LEBARAN YANG DIRINDUKAN

638 32 1
                                    

Part 3

Melihat Seno ketakutan, Ratri ikut bingung. Ini hari raya terberat dan membingungkan buat Ratri. Suasana hatinya sedang tidak nyaman karena merindukan Ibu dan adik-adiknya. Ditambah sikap Seno yang membuatnya makin merasa gelisah.

Jam lima sore, Ratri dengan Jes duduk di depan. Sementara Sinta baru datang, membawa ketupat dan opor dari saudaranya. Mereka pun makan, ada senyum di wajah Jes, yang merindukan dua anaknya. Sementara Marni tiba-tiba datang dengan terengah-engah.

"Rat, kamu sembunyi Rat, ada beberapa polisi menanyakan alamatmu," kata Marni panik.

"Aku? Kenapa? Apa salahku?" jawab Ratri ikut panik dan bingung. Tapi terlambat, ada beberapa pria berseragam dan pakai pakaian biasa mendekatinya.

"Apa Saudari bernama Ratri Asnawi? Anda kenal dengan Bapak Suseno Hanafi?" tanya salah satu petugas. Tak ada senyuman, tapi tutur katanya sopan.

Sementara itu beberapa petugas lain masuk dan menggeledah setiap kamar, setelah menyerahkan surat pada Sinta.

Tak lama, Seno pun diseret keluar dengan tangan diborgol. Ratri pun langsung lemas. Tidak menyangka kalau hari raya pertamanya sebagai perantau harus berurusan dengan polisi.

"Saudara Ratri, anda akan kami bawa, untuk kami minta keterangan," kata petugas tadi dengan sedikit senyum.

"Ta-tapi saya salah apa? Saya hanya penjaja seks, dia pelanggan saya," tangis Ratri pun pecah, seumur-umur baru ini dia berhadapan dengan masalah.

Tanpa menunggu lama, Ratri pun digelandang ke kantor polisi. Jes dan Sinta hanya menatap kepergian Ratri dengan was-was. Sesampai di kantor polisi, sudah ada istrinya Seno di sana. Ratri benar-benar tak berkutik.

"Pak, saya tidak tahu apa-apa. Berani sumpah, dia selalu membayar sesuai tarif, tidak lebih. Hanya dia menitip uang di rekening saya," tangis Ratri setelah dicecar tiga puluh pertanyaan selama empat jam.

Jam sebelas malam, Ratri baru bisa bernapas lega, akhirnya bisa meluruskan kaki di dalam sel. Tak ada pertanyaan lagi. Air matanya sudah kering, sementara Seno dan istrinya tak terlihat.

Dibalik jeruji, walau masih berstatus sebagai saksi. Tapi malam itu Ratri harus menginap di kantor polisi. Karena menunggu hasil interograsi dari Seno dan beberapa temannya. Mereka terlibat pencucian uang, juga kasus pembunuhan.

Yang membuat Ratri makin tak percaya, di dalam rekeningnya ada uang hampir enam ratus juta. Sedangkan setahu dia hanya ada uang miliknya dua juta dan titipan Seno. Ratri pun mengelak mati-matian.

Gelisah, memikirkan nasibnya, apa yang akan terjadi dengannya. Ratri hanya bisa menangis dan menyesal.

"Ya Allah, jika aku diijinkan lepas dari masalah ini. Aku akan bertobat, tidak akan jual diri lagi."

Polisi yang melihat Ratri pun merasa iba, karena dia paham, sepertinya Ratri hanya korban. Dia tak tahu apa-apa.

"Ada yang mau kamu hubungi?" tanya petugas tersebut.

"Boleh, Pak?" Dijawab angukan dan ia pun  menyerahkan ponsel milik Ratri.

Ratri bergegas mengirim pesan pada Acok dan juragan sapi. Menceritakan kronologis kejadian, sudah jam dua belas malam, saat gadis itu mengirim pesan.

Sampai pagi tak ada balasan, rupanya Ratri tertidur. Dibangunkan oleh petugas jam lima pagi, ternyata Acok datang dengan wajah sangat khawatir.

"Bang, tolong, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Keluarkan aku dari sini. Aku mau lakukan apapun permintaanmu, Bang," tangis Ratri menyayat hati. Acok hanya bisa bilang sabar, dan ikuti prosedur.

LEBARAN YANG DIRINDUKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang