DIMAS POV
Pertandingan hampir usai skor kami imbang. Permainan yang sengit dan lawan yang tak mau kami taklukkan menjadi tantangan tersendiri dan sekarang aku yang menjadi penentu. Tapi sedari tadi aku tidak melihat deny datang. Deny, I really need you now !
“dimas, fokus fokus !” pelatih memberikan semangat
“bro, ini antara hidup sama mati” teman temanku mengobarkan semangatku
Sesaat sebelum sesi penentuan dimulai,
“DIMAS, KAMU PASTI BISA” aku mendengar teriakan seseorang dari arah kanan.
“deny” senyumku mengembang melihat dia ternyata sudah datang.
“DIMAS !” deny berteriak walau suaranya agak serak
Akhirnya dia datang untuk memberikanku semangat. Aku mengambil nafas dalam dalam dan bersiap untuk mendapatkan lemparan bola. Kakiku menopang kuat dan jemariku memegang tongkat dengan erat. Bola dilempar dan
"wuuussshhh taaak...!"
Aku memukul bola sekuat tenagaku. Dan HOME RUN ! Timku memenangkan pertandingan ini. Kami semua berteriak, bersorak semuanya menjadi satu atas kemenangan ini. Datangnya deny seakan menjadi magnet semangatku dan juga kemenanganku. Setelah pertandingan usai semua penonton pulang, dan di tempat ini hanya aku dan deny berdua duduk di kursi penonton.
“wah, kamu keren tadi bisa home-run” ucap deny tersenyum
“itu kan juga karena kamu” aku menjawab
“oh iya ? kalau aku enggak datang berarti enggak menang ?”
“enggak juga” aku menjulurkan lidahku
“curang, huuu harusnya tadi aku gak datang aja”
“hahaha, tantangan pertama kamu lulus” ujarku
“oh iya ingat, sekarang tinggal 2 kan permintaan kamu ?”
“hmmm…” aku mengangguk
“permintaanku selanjutnya…”
“apa ?” deny bertanya
“cium aku…” damn, ide gila apa yang barusan masuk ke kepalaku ?
“hah ? cium ? di tempat terbuka seperti ini ?” wajah deny kaget mendengar permintaanku
“iya, ini sebagai hadiahmu untuk aku karena kemenangan hari ini. udah gak ada orang kok lagian kita berdua kelihatan samar”
“hmmm…” deny terlihat seperti berpikir. Pelan – pelan wajahnya mendekat ke wajahku. Matanya sedikit sayu menatap ke mataku. Cup! Bibir kami saling besentuhan sama lain. Aku merasakan aliran darahku begitu deras dari jantung ke seluruh tubuh. Detak jantung berdegup dengan kencang. Aku terdiam merasakan itu semua. Beberapa detik deny mengakhiri ciumannya
“thanks dear” aku mengucapkan terimakasih dia tersenyum mukanya sedikit memerah
“sore ini mataharinya indah” aku lihat deny sedikit tersipu malu, mukanya masih memerah
“andai yang kamu jadi matahariku, deny ?”
“hahaha, kamu bisa aja” jawabnya dengan senyuman yang paling manis, dibalik ceria dan gokilnya, dia bisa membuat suasana jadi romantis
“ternyata ciuman itu kalau tulus terasa” dia tersenyum mendengar pernyataanku
“hmmm… kayaknya…”
“kenapa ?” deny bertanya
“gak papa” aku tersenyum
“curang, padahal aku kan pengen tahu kalimatmu yang menggantung tadi…” dia menggembungkan pipinya yang sebal dan aku paling tahan tidak melihat tingkah lakunya yang seperti anak kecil itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Dia dan Hujan
Teen Fictionketika sebuah rasa harus diungkapkan, segeralah bergegas untuk mengungkapkannya. ketika sebuah rasa harus diyakini, segeralah bergegas untuk meyakini atau hujan akan mengambil itu semua.