, membenamkan wajahnya di dada sang Ayah dengan begitu nyaman, "Ael sayang sama Ayah..."

Rey mengulum senyumnya, "Ayah juga sayang sama Ael." Sahut Rey tanpa membuang waktu, pria itu membalas pelukan erat putranya dengan segera, "Ayah tau, Ael lagi kesel sekarang." Lanjutnya mengusap-usap rambut Ael.

Rey tertawa kecil saat mendapati tangisan putranya semakin menjadi-jadi, "Shhtt... Udah dong. Cup... Cup..." Lirih Rey sambil menggoyang-goyangkan Ael yang ada di pangkuannya.

"Ael tau gak, Bunda pernah bilang apa sama Ayah?" Tanya Rey setengah berbisik, Rey menatap wajah Ael lekat-lekat. Wajah yang nampak sendu dan terlihat memerah.

Ael mendongakkan kepalanya, lantas menggeleng pelan. Tangan kecilnya terulur untuk mengucek pelan matanya, wajahnya murung dengan bibir yang manyun.

Rey tertawa kecil, "Jangan mudah membenci orang lain." Jelasnya sambil menyeka jejak air mata Ael dengan ibu jarinya, "Ayah tau kok, tidak suka bukan berarti membenci." Lanjutnya.

Ael menundukkan kepalanya, jari-jari mungilnya mulai bertaut, mencoba mendengar dan mencerna penjelasan sang Ayah.

"Tapi... tidak suka itu bibit awal kebencian," Rey meraih tangan Ael, lantas menggenggamnya dengan erat, "Ayah tahu Ael cuman lagi kesel aja sama Bu Mawar, Ael gak tau maksud Bu Mawar itu gimana. Ayah yakin, Ael cuman lagi marah, makannya Ael gak mau peduli." Jelas Rey dengan suara yang kian menenang.

Where Bunda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang