Extra Part

25 3 2
                                    

"Pra-ja-sak-ti JAYA!"

"Woahhhhhh!!"

Universitas Millennium menjadi pusat keramaian siang itu. Dengan lomba PBB atau disebut juga baris-berbaris antar tingkat SMA itu tampak meriah. Bagi yang mengerti estetikanya, ini akan menjadi pencapaian. Karena kebetulan, Universitas Millennium ini menjadi tuan rumah dari lomba piala bergilir tahunan itu.

Tuan rumah, maupun pendatang luar tampak memenuhi kursi, teras lantai dua, hingga area lapangan tersebut.

"Ups, sorry." Diandra mendongak, melihat siapa yang ia tabrak.

"Wkwk, gapapa Dir."

"Eh, kamu Po. Kirain siapa, minggir sana! Aku sibuk!"

"Ow oww santai. Kalau udah, aku tunggu di ruang MPK ya."

Diandra mengangguk.

Ia melangkahkan kakinya tergesa, Diandra diharuskan mewawancarai salah satu peserta di setiap sesi, entahlah. Jujur ini sangat merepotkan, kalau bukan demi kepentingan jurusan nya, Diandra ogah.

Omong-omong, Diandra memang mengenyam jenjang kuliah nya di Univ ini, bersama Aisha. Namun, anak itu jurusan seni, dan Diandra jurusan sastra. Dan Maya? Ah, sayang. Gadis itu lebih memilih univ di luar kota.

Beberapa langkah lagi, dan ia sampai. Oke...

Bugh

Astaga. Ia menabrak seseorang.

"Liat-liat kalo jalan."

Diandra menggeleng tak percaya, ia membenarkan letak dokumen dan in ear yang dipakainya. "F-Fadel?"

Lelaki itu mengernyit pelan. Menatap Diandra tak mengerti. "Lo siapa?"

Deg.

Ini baru tahun kedua ia di universitas, maaf, apa cukup masuk akal bila lelaki itu secepat ini melupakan nya?

"Kakak ipar lo, masa lupa. Wkwk."

"Ha?" tanya Fadel 'pura-pura' lupa.

"Yaudah kenalin, aku Diandra Gustira. Bukan siapa-siapa, sih, cuma your memories. Bye!"

Fadel menggeleng, menatap punggung kecil itu tak percaya. "Gaje banget."

.

.

.

Cklek

Pintu ruangan itu terbuka, menghadirkan kegelapan bagai malam.

"Po, kamu masih di sini kan?"

Ctrekk

Jari lentik itu beralih menekan stop kontak, dan lampu pun menyala.

Tidak melihat apa yang dicarinya, Diandra menghela napas pelan. "Mungkin aku kelamaan, kali ya?"

Baru saja Diandra hendak meninggalkan ruangan itu, sepasang telapak tangan tampak menutupi matanya.

Aroma ini, ia hapal betul.

"Po? Ck, lepasih ih!"

Naufan Ghani Mahendra.

Lelaki itu tersenyum, melepaskan telapak tangannya dari mata Diandra. Dan beralih menggandeng tangan gadis itu menuju kursi, kemudian mereka duduk.

"Kenapa hm?"

Diandra mendengkus pelan. "Capek."

"Bukan, kamu gak keliatan capek." Cowok itu beralih merapihkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Diandra. "Lebih tampak kayak orang kecewa?" tanya lelaki itu dengan nada mengambang.

The Twins Heart [✔️] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang