Tari berjalan setengah berlari ke arah pintu. Didepan ada yang mendobrak kasar. Siapa pagi-pagi buta begini mengetuk tak sopan pintu rumahnya? yaa siapa lagi kalo bukan gilang!
Tari membuka knop pintu dan-
Brukk
Gilang ambruk. Tari yang tak siap menahan terpaan gilang juga ikut terjatuh.
"Gilangg... Gilang..." Tari menepuk-nepuk pipi putranya dengan raut khawatir.
Dengan susah payah tari membopong gilang ke sofa terdekat karena tidak mampu membawanya ke dalam kamar gilang di lantai dua.
Yap! Sebagian jiwanya masih dalam tubuh dhea.
Gilang mengerjapkan matanya. Menghela nafas erat. Kemudian duduk dituntun tari.
Gilang sudah kembali. "Tubuh dhea pasti sangat lemah saat ini, bun." ucap gilang menatap lekat manik hitam bundanya.
"Apa masalahnya belum selesai? Apa rencananya gagal? Apa yang terjadi gilang?" ucap tari menghujani gilang dengan pertanyaannya dibumbui rasa khawatir.
"Ada satu hal lagi yang harus aku selesaikan mah..." gilang tertunduk.
"Gilang harus menyelesaikan urusan duniawi orang-orang yang telah gara bunuh," lanjutnya menatap sayu raut tari yang pasrah.
Tari berjalan menjauh. Berdiri bersedekap menatap keluar rumah dari jendela.
"Terserah kamu saja gilang," tari menghela nafas, membalikkan badan sembari menatap lekat putranya "Ma--af bunda ngak bisa bantu," lanjutnya.
Gilang hanya membisu sejenak otak nya berputar mencari jalan keluar.
"Arghhh... Gilang bingung bun... Gilang ngak tau apa yang harus gilang lakuin," ucap gilang menjambak rambutnya frustasi.***
Disisi lain, disebuah ruang rawat inap. Para dokter sudah bersiap hendak mengoperasi dhea.Kepala dhea manggalami benturan yang cukup berat. Sebenarnya dhea harus segera di operasi setelah kecelakaan namun karna keadaan fisik dhea yang tak memungkinkan untuk melakukan operasi dokter menundanya menunggu hingga fisik dhea stabil.
"Berhenti!"
Seluruh perawat menatap dokter yang berucap kemudian teralih ke layar monotoring yang tiba-tiba menunjukkan detak jantung dhea stabil tidak seperti beberapa menit yang lalu.
Mereka heran. Sungguh aneh!
Pria berjubah putih yang tak lain adalah dokter yang menangani dhea segera memeriksa keadaan dhea.
"Pasien sudah stabil."
Semua melongo. Lelucon macam apa ini!
Dino lega mendengar penuturan dokter. Dia sungguh bersyukur akhirnya tuhan menjawab doanya. Walau dhea sudah stabil tapi tetap saja belum sadarkan diri.
***
"Tapi..." Tari membalik badan, berjalan menuju tempat gilang duduk. Mengusap puncak kepala putranya sembari tersenyum tulus. "Mama punya satu petunjuk," lanjutnya.Gilang mengangkat kedua alisnya heran. Dia butuh penjelasan!
"Kamu tidak lupa kan? Bahwa setiap yang memiliki keistimewaan ini tetaplah manusia, kenyataan ini tidak terkecuali pada sosok gara."
Gilang masih bingung. Memutar otaknya untuk berpikir keras.
"Ingat gilang! Dulu nenek juga hidup di dua alam, tetapi setelah meninggal apakah nenek masih sering berkunjung ke mimpi mu?" lanjutnya.
"Tidak pernah bun, tidak seperti dulu lagi, setelah nenek meninggal semua jejaknya hilang," terang gilang yang masih tak paham maksud bundanya.
"Nahh itu!" ucap tari menjentikkan jarinya.
Gilang tersentak. Benar juga! Kenapa dia tidak sampai kepikiran? Selama ini kemana otak mu ini gilang!
"Gara pasti masih berada di dunia nyata." ungkap tari yakin.
"Berarti aku harus cari identitas gara!" ucapnya mantap. Segera bangkit dari duduknya namun terhenti tangannya dicekal tari.
"Mau kemana kamu!" sergah tari.
"Kan mau cari gara bun," ucap gilang kikuk.
"Sarapan dulu!"
"Ehhh gilang lupa bun hehe," ucap gilang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kalau sudah masalah makan dia tidak boleh menolak apalagi perutnya sudah keroncongan, cacing-cacing diperutnya sudah demo ingin diberi asupan.
Part nya pendek dulu yahh😂
Don't be a silent readerss
Papayyy👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe I Love You
Mystery / ThrillerHidup seperti kulkas berjalan memang sulit,apalagi memiliki sikap es batu. Wah seger dong es batu. Plak "Jika lu menolong orang, maka orang itu akan mati! " Wah lebih baik jadi es batu. Penasaran dengan cerita nya??? Cusss kita baca bareng-bareng...