***
Suasana kelas hening, hanya terdengar sedikit bisikan-bisikan. Memang seperti inilah situasi setiap harinya. Ruangan ini bak lemari es yang isinya hanya es batu hahahhah
Sorry... Sorry author kelepasan."Selamat pagi, Anak-anak," sapa seorang guru yang berumur kisaran 30-an. Walau sudah berumur tapi masih looking good dengan wajah yang lumayan tampan. Oh ya dia membawa seorang siswa.
"Wah ada siswa baru gaess,"
"Ganteng nyaa uwuuww,"
"Pisstt boleh minta wa ngak bang?"
"Aduh pengen bungkus, trus bawa ke rumah,"
Jangan mikir itu ucapan-ucapan siswi-siswi dikelas itu. Tidak sayangg itu teriakan author hahah kan kasian ada siswa baru, ganteng tapi dikacangin. Uuuu... Author ganjen. Oke.. Oke kembali ke kelas.
"Hari ini kita kedatangan siswa baru, Bapak harap kalian berteman baik dengannya. Silahkan perkenalkan diri, Nak!" pinta Pak Dimas selaku wali kelas XII IPA 1.
"Hai, gue Gilang. pindahan dari Bogor,"sapanya tanpa senyum.
Singkat, jelas, padat, dan itu aja? Gadak basa-basi gitu? helllowww
"Mending gue cabut deh" batin ku."Masih ada yang ditanyakan? Kalau tidak ad-"
Bruk
Dhea jatuh kesamping kursi, seketika darah segar meluncur begitu saja dari hidung nya. Sebagian siswa panik, dan sebagian tidak peduli.
"Ohh jadi dia orang nya, hmm," batin Gilang.
"Rian! Cepat bawa Dhea ke UKS!" pinta pak dimas.
"Tap-"
"Ohh iya." potong pak Dimas menampar pelan dahinya.
"Niko, kamu yang angkat!" alih Pak Dimas.
"Gue?" tunjuk Niko pada dirinya sendiri. Ohh ayolah Pak, Niko itu anak sultan, ngak sudi angkat orang lain.
"Yaudah kamu saja!" tunjuk Pak Dimas pada Gilang yang sedari tadi melamun. Hey! bagaimana bisa dia melamun, saudara Dhea sedang tergeletak di lantai.
Tanpa menjawab. Gilang segera mengangkat tubuh lemas Dhea ke UKS yang dipandu oleh Rian selaku ketua kelas. Oh ya, Rian bukannya tidak sudi mengangkat Dhea hanya saja dia menderita Haphephobia. Pak Dimas juga jika dia sendiri yang membawa Dhea ke UKS pasti semua siswa XII IPA 1 menyorakinya. Siswa dikelas itu memang aneh selalu saja ingin belajar tidak ingin ketinggalan sedikit pun.
***
Dhea tersadar, dia duduk dan segera berdiri hendak meninggalkan UKS.
"Kemana?" tanya Gilang yang sedari tadi menunggu nya.
Dhea melirik Gilang dengan ekor matanya sekilas. Lalu melenggang pergi.
Sungguh tak habis pikir author melihat manusia di cerita ini. Ingin rasanya berteriak "AAAAA" bukan.. Bukan "Hwaaa.." oke oke gue diem.
"BERHENTI!" Teriak Gilang.
seketika Dhea mematung.
"Lu sekarang jadi teman gue!" paksa Gilang. Apa? Teman? Bukannya Gilang itu anti-sosial?
Dhea bebalik badan mengangkat alisnya heran."Gak." tolak dhea melanjutkan langkahnya.
Satu... Dua.... Ti- batin Gilang
Bruk
Dhea ambruk lagi hidungnya mengeluarkan darah segar. Sebenarnya apa yang terjadi?!
***
Dhea bangun.
"Tumben Lu sakit," ejek Devan. Ya, sekarang Dhea berada di kamarnya.
"Hmm, keluar!" ucap Dhea tak niat dengan wajah datar yang menjadi ciri khas nya.
"Lu bisa ngak sih jangan gini trus, gue ngak habis pikir lihat sikap lo. Mau sampai kapan lo kayak gini?" ungkap Devan frustrasi.
Dhea hanya diam seakan-akan yang dikatakan Devan hanya angin berlalu.
"Ikut gue!" putus Devan yang menarik kasar tangan Dhea.
"Lepasin!" tolak Dhea, menghempaskan tangannya kasar tapi sia-sia. Tenaga Devan jauh lebih kuat.
"Heh Bang! Itu adeknya mau dibawa kemana?" cemas Anita melihat kedua anaknya.
"Mau di ajak jalan-jalan, Bun." jawab Devan.
"Lepasin! Gue ngak mau!" tolak Dhea. Namun gagal dia dipaksa masuk ke dalam mobil. Dhea hanya diam pasrah.
Devan memarkirkan mobilnya. Mereka berhenti di depan danau. Mereka keluar dari mobil dan duduk di sebuah bangku dibawah sebuah pohon besar.
"Dheaaa ... " ucap Devan menangkup kedua pipi Dhea sembari membungkuk untuk mensejajarkan tinggi nya dengan Dhea.
Dhea hanya diam, tak niat bersuara.
"Gue abang Lo, saudara Lo, gue ingin lindungin Lo, gue ingin Lo ceria, selalu cerita, curhat sama Gue. Gue pengen Lo jadi Dhea yang manis, Dhea yang ceria, Dhea yang cengeng, gue sayang banget sama Lo, plis Dhea ubah sikap Lo. Lo ngak kasihan liat Ayah, Bunda, Abang, sama Adek-adek kita? Kita semua sayang banget sama Lo, plis ngertiin kita." ungkap Devan dengan air mata yang lolos jatuh di pipinya.
"Oke ... Gue ngerti. Lo emang ngak bisa. Harapan gue terlalu besar. Tapi setidaknya senyum Dhea. Apa itu sulit?" ucap Devan pasrah.
Dhea hanya diam. Devan memilih untuk diam juga. Mereka duduk melihat danau di depannya. Angin menerpa kuat menusuk kulit putih keduanya.
"Ayo ... Pulang," putus Devan.
"Gue masih mau disini," ucap Dhea.
Dhea berdiri lebih dekat ke tepi danau sembari memejamkan mata merasakan angin yang sudah dia anggap sebagai teman. Dia sangat nyaman disituasi seperti ini.
Devan hanya menurut. Memperhatikan adeknya lekat. Menghela nafas pasrah.
Hari mulai gelap mereka memutuskan untuk pulang.
Bersambung...
Vote and komen yah gaes
Follow akun nya Author juga😩
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe I Love You
Mystery / ThrillerHidup seperti kulkas berjalan memang sulit,apalagi memiliki sikap es batu. Wah seger dong es batu. Plak "Jika lu menolong orang, maka orang itu akan mati! " Wah lebih baik jadi es batu. Penasaran dengan cerita nya??? Cusss kita baca bareng-bareng...